Minggu, 30 Agustus 2015

masalah fakta dalam sejarah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Filsafat sejarah kritis hadir untuk menggantikan filsafat sejarah spekulatif yang deskriptin – naratif karena untuk mengetahui pengetahuan baru tentang sejarah. Sehingga lahirlah filsafat sejarah naratif untuk menggugat paradigma mainstrem sejarah ilmiah yang bersumber kepada pemikiran filsafat sejarah kritis. Dalam sejarah masalah fakta bukan hal baru lagi. Dalam sejarah, kredibelitas fakat sudah lama diperbincangkan. Dari penulisan-penulisan sejarah yang sudah ada, banyak terjadi perdebat tentang kebenaran sebuah sejarah. Seorang sejarawan tentu tau bagaimana pentingnya peran sebuah fakta dalam sejarah. Hal ini yang menimbulkan banyaknya masalah fakta dalam sejarah. Sebuah fakta dapat disalahgunakan, sehingga menimbulkan sebuah cerita sejarah yang salah. Masalah ini akan dapat mengurangi kemurnian sebuah ilmu sejarah. Seorang sejarawan harus siap dengan masalah-masalah fakta yang telah ada. Seorang sejarawan harus jeli dalam menyeleksi sebuah fakta agar penulisan sejarah yang dibuat sejarawan dapat dipertanggungjawabkan. Jadi dengan adanya makalah ini mungkin bisa membantu untuk lebih teliti dan memahami masalah fakta dalam sejarah. Makalah ini juga membantu lebih kritis dalam memahi cerita sejarah. B. Batasan Masalah Jika dilihat dari latar belakang masalah di atas maka batasan masalah dalam makalah ini adalah membahas tentang pendekatan dan fakta dalam sejarah. C. Rumusan masalah Rumusan makalah untuk masalah ini adalah sebagai berikut: a. Apa-apa saja Pendekatan dalam sejarah? b. Apa defenisi fakta sejarah? c. Apa-apa saja masalah fakta yang ada dalam sejarah? BAB II PEMBAHASAN Pendekatan dan Fakta dalam Sejarah 1. Pendekatan dalam sejarah A. Rekonstruksionis Model pendekatan rekonstruksionis ini berasal dari tradisi penelitian dan penulisan sejarah pada abad ke – 19. Sebagai disiplin ilmu, sejarh dianggap sebagai studi empirik karena sejarawan mempunyai tugas untuk merekontruksi sejarah secara objektif yang apa adanya tanpa memasukkan unsur pribadi kedalamnya. Sejarawan percaya bahwa masa silam dapat disusun kembali berdasarkan bukti-bukti yang ada, yang selanjutnya dalam proses rekonstruksi sejarah mereka mampu membebaskan prasangka idiologis dan subjektivitas dalam penulisan peristiwa tersebut. Masa silam dengan masa kini atau masa sekarang adalah sesuatu yang nyata dan benar adanya, yang sesuai dengan fakta-fakta dalam sumber. Karena setiap bangsa mengerti peristiwa masa lampaunya berdasarkan pemahaman sendiri karena setiap bangsa memiliki asal usul dan perkembangan yang berbeda. Sehingga siapa pun yang menanyakan kebenaran fakta-fakta sejarah yang sama dapat ditafsirkan secara jujur dengan cara yang berbeda-beda. Sehingga, Realitas masa silam adalah partikular, unik dan tidak mungkin digeneralisasikan. Rekonstruksi sejarah harus ada pembatasan yang jelas antara fakta dan nilai. Karena sejarawan untuk dapat bermakna harus mempunyai ukuran atika dan estetika dan suatu kerangka referensi. Sehingga semangat ilmiah diperlihatkan oleh suatu kesediaan untuk mengerti potensi metode sejarah dalam melakukan pilihan dan suatu pengakuan tentang adanya tempat bagi ketidak sepakatan antara sejarawan. Karena ia merasa wajib untuk mengumpulkan semua data relevan yang dapat ditemukannya dengan harapan bahwa suatu pertimbangan pada akhirnya dapat dibenarkan; ia akan berusaha untuk memberikan kesaksian didalam data yang dikumpulkannya dengan penilaian yang penuh, apa adanya; ia melakukan usaha untuk menjauhkan diri sikap subjektif, sehingga jelas antara subjek dan objek; data yang diperoleh atau tidak diperoleh tidak mencukupi suatu kesimpulan; sehingga pada akhirnya ia akan menghindari kesimpulan yang tidak berdasarkan dan berusaha untuk mengajukan konklusi sebagai kesimpulan logis dari bukti yang telah diajukan. B. Konstruksionis Model pendekatan ini berasal dari tradisi pemikiran strukturalisme, yang menganggap bahwa dunia nyata termasuk alam manusia yang terdiri dari unsur-unsur yang berhubungan satu sama lain dalam menjalankan fungsinya dengan menjelaskan dunia manusia serta kehidupannya harus dijelaskan melalui sistem relasi yang membentuk satu kesatuan. Sehingga, Metode penalaran induktif model sejarah rekonstruksonisme tidak mungkin bekerja secara independen atau sendiri atau lepas dari metode penalaran deduktif yang memerlukan hipotesis yang bersifat a priori. Karena sejarah yang utuh selalu melibatkan berbagai dimensi karena penafsiran yang menekankan pada satu aspek hanyalah salah satu penafsiran yang berupaya mencari kebenaran. Satu faktor dalam sejarah secara konstan mempengaruhi faktor lain melalui interaksi dan saling mempengaruhi. Sehingga para ilmuwan sosial terbiasa menjelaskan kebiasaan adat serta kebiasaan dan pranata sosial di masa lalu menurut fungsi sosialnya yaitu dengan cara menganalisis sumbangan setiap unsur terhadap keutuhan keseluruhan struktur. Pada awalnya, ilmu politik dan ilmu geografi merupakan bidang yang sangat erat hubungannya dengan sejarah konvensional karena mampu memperluas intrepretasi. Geografi merupakan panggung sejarah karena dimensi ruang mampu menjelaskan kejadian sejarah terutama yang berhubungan dengan sumber dan bentuk-bentuk tanah serta peristiwa sejarah manusia. Ilmu politik berusaha untuk menjelaskan secara analitis dan sistematis tentang rentang data politik dan kejadian yang mempengaruhi pengalaman sejarah manusia. Melalui statistika sejarawan dapat melihat perubahan konjungtur aktivitas ekonomi yang terjadi dalam masyarakat. Sosiologi yang lebih menekankan kepada jaringan informal dengan hubungan formal antar manusia, sehingga sejarah itu adalah hasil dari interaksi antar manusia. Antropologi, berbagai pola perilaku dan keyakinan yang membedakan masyarakat dalam suatu kebudayaan memungkinkan sejarawan untuk memahami komunitas sejarah yang ditelitinya secara cermat. Psikologi, yang terkait dengan masalah psikis, pikiran, emosi, dan perilaku mampu mamberikan referensi dalam melihat keberadaan manusia; sehingga mampu membantu sejarawan dalam menjelaskan perilaku masyarakat serta melihat aspek kesadaran kolektif masyarakat di masa lampau. Sehingga, Pengungkapan fakta mengenai peristiwa sejarah tidak harus tertuju pada sejarah politik saja atau sejarah orang besar, melainkan mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakat dengan kehidupan masa sekarang. Karena sejarah memahami realitas individual sejarah tertentu dan mencoba mengerti hasil dan konsekuensinya. Karena sejarah secara luas mengarah kepada kebenaran, ketertkaitan yang kompleks mengenai motif, sebab, kesempatan, dan keadaan dalam kehidupan manusia. Sehingga sejarawan menunjukkan bagaimana bentuk kebijaksanaan, kebrengsekan, komedi dan tragedi drama kehidupan manusia. Menurut kaum strukturalis, mental strukturalisme terletak pada kesadaran manusia dan tampak dalam dunia nyata yang tercermin dalam struktur bahasa, hubungan kekerabatan, mitos bahkan pola konsumsi bahan makanan. Para pengikut aliran ini percaya bahwa kenyataan sejarah hanya dapat dipahami bila dikenali strukturnya. Struktur ini terdiri dari suatu jaringan sistem yang dapat diidentifikasi melalui penyelidikan ilmiah. Tugas sejarawan pada tahap ini yaitu menemukan struktur peristiwa serta maknanya. Dengan kata lain, tugas sejarawan bukan merekonstruksi peristiwa masa lalu melainkan menstrukturkan, memolakan peristiwa sejarah dan menjelaskan hubungan-hubungan kausal atau sebab – akibat. Sehingga, Sejarawan bukan hanya pekerja teknis sebagai tukang kumpul fakta, tetapi menjadi analisis masa lampau, karena bukan hanya menyusun hubungan kausal yang bersifat kronologis tetapi menurut logika deduktif dengan hukum-hukum kausal dengan menggunakan model CLM. Kajian sejarah tidak hanya bersifat naratif, melainkan harus mampu membangun generalisasi sejarah yang memadai dan komparasi dan bermanfaat untuk memahami pola-pola sejarah dalam kontinuitas atau keberlanjutan, dan perubahan dalam sejarah melalui pendekatan sinkronik dan diakronik. C. Dekonstruksionisme Pendekatan ini merupakan pemdekatan yang mengarah kepada filsafat sejarah naratif, karena mereka mengajukan untuk pemahaman baru tentang sejarah yang sesuai dengan sifatnya karena menegaskan pemahaman sejarah yang di kenal selama ini. Kajian sejarah diubah menjadi ilmu baru, yaitu The Scince of Narative (ilmu cerita). Karena sejarah adalah hasil kreasi ( interpretasi / perspektif) sejarawan. Sehingga sejarah bukanlah suatu yang empirik tetapi hanya ada di dalam teks. Tugas sejarawan pada tahap ini adalah mengolah data dalam, bentuk teks dan hasilnya juga dalam bentuk teks. Teks sebagai sumber berasal dari masa lalu dan memiliki logika sendiri serta mempunyai kaitan dengan teks lainnya. Sehingga tindakan manusia dalam sejarah merupakan fakta yang tidak terbantah. Tetapi fakta tersebut hanyalah representasi atau yang mewakili kenyataan dan bukan kenyataan itu sendiri. Sehingga sejarawan mengidentifikasi kesadaran sejarah yang terkandung dalam teks dan teks memberikan serta membatasi makna sejarah. Dalam hal ini juga dikatakan bahwa sejarah adalah tekstual karena karya sejarah berawal serta berakhir dari teks. Sejarawan berupaya menyelami historitas dari teks dan menyatakannya dalam bentuk teks sejarah. Menurut pendekatan ini penafsiran sejarah sama artinya dengan menafsirkan sebuah teks dengan dasar pemikirannya bahwa dunia kehidupan manusia merupakan suatu dunia yang penuh arti karena hanya dapat ditangkap melalui bahasa atau sebuah teks sebagai suatu kesatuan yang dibangun dengan arti-arti. Sehigga realitas dianggap sebagai suatu yang tidak ada sebelum dikatakan kembali di dalam teks. Sehingga tugas peneliti yaitu mengungkapkan kebenaran realitas, sehingga akan membuat makna baru dan terbuka serta dapat dikritik. Sehingga pendekatan ini berusaha merelokasi sejarah sebagai bagian dari karya sastra yang berkaitan dengan institusi masyarakat serta peristiwa sejarah itu mempengaruhi karya mereka. Pengetahuan seseorang tentang dunia adalah suatu yang dikonstruksikan oleh sejarawan atas dasar konsep dan menurut bahasa yang digunakan. Untuk mengenal sejarah yang sebenarnya, maka digunakan sumber sejarah yang kultural yang menentukan persepsi dan pengertian seseorang tentang masa lampau. 2. Fakta dalam sejarah A. Pengertian Fakta Menurut The New Lexicon (Helius Sjamsuddin dalam buku Metodologi Sejarah 2007:20) menyatakan bahwa, “fakta adalah sesuatu yang diketahui kebenarannya, suatu pernyataan tentang sesuatu yang telah terjadi”. Munurut Gottschalk (Nugroho Notosusanto dalam buku Mengerti Sejarah 1993:113), menyatakan bahwa, “fakta didefenisikan sebagai sesuatu unsur yang dijabarkan secara langsungatau tidak langsung dari dokumen-dokumen sejarah dan dianggap kredibel setelah pengujian yang saksama sesuai dengan hukum-hukum metode sejarah”. Menurut Hariono dalam buku mempelajari sejarah secara efektif (1995: 54), fakta adalah hasil dari seleksi data yang terpilih. Data yang sudah terseleksi dan menjadi fakta sejarah kemudian direkonstruksi sebagai dasar untuk bercerita. Fakta sejarah memiliki berbagai bentuk, yaitu ada fakta yang berbentuk benda kongret seperti artefak, fakta yang berdimensi sosial contohnya jaringan interaksi antar manusia, serta fakta yang bersifat abstrak seperti kepercayaan. Fakta sejarah sebenarnya merupakan memori dari sejarawan yang ditunjukkan suatu makna dari data yang ada. Fakta itu ada yang bersifat keras dan lunak. Fakta dikatakan lunak apabila keberadaan fakta tersebut masih diperdebatkan, contohnya tentang peristiwa G 30 S yang sampai pada saat ini masih beklum terselesaikan siapa dalang dari peristiwa tersebut. Sedangkan fakta keras adalah suatu fakta yang telah menjadi konsesus umum, contohnya keberadaan Soekarno – Hatta yang menjadi proklamator pada saat kemerdekaan Indonesia. B. Masalah fakta dalam sejarah 1. Hipotesis Sementara Dalam fakta-fakta yang didapat peneliti, peneliti harus memiliki dugaan atau pemikiran sementara untuk dipertanyakan. Guna pertanyaan yang muncul dari peneliti adalah untuk mengarahkan sebuah penelitian. Dengan pertanyaan-pertanyaan yang muncul maka seorang peneliti dapat menemukan gambaran-gambaran atau mungkin dapat menimbulkan hipotesis mengenainya. Tetapi seorang peneliti tidak akan dapat mempertanyakan pertanyaan yang sederhana sekalipun tanpa mengetahui beberapa masalah yang dipertanyakan. 2. Fakta Dari Kesaksian Primer Dan Kesaksian Sekunder Dalam penulisan sejarah, peneliti butuh data yang didapat dari kesaksian orang-orang yang berhubungan langsung dengan sebuah kejadian atau peristiwa sejarah. Kesaksian bisa didapat dari kesaksian primer atau dari kesaksian sekuder. Seorang saksi primer adalah saksi yang berhubungan langsung dengan peristiwa sejarah tersebut. Sedangkan kesaksian sekunder adalah kesaksian dari orang yang paling dekat dengan saksi primer seperti: keluarga, saudara, teman, dan yang lainnya. Kesaksian sekunder dipergunakan apabila sudah tidak ada lagi saksi primer yang hidup pada masa itu. Tetapi seorang peneliti juga tidak dapat terlalu mengandalkan kesaksian sekunder karena kesaksian sekunder bukan orang yang berperan langsung dalam peristiwa sejarah. Perkataan kesaksian sekunder juga tidak dapat dipercaya keseluruhannya karena kesaksian sekunder hanya mendapat cerita pokok dari kesaksian primer. 3. Kebenaran Fakta Dari Kesaksian Dalam memperoleh fakta terutama yang berhubungan dengan kesaksian, seorang peneliti perlu jeli dalam mengolah fakta yang didapat. Dalam sebuah kesaksian dari penuturan saksi, peniliti perlu untuk mempertanyakan sebuah kesaksian yang didapatnya. Dalam sebuah kesaksian seorang saksi, akan ada banyak unsur yang mempengaruhi akan mempengaruhi keasilan sebuah kesaksian, yang diantaranya; - seorang saksi yang mampu dan mau untuk memberi kesaksian berkemungkinan memiliki keuntungan sendiri untuk dirinya, atau sebuah kesaksian yang disampaikan saksi berkemungkinan bohong apabila seorang saksi memiliki tujuan dari kesaksiannya, - ada pula kesaksian yang mengarahkan, maksudnya bahwa kesaksian yang diberikan saksi bermaksud untuk mengarahkan peneliti pada kesaksian yang diinginkan saksi - Kesaksian yang diberikan dapat merugikan saksi, orang-orang terdekat saksi, dan yang lainya. sehingga saksi memberikan kesaksian palsu 4. Pencarian Detail Khusus Dari Kesaksian Dalam sebuah kesaksian, walaupun kesaksian palsu sekalipun seorang peneliti harus dapat mencari detail khusus dari kesaksian pelaku. Dari kesaksian tersebut jika sebuah kesaksian bohong dalam kesaksiannya, maka peneliti dapat mencari pokok penting yang menjadi petunjuk dari sebuah kesaksian. Karena bagaimanapun sebuah kesaksian yang palsu akan mengarah atau menjurus pada sebuah fakta yang sebenarnya. Dalam kesaksian palsu sekalipun satu kata saja bisa membantu seorang peneliti dalam melakukan penelitiannya. Jadi seorang peneliti tidak dapat mengabaikan sebuah kesaksian yang didapatnya tanpa adanya penyelidikan, dan tugas penelitilah yang nantinya akan memisahkan mana data yang relevan dan yang tidak. 5. Fakta Yang Berbentuk Objek/Barang Sebuah fakta yang berasal dari barang seperti dokumen, biasa dipergunakan oleh peneliti. Sebuah dokumen amat berguna dalam penelitian sejarah sebagai bukti otentik. Fakta yang bersifat objektif sangat berguna dalam penelitian sejarah untuk menentukan perkiraan waktu, tempat, atau peristiwa. Karena bukti yang berbentuk barang tidak dapat berbohong tetapi dapat dipalsukan. Namun dalam mengolah dokumen peneliti dipersulit oleh data yang kurang lengkap terutama jika sebuah dokumen yang sudah lama tetapi beberapa bagian hilang, atau untuk mengetahui perkiraan waktu pada dokumen yang didapat peneliti ternyata dokumen tersebut sudah sulit untuk diolah mungkin karena bagian dokumen ada yang terpotong atau dukumen telah usang. 6. Keaslian Sebuah Fakta Berbentuk Objek/Barang Dalam meneliti seorang peneliti tidak dapat dengan mudah mempercayai apa yang dilihatnya. Dalam penelitian sejarah seorang peneliti harus kritis terhadap fakta yang ia dapat terutama yang berbentuk barang. Bisa dicontohkan sebuah dokumen, dari dokumen-dokumen yang didapat oleh seorang peneliti, peneliti harus dapat mempertanyakan dokumen-dokumen tersebut apakah dokumen itu asli atau palsu. Karena dalam masalah fakta yang berbentuk objek/barang ini, sering terjadi pemalsuan terutama pada dokumen yang menjadi bukti sejarah. Dokumen-dokumen yang dimiliki peneliti terkadang adalah dokumen palsu. Sehingga peneliti diharapkan untuk teliti dalam mengolah bukti yang didapat. 7. Kebenaran Fakta Dari Pengarang Dalam sebuah fakta berupa dokumen atau data yang didapat peneliti, data tersebut tidak boleh langsung dipercayai oleh peneliti tanpa adanya penelitian. Terutama apabila pengarang atau penulis dari dokumen atau data belum diketahui atau datanya kurang, maka tugas peneliti untuk melakukan penyelidikan terhadap pengarang terlebih dahulu. Karena tanpa tau pengarang dari sebuah fakta sejarah akan berakibat fatal. Sebuah dokumen bisa saja dibuat oleh orang-orang yang berkepentingan untuk melakukan pemalsuan sejarah untuk kepentingannya. Jadi peneliti tidak dapat menerima begitu saja sebuah bukti tanpa mengetahui darimana bukti itu berasal. 8. Penilaian Pribadi Menurut Sartono Kartodirjo (1993:88), menyatakan bahwa, “fakta adalah kontruks yang dibuat sejarawan, sehingga telah mengandung unsur-unsur subjektif dari penulis sendiri”. Jika pandangan ini benar, maka akan sulit untuk mempertanggujawabkan fakta yang benar terjadi. Tetapi Bapak studi sejarah kritis mengatakan bahwa sejarawan hanya bertugas untuk membuat sejarah sesuai fakta. Sedang Von Ranke menyatakan bahwa fakta itu sudah objektif, tetapi yang sebenarnya tidak ada fakta yang benar-benar 100% objektif karena bagainamapun sebuah fakta sejarah nilainya sudah berubah. Hal ini disebabkan karena adanya unsur subjektif. Namun paling tidak fakta itu ada yang hampir mendekati. Seperti penuturan Gottschalk (Nugroho Notosusanto dalam buku Mengerti Sejarah 1993:112), bahwa “fakta tidak harus sungguh-sungguh terjadi, tetapi setidaknya fakta mendekati dengan kejadian yang sesungguhnya, sejauh kita dapat mengetahui dengan melakukan penyelidikan kritis dengan sumber-sumber terbaik yang ada”. Jadi fakta dikatakan sesuatu yang tampaknya benar tetapi bukan benar secara objektif. Dalam sejarah masalah fakta banyak terjadi karena setiap sejarawan memiliki pandangan tersendiri terhadap sejarah yang ia tulis. Banyak tulisan sejarah yang pro dan kontra tentang sebuah sejarah. Hal ini disebabkan oleh bagaimana sejarawan dalam penulisannya sendiri sehingga fakta itu sering diarahkan pada sebuah penilaian seperti nilai etis, nilai rasial, nilai agama, kelas sosial, dan lainnya. Fakta sangat terpengaruh terhadap nilai-nilai tersebut. Contohnya fakta akan peran wanita masa feminimisme banyak di abaikan. Jadi nilai dan norma membantu dalam penyeleksian fakta. Faktor nilai juga menunjukan relevansi fakta terhadap konteks, keberpihakan, partisipan dalam menggarap fakta. Jika nilai-nilai dibiarkan masuk kedalam fakta maka subjektifisme akan merajalela dan kejujuran ilmu akan terpengaruhi. Tetapi fakta seperti apa, kapan, siapa, dan dimana, akan terasa kosong ibarat rumah yang tidak diisi, maka dibutuhkan pemikiran-pemikiran dari sejarawan untuk mengisi fakta-fakta tersebut agar berisi. Fakta tidak bicara sendiri, fakta tanpa sejarawan tidak akan memiliki arti, karena sejarawanlah yang akan mengisi fakta sehingga menjadi cerita. Fakta tanpa diisi akan seperti cerita kosong tetapi setelah diisi oleh pemikiran sejarawan, maka fakta itu akan menjadi sebuah cerita yang berisi dan penting. Hubungan antara fakta dengan sejarawan adalah sebagai pemberi dan penerima. Sejarawan dan fakta ibarat masa lampau dan masa sekarang, mereka saling terhubung dan saling membutuhkan. Jadi pada intinya pemikiran yang dimiliki oleh sejarawan memang dibutuhkan untuk mengolah fakta yang ada untuk menjadikannya sebuah cerita yang penting dan bermakna. Tetapi seorang sejarawan tetap harus memperhatikan dalam menyeleksi fakta dan penulisan sejarah, bahwa fakta harus sesuai dengan fakta yang sebenarnya dan seorang sejarawan tidak boleh mencampurkan unsur subjektif (keberpihakan) terhadap fakta sejarah yang akan dibuat. BAB III PENUTUP KESIMPULAN Filsafat sejarah naratif mengajukan suatu bentuk pengetahuan tentang sejarah yaitu dengan cara menggabungkan antara filsafat sejarah dengan kritik sastra. Karena sejarah sama halnya dengan sastra yang meletakkan naratif sebagai komponen utama dalam wacana mengenai dunia karena tanpa naratif sejarah kehilangan ciri aslinya. Sejarah naratif selalu berkenaan dengan fakta-fakta, cerita tentang kehidupan manusia dalam dimensi waktu lampau, serta berurusan dengan teks sehingga tidak ada pemisahan yang tegas antara sejarah dengan fiksi. Sejarah melibatkan imajinasi yang dibatasi oleh komitmen epistimologi dari disiplinnya. Dalam penelitian sejarah, unsur terpenting adalah fakta. Fakta amat menentukan dalam sebuah penulisan sejarah. Masalah-masalah yang dibahas dalam makalah ini lebih menjelaskan penyalahgunaan fakta dalam sejarah, bagaimana penyalahgunaan dilakukan menyangkut fakta sejarah dan bagaimana fakta sejarah yang telah ada atau didapat ternyata memiliki tingkat keakuratan yang rendah. Hal ini sangat berpengaruh terhadap kemurnian ilmu sejarah, bahkan sebuah cerita sejarah dapat dipertanyakan pertanggungjawabannya terhadap peneliti akibat kurangnya ketelitian dapam melakuakn penelitian. Jadi dengan adanya masalah-masalah fakta dalam sejarah tersebut, sejarawan diharapkan dapat lebih teliti dalam mengelolah fakta-fakta yang didapat agar tidak ada lagi kesalahan terhadap sumber yang didapat oleh peneliti dan agar tidak adanya kesalahan terhadap penulisan sejarah yang akan membuat persepsi yang salah pula terhadap orang-orang yang mengetahui tentang sejarah tersebut. DAFTAR BACAAN Gottschalk, Louis. 1993. Mengerti Sejarah. Bandung: UIP. Hariyono. 1995. Mempelajari Sejarah secara Efektif. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya. Kartodirdjo, Sartono. 1993. Pendekatan Ilmu Sosial Dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: Gramedia. Kuntowijoyo. 1995. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakatra: Bentang Sjamsuddin, Helius. 2007. Metodologi Sejarah. Bandung: Ombak. Zed, Mestika. 2010. Pengantar Filsafat Sejarah. Padang: UNP PRESS.

indonesia dan kerjasama regional

MAKALAH Sejarah Indonesia Kontemporer “Indonesia dan Kerja Sama Regional” Disusun oleh : kelompok 3 Nandia Pitri : 1106542/2011 Fitri Handayani : 1106580/2011 Sintia Mardiska : 1106551/2011 Muhammad Dori S : 1106556/2011 Aulia Bonanta : 1106550/2011 Ruth Neni : 55243/2010 JURUSAN SEJARAH FAKULTAS ILMU-ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2014 Indonesia dan Kerjasama Regional (ZOPFAN, SEANWFZ, dan Masalah Kamboja) Dengan munculya ASEAN (Association of Southest Asia Nation) sebagai asosiasi bangsa-bangsa Asia Tenggara, yang membuat ASEAN ini sebagai fondasi politik luar negeri Indonesia. Karena pada saat itu perhatian utama dari elit baru adalah upaya untuk menciptakan stabilitas politik di wilayah regional, khususnya diantara negara-negara di ASEAN non-Komunis. Sehingga dengan stabilitasnya keadaan regional maka Indonesia mampu membangun ekonominya pada saat itu. 1. ZOPFAN (Zone of Peace, Freedom, and Neutrality Declaration) Ketika Soekarno yang berkuasa hubungan Indonesia – Malaysia sangat hangat karena pada saat itu Indonesia anti kolonialis dan antiimperealis yang berbeda dengan Malaysia. Pada saat itu Soekarno menginginkan adanya Maphilindo yaitu suatu organisasi embrio, yang diharapkan menjadi dunia Melayu antara Malaysia – Thailand – Indonesia. Tetapi setelah Soeharto yang menjadi pemimpin Indonesia, konfrontasi dengan Malaysia berakhir serta hubungan kedua negara dipulihkan. Dengan cara dikirimkan dosen dan guru Indonesia ke Malaysia untuk mengajar di sekolah Melayu yang baru didirikan; pada tahun 1972, bahasa Melayu dan Indonesia disatukan menjadi satu ejaan yang sama; latihan militer bersama untuk menghancurkan komunis di Sabah dan Serawak. Ketika Tun Razak menjadi PM Malaysia, hubungan kedua negara semakin membaik karena ia mulai menata kembali politik luar negeri Malaysia untuk menganjurkan netralisasi dan pembentukan Zona Perdamaian, Kemerdekaan, dan Netralitas (ZOPFAN – Zone of Peace, Freedom, and Neutrality Declaration) yang ditanda tangani di Kuala Lumpur pada tahun 1971 yang merupakan upaya ASEAN untuk membentuk kawasan yang damai, bebas, dan netral dari segala bentuk campur tangan pihak di luar Asia Tenggara . Selain itu, ZOPFAN juga mencakup kawasan Asia Pasifik termasuk Major Power dalam bentuk seramgkaian tindak pengekangan diri secara sukarela (voluntary self-restraints). Hubugan Jakarta – Kuala Lumpur semakin membaik pada masa Hussein Onn menjadi PM Malaysia. Untuk kerukunan ASEAN dan Deklarasi Bali, maka pada tahun 1976 pemimpin ASEAN mengadakan pertemuan pertama di Bali. Pada tahun 1980 Soeharto bertemu Hussein Onn yang menghasilakan Doktrin Kuantan, yang menganggap bahwa Vietnam di bawah tekanan Cina yang pada akhirnya Vietnam akan legih mendekati Uni Soviet hal itulah yang akan membahayakan keamanan regional. Doktrin ini menawarkan bantuan kepada Vietnam. Indonesia selain mendukung adanya ZOPFAN ia juga mengeluarkan doktrin baru yaitu Zona Bebas Senjata Nuklir (SEANWFZ – Southeast Asian Nuclear Weapons Free Zone) yang merupakan bagian dari ZOPFAN untuk melengkapi ZOPFAN itu sendiri. Konsep ZOPFAN sebenarnya merupakan kompromi dari berbagai pendapat negara anggota ASEAN khususnya Indonesia dan Malaysia. Prakarsa netralitas ASEAN oleh Malaysia dilatar belakangi dengan pertimbangan politik domestik kerusuhan berdarah di Malaysia tahun 1969. Konflik rasial ini dikhawatirkan akan mengundang perhatian China karena banyaknya warga Malaysia keturunan Cina. Malaysia berharap agar prinsip netralitas tersebut bisa menghalangi Cina melakukan campur tangan terhadap urusan dalam negeri Malaysia. Sementara Indonesia menerjemahkan ZOPFAN sebagai netralitas ASEAN dari kerjasama militer dengan negara-negara barat. Adalah ironis kerjasama militer antara Malaysia, Singapura, Inggris, Australia, dan Selandia Baru yang tergabung dalam Five Powers Defence Arrangement (FPDA), ditandatangani pada tahun yang sama dengan lahirnya konsep ZOPFAN pada tahun 1971. Di dalam deklarasi ZOPFAN terdapat berbagai langkah prosedural dan strategis untuk memenuhi tuntutan tersebut yang secara keseluruhan bukan hanya memusatkan perhatiannya pada perlucutan senjata atau pencegahan profilerasi nuklir melainkan meliputi juga kerjasama politik, ekonomi dan fungsional lainnya. ZOPFAN bisa mengurangi kebutuhan akan intervensi militer langsung negara-negara besar, dan yang lebih penting lagi, menghindarkan negara-negara kecil mengundang atau mempropokasi keterlibatan negara-negara besar dalam masalah-masalah bilateralnya. 2. SEANWFZ (Southeast Asian Nuclear Weapons Free Zone) Selain mendukung ZOPFAN indonesia juga membuat doktrin baru yaitu SEANWFZ yang merupakan zona bebas senjata nuklir yang merupakan bagian dari ZOPFAN. Karena Indonesia menganggap bahwa jika ZOPFAN tidak dapat tercapai, maka SEANWFZ lah yang harus dijalankan terlebih dahulu. Yang pada akhirnya Zona Bebas Senjata Nuklir ini dimasukkan kedalam deklarasi Manila pada tahun 1987 . Pembentukan SEANWFZ merupakan upaya negara di Asia Tenggara untuk meningkatkan keamanan da stabilitas kawasan baik regional maupun global, dan rangka untuk mendukung upaya tercapainya suatu pelucutan dan pelanggaran senjata nuklir secara umum dan menyeluruh. Penandatanganan traktat SEANWFZ di Bangkok pada tanggal 15 Desember 1995 dan sudah diratifikasi oleh seluruh negara ASEAN. Penandatangan Traktat ini merupakan tonggak sejarah yang sangat penting bagi ASEAN dalam upaya untuk mewujudkan kawasan Asia Tenggara yang aman dan stabil serta usaha untuk mewujudkan perdamaian dunia . Kawasan Bebas Senjata Nuklir (KBSN) terbentuk pada KTT ASEAN ke 5 di Bangkok 18 Desember 1996. Perlucutan senjata khususnya senjata nuklir, merupakan hal yang sulit dan kompleks, sehingga diperlukan pendekatan yang komprehensif dan beragam, yang mencakup pendekatan global maupun regional. Pembentukan suatu KBSN pada umumnya dianggap sebagai upaya pengawasan senjata atau non proliferasi regional (regional arms control and non profileration measures), dengan tujuan memberikan keamanan yang lebih baik bagi negara-negara di kawasan dengan tidak membiarkan negara-negara kawasan untuk memiliki senjata nuklir. Pembentukan KBSN memperkuat NPT (Non profileration treaty) karena secara tegas melarang penempatan senjata nuklir di suatu kawasan oleh negara-negara luar kawasan. Negara-negara penandatangan juga berharap melalui pengaturan semacam ini mereka dapat menjauhkan diri dari semua aktivitas nuklir yang berhubungan dengan negara-negara nuklir sehingga tidak terseret dalam persaingan negara-negara besar. Adanya ketentuan bagi negara-negara nuklir untuk memberikan jaminan untuk tidak menggunakan atau mengancam untuk menggunakan senjata nuklir terhadap negara-negara non nuklir. 3. Masalah Kamboja Konflik Internal Kamboja Pada masa kepemimpinan Pangeran Sihanouk Kamboja sudah bekerja sama dengan negara-negara barat terutama dengan Perancis dan Amerika Serikat. Dengan dukungan dari Amerika Serikat banyaknya masalah yang terjadi, Lon Nol menteri pertahanan saat itu melakukan kudeta terhadap pemerintahan Pangeran Sihanouk, dengan beberapa alasan; pertama, Pangeran Sihanouk mengizinkan pasukan sementara Vietnam Selatan menduduki wilayah Kamboja, dan hal tersebut jelas-jelas dianggap sebagai pelanggaran terhadap kedaulatan Kamboja. Kedua, Pangeran Sihanouk dianggap otoriter karena bertindak tanpa memperhatikan Undang-Undang dan Konstitusi. Ketiga, karena Pangeran Sihanouk bersifat pilih kasih terhadap keluarga dalam memilih orang-orang yang akan duduk dalam kursi pemerintahan. Dan yang terakhir, Pangeran dituduh membiarkan terjadinya korupsi diantara keluarga - keluarga kerajaan. Setelah berhasil menjatuhkan kepemimpinan Pangeran Sihanouk, di bawah kepemimpinan Lon Nol dan pengaruh Amerika Serikat, Kamboja menjadi negara yang sangat pro barat. Sikap terbuka Kamboja ini dimanfaatkan AS untuk membendung pengaruh Komunis yang sedang menjalar dikawasan Indochina dan Asia Tenggara. Tetapi pemerintahan Lon Nol tidak bertahan lama. Pada tahun 1975 Pemerintahan Khmer Republic dijatuhkan oleh Democratic Kampuchea (DK) di bawah rezim Khmer Merah, dengan Pol Pot sebagai pemimpinnya. Dibawah pemerintahan Pol Pot inilah Kamboja menjadi negara beraliran komunis dan terisolir dari hubungan diplomatik. Ia memutuskan hubungan dengan negara-negara di kawasan regionalnya dan di belahan dunia lainnya, kecuali dengan Cina, Vietnam, dan Swedia. PBB pun tidak mengakui adanya pemerintahan ini. Politik Luar Negeri yang di jalankan oleh Demokratik Kampuchea ini disebut sebagai konsep Year Zero, yaitu revolusi destruktif yang mengakibatkan terjadinya pembunuhan secara massal dalam suatu periode. Invasi Vietnam ke Kamboja Pada Desember 1978 Vietnam benar-benar menginvasi kamboja, menggulingkan rejim Pol Pot (yang haus darah), dan menanamkan pemerintahan Heng Samrin pro-vietnam. denagn dukungan pasukan kuat vietnam bertahan menguasai Kamboja, yang diubah menjadi RRK (Republik Rakyat Kamboja). Sementara tokoh RRK seperti Heng Samrin, Chea Sim, dan Hun Sen sebenarnya adalah mantan komandan Khmer Merah di kawasan timur Kamboja. Mereka menentang keganasan Pol Pot dan melarikan diri ke Vietnam. Di sanalah para pemberontak ini dilatih dan dipersiapkan Vietnam untuk kemudian merebut dan menduduki Kamboja dengan dukungan pasukan Vietnam . Invasi Vietnam ke Kamboja menciptakan persoalan serius di sekitar perbatasan wilayah Thailand-Kamboja. Sisa-sisa pasukan Khmer Merah yang masih bertahan plus puluhan ribu pengungsi dari Kamboja memenuhi wilayah tersebut. Konflik bersenjata di kawasan tersebut tidak terhindarkan . Penyelesaian Invasi Vietnam ke Kamboja Sikap Vietnam yang menginvasi kamboja sangat dikecam keras oleh negara-negara ASEAN. Para Menlu ASEAN mengeluarkan suatu keputusan bersama tanggal 7 Januari 1979 di Jakarta. Dalam Komunike itu dinyatakan bahwa ASEAN mengutuk invasi bersenjata Vietnam ke Kamboja, serta menegaskan hak-hak rakyat Kamboja untuk menentukan masa depannya yang terbebas dari campur tangan pihak luardan menyerukan penarikan pasukan asing dari Kamboja. Namun pernyataan tersebut di tolak oleh Vietnam dan penolakan yang dilakukan Vietnam mengakibatkan seruan-seruan perang yang muncul di setiap wilayah Kamboja. Kamboja semakin komplek dengan campur tangan pihak luar, seperti RRC dan AS. Untuk memecahkan masalah Kamboja pada bulan Juli 1988 di Istana Bogor (Indonesia) berkumpul pihak-pihak yang bertikai dan pertemuan tersebut dikenal dengan JIM (Jakarta Informal Meeting). Kemudian untuk menindak lanjuti JIM yang pertama pada bulan Februari 1989 diadakan JIM II dan berhasil menemukan 2 masalah penting, yaitu: • Penarikan pasukan Vietnam dari kamboja akan dilaksanakan dalam kaitannya dalam penyelesaian politik menyeluruh. Vietnam mulai memberikan janji dan bersedia menarik pasukannya dari Kamboja; • Muncul upaya untuk mencegah kembalinya rezim Pol Pot, yang semasa berkuasa di Kamboja telah melakukan pembantaian keji terhadap sekitar sejuta rakyat. Daftar Bacaan Dian Triansyah Djani. 2007. ASEAN Selayang Pandang. Jakarta: Direktorat Jenderal Kerja Sama ASEAN. Leo Suryadinata. 1998. Politik Luar Negeri Indonesia di Bawah Soeharto. Jakarta: LP3ES.

indonesia dan kerjasama regional

MAKALAH Sejarah Indonesia Kontemporer “Indonesia dan Kerja Sama Regional” Disusun oleh : kelompok 3 Nandia Pitri : 1106542/2011 Fitri Handayani : 1106580/2011 Sintia Mardiska : 1106551/2011 Muhammad Dori S : 1106556/2011 Aulia Bonanta : 1106550/2011 Ruth Neni : 55243/2010 JURUSAN SEJARAH FAKULTAS ILMU-ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2014 Indonesia dan Kerjasama Regional (ZOPFAN, SEANWFZ, dan Masalah Kamboja) Dengan munculya ASEAN (Association of Southest Asia Nation) sebagai asosiasi bangsa-bangsa Asia Tenggara, yang membuat ASEAN ini sebagai fondasi politik luar negeri Indonesia. Karena pada saat itu perhatian utama dari elit baru adalah upaya untuk menciptakan stabilitas politik di wilayah regional, khususnya diantara negara-negara di ASEAN non-Komunis. Sehingga dengan stabilitasnya keadaan regional maka Indonesia mampu membangun ekonominya pada saat itu. 1. ZOPFAN (Zone of Peace, Freedom, and Neutrality Declaration) Ketika Soekarno yang berkuasa hubungan Indonesia – Malaysia sangat hangat karena pada saat itu Indonesia anti kolonialis dan antiimperealis yang berbeda dengan Malaysia. Pada saat itu Soekarno menginginkan adanya Maphilindo yaitu suatu organisasi embrio, yang diharapkan menjadi dunia Melayu antara Malaysia – Thailand – Indonesia. Tetapi setelah Soeharto yang menjadi pemimpin Indonesia, konfrontasi dengan Malaysia berakhir serta hubungan kedua negara dipulihkan. Dengan cara dikirimkan dosen dan guru Indonesia ke Malaysia untuk mengajar di sekolah Melayu yang baru didirikan; pada tahun 1972, bahasa Melayu dan Indonesia disatukan menjadi satu ejaan yang sama; latihan militer bersama untuk menghancurkan komunis di Sabah dan Serawak. Ketika Tun Razak menjadi PM Malaysia, hubungan kedua negara semakin membaik karena ia mulai menata kembali politik luar negeri Malaysia untuk menganjurkan netralisasi dan pembentukan Zona Perdamaian, Kemerdekaan, dan Netralitas (ZOPFAN – Zone of Peace, Freedom, and Neutrality Declaration) yang ditanda tangani di Kuala Lumpur pada tahun 1971 yang merupakan upaya ASEAN untuk membentuk kawasan yang damai, bebas, dan netral dari segala bentuk campur tangan pihak di luar Asia Tenggara . Selain itu, ZOPFAN juga mencakup kawasan Asia Pasifik termasuk Major Power dalam bentuk seramgkaian tindak pengekangan diri secara sukarela (voluntary self-restraints). Hubugan Jakarta – Kuala Lumpur semakin membaik pada masa Hussein Onn menjadi PM Malaysia. Untuk kerukunan ASEAN dan Deklarasi Bali, maka pada tahun 1976 pemimpin ASEAN mengadakan pertemuan pertama di Bali. Pada tahun 1980 Soeharto bertemu Hussein Onn yang menghasilakan Doktrin Kuantan, yang menganggap bahwa Vietnam di bawah tekanan Cina yang pada akhirnya Vietnam akan legih mendekati Uni Soviet hal itulah yang akan membahayakan keamanan regional. Doktrin ini menawarkan bantuan kepada Vietnam. Indonesia selain mendukung adanya ZOPFAN ia juga mengeluarkan doktrin baru yaitu Zona Bebas Senjata Nuklir (SEANWFZ – Southeast Asian Nuclear Weapons Free Zone) yang merupakan bagian dari ZOPFAN untuk melengkapi ZOPFAN itu sendiri. Konsep ZOPFAN sebenarnya merupakan kompromi dari berbagai pendapat negara anggota ASEAN khususnya Indonesia dan Malaysia. Prakarsa netralitas ASEAN oleh Malaysia dilatar belakangi dengan pertimbangan politik domestik kerusuhan berdarah di Malaysia tahun 1969. Konflik rasial ini dikhawatirkan akan mengundang perhatian China karena banyaknya warga Malaysia keturunan Cina. Malaysia berharap agar prinsip netralitas tersebut bisa menghalangi Cina melakukan campur tangan terhadap urusan dalam negeri Malaysia. Sementara Indonesia menerjemahkan ZOPFAN sebagai netralitas ASEAN dari kerjasama militer dengan negara-negara barat. Adalah ironis kerjasama militer antara Malaysia, Singapura, Inggris, Australia, dan Selandia Baru yang tergabung dalam Five Powers Defence Arrangement (FPDA), ditandatangani pada tahun yang sama dengan lahirnya konsep ZOPFAN pada tahun 1971. Di dalam deklarasi ZOPFAN terdapat berbagai langkah prosedural dan strategis untuk memenuhi tuntutan tersebut yang secara keseluruhan bukan hanya memusatkan perhatiannya pada perlucutan senjata atau pencegahan profilerasi nuklir melainkan meliputi juga kerjasama politik, ekonomi dan fungsional lainnya. ZOPFAN bisa mengurangi kebutuhan akan intervensi militer langsung negara-negara besar, dan yang lebih penting lagi, menghindarkan negara-negara kecil mengundang atau mempropokasi keterlibatan negara-negara besar dalam masalah-masalah bilateralnya. 2. SEANWFZ (Southeast Asian Nuclear Weapons Free Zone) Selain mendukung ZOPFAN indonesia juga membuat doktrin baru yaitu SEANWFZ yang merupakan zona bebas senjata nuklir yang merupakan bagian dari ZOPFAN. Karena Indonesia menganggap bahwa jika ZOPFAN tidak dapat tercapai, maka SEANWFZ lah yang harus dijalankan terlebih dahulu. Yang pada akhirnya Zona Bebas Senjata Nuklir ini dimasukkan kedalam deklarasi Manila pada tahun 1987 . Pembentukan SEANWFZ merupakan upaya negara di Asia Tenggara untuk meningkatkan keamanan da stabilitas kawasan baik regional maupun global, dan rangka untuk mendukung upaya tercapainya suatu pelucutan dan pelanggaran senjata nuklir secara umum dan menyeluruh. Penandatanganan traktat SEANWFZ di Bangkok pada tanggal 15 Desember 1995 dan sudah diratifikasi oleh seluruh negara ASEAN. Penandatangan Traktat ini merupakan tonggak sejarah yang sangat penting bagi ASEAN dalam upaya untuk mewujudkan kawasan Asia Tenggara yang aman dan stabil serta usaha untuk mewujudkan perdamaian dunia . Kawasan Bebas Senjata Nuklir (KBSN) terbentuk pada KTT ASEAN ke 5 di Bangkok 18 Desember 1996. Perlucutan senjata khususnya senjata nuklir, merupakan hal yang sulit dan kompleks, sehingga diperlukan pendekatan yang komprehensif dan beragam, yang mencakup pendekatan global maupun regional. Pembentukan suatu KBSN pada umumnya dianggap sebagai upaya pengawasan senjata atau non proliferasi regional (regional arms control and non profileration measures), dengan tujuan memberikan keamanan yang lebih baik bagi negara-negara di kawasan dengan tidak membiarkan negara-negara kawasan untuk memiliki senjata nuklir. Pembentukan KBSN memperkuat NPT (Non profileration treaty) karena secara tegas melarang penempatan senjata nuklir di suatu kawasan oleh negara-negara luar kawasan. Negara-negara penandatangan juga berharap melalui pengaturan semacam ini mereka dapat menjauhkan diri dari semua aktivitas nuklir yang berhubungan dengan negara-negara nuklir sehingga tidak terseret dalam persaingan negara-negara besar. Adanya ketentuan bagi negara-negara nuklir untuk memberikan jaminan untuk tidak menggunakan atau mengancam untuk menggunakan senjata nuklir terhadap negara-negara non nuklir. 3. Masalah Kamboja Konflik Internal Kamboja Pada masa kepemimpinan Pangeran Sihanouk Kamboja sudah bekerja sama dengan negara-negara barat terutama dengan Perancis dan Amerika Serikat. Dengan dukungan dari Amerika Serikat banyaknya masalah yang terjadi, Lon Nol menteri pertahanan saat itu melakukan kudeta terhadap pemerintahan Pangeran Sihanouk, dengan beberapa alasan; pertama, Pangeran Sihanouk mengizinkan pasukan sementara Vietnam Selatan menduduki wilayah Kamboja, dan hal tersebut jelas-jelas dianggap sebagai pelanggaran terhadap kedaulatan Kamboja. Kedua, Pangeran Sihanouk dianggap otoriter karena bertindak tanpa memperhatikan Undang-Undang dan Konstitusi. Ketiga, karena Pangeran Sihanouk bersifat pilih kasih terhadap keluarga dalam memilih orang-orang yang akan duduk dalam kursi pemerintahan. Dan yang terakhir, Pangeran dituduh membiarkan terjadinya korupsi diantara keluarga - keluarga kerajaan. Setelah berhasil menjatuhkan kepemimpinan Pangeran Sihanouk, di bawah kepemimpinan Lon Nol dan pengaruh Amerika Serikat, Kamboja menjadi negara yang sangat pro barat. Sikap terbuka Kamboja ini dimanfaatkan AS untuk membendung pengaruh Komunis yang sedang menjalar dikawasan Indochina dan Asia Tenggara. Tetapi pemerintahan Lon Nol tidak bertahan lama. Pada tahun 1975 Pemerintahan Khmer Republic dijatuhkan oleh Democratic Kampuchea (DK) di bawah rezim Khmer Merah, dengan Pol Pot sebagai pemimpinnya. Dibawah pemerintahan Pol Pot inilah Kamboja menjadi negara beraliran komunis dan terisolir dari hubungan diplomatik. Ia memutuskan hubungan dengan negara-negara di kawasan regionalnya dan di belahan dunia lainnya, kecuali dengan Cina, Vietnam, dan Swedia. PBB pun tidak mengakui adanya pemerintahan ini. Politik Luar Negeri yang di jalankan oleh Demokratik Kampuchea ini disebut sebagai konsep Year Zero, yaitu revolusi destruktif yang mengakibatkan terjadinya pembunuhan secara massal dalam suatu periode. Invasi Vietnam ke Kamboja Pada Desember 1978 Vietnam benar-benar menginvasi kamboja, menggulingkan rejim Pol Pot (yang haus darah), dan menanamkan pemerintahan Heng Samrin pro-vietnam. denagn dukungan pasukan kuat vietnam bertahan menguasai Kamboja, yang diubah menjadi RRK (Republik Rakyat Kamboja). Sementara tokoh RRK seperti Heng Samrin, Chea Sim, dan Hun Sen sebenarnya adalah mantan komandan Khmer Merah di kawasan timur Kamboja. Mereka menentang keganasan Pol Pot dan melarikan diri ke Vietnam. Di sanalah para pemberontak ini dilatih dan dipersiapkan Vietnam untuk kemudian merebut dan menduduki Kamboja dengan dukungan pasukan Vietnam . Invasi Vietnam ke Kamboja menciptakan persoalan serius di sekitar perbatasan wilayah Thailand-Kamboja. Sisa-sisa pasukan Khmer Merah yang masih bertahan plus puluhan ribu pengungsi dari Kamboja memenuhi wilayah tersebut. Konflik bersenjata di kawasan tersebut tidak terhindarkan . Penyelesaian Invasi Vietnam ke Kamboja Sikap Vietnam yang menginvasi kamboja sangat dikecam keras oleh negara-negara ASEAN. Para Menlu ASEAN mengeluarkan suatu keputusan bersama tanggal 7 Januari 1979 di Jakarta. Dalam Komunike itu dinyatakan bahwa ASEAN mengutuk invasi bersenjata Vietnam ke Kamboja, serta menegaskan hak-hak rakyat Kamboja untuk menentukan masa depannya yang terbebas dari campur tangan pihak luardan menyerukan penarikan pasukan asing dari Kamboja. Namun pernyataan tersebut di tolak oleh Vietnam dan penolakan yang dilakukan Vietnam mengakibatkan seruan-seruan perang yang muncul di setiap wilayah Kamboja. Kamboja semakin komplek dengan campur tangan pihak luar, seperti RRC dan AS. Untuk memecahkan masalah Kamboja pada bulan Juli 1988 di Istana Bogor (Indonesia) berkumpul pihak-pihak yang bertikai dan pertemuan tersebut dikenal dengan JIM (Jakarta Informal Meeting). Kemudian untuk menindak lanjuti JIM yang pertama pada bulan Februari 1989 diadakan JIM II dan berhasil menemukan 2 masalah penting, yaitu: • Penarikan pasukan Vietnam dari kamboja akan dilaksanakan dalam kaitannya dalam penyelesaian politik menyeluruh. Vietnam mulai memberikan janji dan bersedia menarik pasukannya dari Kamboja; • Muncul upaya untuk mencegah kembalinya rezim Pol Pot, yang semasa berkuasa di Kamboja telah melakukan pembantaian keji terhadap sekitar sejuta rakyat. Daftar Bacaan Dian Triansyah Djani. 2007. ASEAN Selayang Pandang. Jakarta: Direktorat Jenderal Kerja Sama ASEAN. Leo Suryadinata. 1998. Politik Luar Negeri Indonesia di Bawah Soeharto. Jakarta: LP3ES.

analisis peristiwa G 30 S

I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era "Demokrasi Terpimpin", kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan kaum burjuis nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan petani, gagal memecahkan masalah-masalah politis dan ekonomi yang mendesak. Pendapatan ekspor menurun, foreign reserves menurun, inflasi terus menaik dan korupsi birokrat dan militer menjadi wabah. PKI telah menguasai banyak dari organisasi massa yang dibentuk Soekarno untuk memperkuat dukungan untuk rezim Demokrasi Terpimpin dan, dengan persetujuan dari Soekarno, memulai kampanye untuk membentuk "Angkatan Kelima" dengan mempersenjatai pendukungnya. Dari tahun 1963, Pemimpin-pemimpin PKI mementingkan "kepentingan bersama" polisi dan rakyat. Pemimpin PKI DN Aidit mengilhami slogan "Untuk Ketentraman Umum Bantu Polisi". Di bulan Agustus 1964, Aidit menganjurkan semua anggota PKI membersihkan diri dari "sikap-sikap sektarian" kepada angkatan bersenjata. Di akhir 1964 dan permulaan 1965 ratusan ribu petani bergerak merampas tanah dari para tuan tanah besar. Bentrokan-bentrokan besar terjadi antara mereka dan polisi dan para pemilik tanah. Untuk mencegah berkembangnya konfrontasi revolusioner itu, PKI mengimbau semua pendukungnya untuk mencegah pertentangan menggunakan kekerasan terhadap para pemilik tanah dan untuk meningkatkan kerjasama dengan unsur-unsur lain, termasuk angkatan bersenjata. Pada permulaan 1965, para buruh mulai menyita perusahaan-perusahaan karet dan minyak milik AS. Kepemimpinan PKI menjawab ini dengan memasuki pemerintahan dengan resmi. Rejim Sukarno mengambil langkah terhadap para pekerja dengan melarang aksi-aksi mogok di industri. Kepemimpinan PKI tidak berkeberatan karena industri menurut mereka adalah milik pemerintahan NASAKOM. PKI mengetahui dengan jelas persiapan-persiapan untuk pembentukan rejim militer, menyatakan keperluan untuk pendirian "angkatan kelima" di dalam angkatan bersenjata, yang terdiri dari pekerja dan petani yang bersenjata. Bukannya memperjuangkan mobilisasi massa yang berdiri sendiri untuk melawan ancaman militer yang sedang berkembang itu, kepemimpinan PKI malah berusaha untuk membatasi pergerakan massa yang makin mendalam ini dalam batas-batas hukum kapitalis negara. Mereka, depan jendral-jendral militer, berusaha menenangkan bahwa usul PKI akan memperkuat negara. Sehingga penulis membuat laporan tentang Gerakan G 30 September karena penulis ingin melihat bagaimana Gerakan G 30 September yang sebenarnya dan siapa dalang dari peristiwa tersebut yang sebenarnya. B. Batasan Masalah Jika dilihat pada latar belakang masalah diatas, maka kajian ini dibatasi untuk membahas tentang Gerakan 30 September 1965. C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas diperoleh rumusan masalah sebagai berikut : 1. Prolog 2. Epilog 3. Analisis pendapat tentang peristiwa Gerakan 30 September 1965, II Gerakan 30 September serta Analisis Kebenarannya A. Prolog Semenjak D. N. Aidit terpilih menjadi ketua PKI pada tahun 1951, ia dengan cepat membangun kembali PKI yang hancur ketika terjadi kegagalan pemberontakan PKI pada tahun 1948 di Madiun. Usahanya tersebut berhasil menempatkan PKI sebagai salah satu pemenang pemilu pertama pada tahun 1955, disamping PNI, Masyumi, dan NU. Dalam melancarkan aksinya dalam pemerintahan, PKI juga membentuk biro khusus yang secara rahasia bertugas menyiapkan kader-kader di berbagai organisasi politik, termasuk dalam tubuh ABRI. PKI juga berusaha mempengaruhi Presiden Soekarno untuk menyingkirkan dan melenyapkan lawan-lawan politiknya. Ketika Indonesia keluar dari PBB setelah Malaysia diberi kedudukan sebagai anggota tidak tetap dalam Dewan Keamanan, diresmikan lah Persekutuan Jakarta dengan Beijing pada bulan Januari 1965. Hal ini semakin meningkatkan pengucilan diplomatik Indonesia dari negara-negara Asia Afrika lainnya. Kemudian Subandrio mengadakan kunjungan ke China untuk memperkokoh persahabatan tersebut. Dalam kunjungannya tersebut, Zhou Enlai menawarkan perenjataan untuk mempersenjatai milisi rakyat, satu-satunya bentuk kekuatan militer yang dapat diorganisasi oleh PKI. Pada saat itu Aidit mengusulkan kepada Presiden Soekarno untuk membentuk “ angkatan kelima “, yang terdiri dari kaum buruh dan tani yang dipersenjatai, untuk ditambahkan pada angkatan laut, angkatan darat, angkatan kepolisian, dan angkatan udara yang sudah ada, serta diangkatnya para penasihat Nasakom ( yaitu kader-kader PKI ) pada satuan-satuan angkatan bersenjata yang ada. Usulan-usulan tersebut ditolak oleh angkatan darat. Subandrio juga mengancam pihak militer dengan cara harus disingkirkan. Delegasi-delegasi China berkali-kali berkunjung ke Indonesia untuk mendesak supaya “ angkatan kelima “, tetapi pihak angkatan darat bergerak lamban. Apalagi Soekarno tidak memerintahkan pembentukan “ angkatan kelima “ itu, yang merupakan bukti kepada orang-orang yang berpendapat bahwa Presiden tidak bermaksud membantu PKI dalam mendapatkan kekuasaan, tetapi hanya berusaha menekan pimpinan angkatan darat. Pada bulan Mei, atmosfer persekongkolan semakin bertambah panas dan terbongkarnya rahasia sebuah telegram yang dikirim ke London oleh Dubes Inggris di Jakarta yang dalam pandangan Soekarno memperkuat adanya komplotan-komplotan angkatan darat- Inggris yang menentang pemerintahan. Usulan pembentukan “ angkatan kelima “ masih bergulir. Nasution dan Yani ingin semua rakyat yang dipersenjatai, bukan hanya kaum buruh dan petani saja, dan juga menginginkan “ angkatan kelima “ tersebut dikendalikan oleh angkatan darat.Omar Dhani lah yang bertindak memberi substansi terhadap angkatan kelima. Pada tanggal 5 Juli, angkatan udara mulai memberikan latihan dan kursus kepada orang-orang sipil dan organisasi-organisasi massa PKI. Pada tahun 1965 tersebut, kondisi kesehatan Presiden Soekarno sudah mulai menurun dan banyak orang memprediksi Soekarno akan meninggal. Agustus 1965, Soekarno mendadak muntah-muntah dan tidak sadarkan diri ketika menerima suatu delegasi. Para politisi sudah berfikiran bahwa Presiden akan segera meninggal, oleh karena itu Aidit bergegas pulang dari China untuk menyemangati suatu kelompok perwira angkatan darat yang “ progresif “ yang sedang bersiap-siap untuk bertindak terhadap pimpinan tertinggi angkatan darat. Dalam pidato Presiden pada 17 Agustus 1965, Soekarno mengumumkan poros Jakarta-Phnompenh-Hanoi-Beijing-Pyongyang yang anti imperialis, menyatakan bahwa rakyat akan dipersenjatai, mengisyaratkan bahwa para jenderal angkatan darat sedang mencoba merintanginya dalam hal ini, dan menjanjikan akan diambilnya suatu keputusan dengan segera. Pada tanggal 16-19 September 1965, Omar Dhani pergi ke China atas perintah Soekarno untuk membicarakan persenjataan tanpa adanya pemberitahuan kepada Nasution yang menjabat sebagai Menteri Pertahanan. Pada tanggal 27 September 1965, Ahmad Yani akhirnya mengumumkan bahwa angkatan darat menentang pembentukan “ angkatan kelima “ atau nasakomisasi militer dalam artian struktural. Kemudian PKI menghembuskan isu bahwa angkatan darat akan melakukan kudeta kepada Presiden Soekarno pada saat hari ABRI tanggal 5 Oktober 1965. Dugaan terjadinya kudeta yang akan dilakukan oleh angkatan darat tersebut semakin santir karena puluhan ribu tentara angkatan darat sudah berada di Jakarta dalam rangka memperingati Hari ABRI pada tanggal 5 Oktober. Pada tanggal 30 September 1965 malam itu, satu batalyon pengawal istana yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Untung, satu batalyon dari Divisi Diponegoro, satu batalyon dari Divisi Brawijaya dan orang-orang sipil dari Pemuda Rakyat PKI meninggalkan panngkalan udara Halim. Mereka menculik Jenderal A. H. Nasution, Letnan Jenderal Ahmad Yani, Mayor Jenderal S. Parman, Mayor Jenderal R. Soeprapto, Mayor Jenderal Haryono M. T, Brigadir Jenderal D. I Panjaitan, dan Brigadir Jenderal Soetojo Siswomihardjo dari rumah-rumah mereka di Jakarta. Pemimpin usaha tersebut termasuk Brigjen Supardjo dan Divisi Siliwangi dan Kepala Intelijen Divisi Diponegoro. Untung tampaknya hanya menjadi pion. Mereka mendapat dukungan dari Omar Dhani, yang telah memberikan pangkalan Halim sebagai markas besar mereka. Yani dan dua orang lainnya dibunuh di rumah mereka karena melawan ketika ditangkap. Nasution berhasil meloloskan diri dan lari ke tempat persembunyian, tetapi putrinya dan ajudannya yaitu Letnan Satu Pierre Andreas Tandean. Ke tujuh korban tersebut dimasukkan ke dalam sebuah sumur tua di dekat Halim. Pembunuhan ini memusnahkan jenderal senior yang menjadi faksi Yani, sehingga angkatan darat jatuh ke tangan orang-orang yang bersedia menentang Soekarno dan musuh-musuh angkatan darat. Sementara itu sekitar 2000 prajurit dari kelompok kudeta menempati ketiga sisi Medan Merdeka yang menguasai istana kepresidenan, stasiun radio dan pusat telekomunikasi, tetapi tidak menduduki sisi timurnya dimana terletak markas Kostrad. Pada waktu bersamaan terjadi juga perebutan kekuasaan di Yogyakarta, Solo, Wonogiri dan Semarang. Selanjutnya gerakan tersebut mengumumkan berdirinya Dewan Revolusi melalui RRI pada tanggal 1 Oktober 1965. Dewan Revolusi yang dipancarkan melalui siaran RRI tersebut dibacakan oleh Letnan Kolonel Untung dan yang wilayah Yogyakarta di ketuai oleh Mayor Mulyono. Mereka juga melakukan pembunuhan terhadap Kolonel Katamso dan Letnan Kolonel Sugijono di desa Kentungan. B. Epilog Operasi penumpasan G 30 S/PKI dimulai sejak tanggal 1 Oktober 1965 sore hari. Gedung RRI pusat dan Kantor Pusat Telekomunikasi dapat direbut kembali tanpa pertumpahan darah oleh satuan RPKAD di bawah pimpinan Kolonel Sarwo Edhi Wibowo, pasukan Para Kujang/328 Siliwangi, dan dibantu pasukan kavaleri. Setelah diketahui bahwa basis G 30 S/PKI berada di sekitar Halim Perdana Kusuma, sasaran diarahkan ke sana. Pada tanggal 2 Oktober, Halim Perdana Kusuma diserang oleh satuan RPKAD di bawah komando Kolonel Sarwo Edhi Wibowo atas perintah Mayjen Soeharto. Pada pikul 12.00 siang, seluruh tempat itu telah berhasil dikuasai oleh TNI – AD. Pada tanggal 3 Oktober 1965, pasukan RPKAD yang dipimpin oleh Mayor C.I Santoso berhasil menguasai daerah Lubang Buaya. Setelah usaha pencarian perwira TNI – AD dipergiat dan atas petunjuk Kopral Satu Polisi Sukirman yang menjadi tawanan G 30 S/PKI, tetapi berhasil melarikan diri didapat keterangan bahwa para perwira TNI – AD tersebut dibawah ke Lubang Buaya. Karena daerah terebut diselidiki secara intensif, akhirnya pada tanggal 3 Oktober 1965 ditemukan tempat para perwira yang diculik dan dibunuh tersebutsumur tersebut di beri nama Sumur Lubang Buaya. Jenazah para perwira setelah dapat diangkat dari sumur tua tersebut terlihat adanya kerusakan fisik yang sedemikian rupa. Hal inilah yang menjadi saksi bisu bagi bangsa Indonesia betapa kejamnya siksaan yang mereka alami sebelum wafat. Pada tanggal 5 Oktober, jenazah para perwira TNI – AD tersebut dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata yang sebelumnya disemayamkan di Markas Besar Angkatan Darat. Pada tanggal 6 Oktober, dengan surat keputusan pemerintah yang diambil dalam Sidang Kabinet Dwikora, para perwira TNI – AD tersebut ditetapakan sebagai Pahlawan Revolusi . Gerakan 30 September atau yang sering disingkat G 30 S PKI adalah sebuah kejadian yang terjadi pada tanggal 30 September 1965 di mana enam pejabat tinggi militer Indonesia beserta beberapa orang lainnya dibunuh dalam suatu usaha pemberontakan yang disebut sebagai usaha kudeta yang dituduhkan kepada anggota Partai Komunis Indonesia. C. Analisis pendapat peristiwa G 30 S PKI 1. Dalang G 30 S adalah Partai Komunis Indonesia (PKI) PKI sebagai dalang dari peristiwa ini sangat terkkenal didalam pikiran dan hati nurani masyarakat. Hal ini sangat lazim didengatkan di kalangan masyarakat. Pada masa Orde Baru, setiap malam tanggal 30 September, masyarakat di wajibkan menonton film kolosal itu dengan tujuan mengenang para pahlawan Revolusi. Pada tahun 1994, Sekretariat Negara (setneg) mengeluarkan sebuah buku yang menceritakan tentang peristiwa G 30 S secara kronologis dampai kepada penumpusan peristiwa itu. Dan buku itulahh yang dijadikan sebagai sumber sejareah resmi yang diterbitkan negara yang disebut sebagai “buku putih” yang pada saat itu presidennya adalah Soeharto. Menurut buku tersebut, dalam rangka mendeskredit TNI-AD, PKI melancarkan isu dewan jenderal. Isu dewan jenderal itu diciptakan Biro khusus PKI sebagai bahan perang urat saraf untuk membentuk citra buruk terhadap pimpian AD di mata masyarakat. Dikatakann bahwa dewan jenderal terdiri atas sejumlah jenderalk TNI-AD, seperti Jenderal A. H. Nasution, Letjen Achmad Yani, Mayjen S. Parmaan, dan lima jenderal lainnya yang dianggap anti PKI. Sekitar awal tahun 1965, dilancarkann isu bahwa dewan jendral akan merebut kekuasaan dari preesiden Soekarno dengan memanfaatkan pengarahan pasukan dari daerah yang didatangkan dari jakarta dalam peringatan HUT ABRI pada tanggal 5 Oktober 1965. Dan dikuatkan oleh dokumen Gilchrist. Komentarnya yaitu Our local army friend, yang memberi kesan bahwa TNI-AD bekerja sama dengan Inggris yaitu sebagai kekuatan Nekolim. Dr. Subandrio memberikan dokumen tersebut kepada Bung Karno, sehingga pada tanggal 27 Mei 1965, ia mengumpulkan seluruh panglima angkatan di Istana Bogor dengan tujuan klarifikasi yang ditunjukkan untuk Letjen Yani sebagai men/Pangad. Menurut Buku Putih itu, sejak bulan Juli – September 1965, pelatihhan pasukan sukarewlawan dilakukan secara intensif dan massif untuk memperkuat pasukan Dwikora atas instruksi Men/Pangau Oemar Dani. Pelatihan tersebut dipusatkan di Lubang Buaya, Pondok Gede, dengan pimpinan Mayor Udara Sujono sebagai Komandan. Akhir Agustus – akhir September 1965, Biro Khusus Central PKI menggadakan pertemuan dengan hasil dilaporkannnya kepada ketua CC PKI D. N. Aidit. Sesuai dengan keputusan Politbiro CC PKI yang diketuai D. N. Aidit, karena selain dijakarta, kejadian yang sama juga di lakukan di Indonesia. Sementara itu untuk komando dilapangan dikomandai oleh Letkol Untung yang merupakan Dan Yol pengawal Presiden Soekarno. Yang terdiri dari 3 pasukan, yaitu, Pasukan Gatotkacaa, Pasopati, dan Bima Sakti. Gerakan tersebut hanya ditujukan kepada A. H. Nasution, A. Yani, Haryono, Soeprapto, S. Parman, D I Panjaitan, dan Sutojo. Karena gerakah ini di tujukan untuk menggangkap perwira tersebut. Di buku putih di jelaskan ada beberapa perwira yang langsung di bunuh di kediamannya dan sebagian lagi dibawa ke Pondok Gede dan diserahkan kepada komandan gerakkan tersebut, yaitu Lettu Dul Arief . Pada hari selanjutnya, di culiklah pimpinan AD untuk mengkudeta presiden Soekarno karena gerakan ini dicurigai dilakukan oleh PKI. Sehingga Pangkostrad yang pada saat itu di pimpin olehb Mayjen Soeharto berhasil mendapatkan ke,mbali alat vital negara seperti RRI dan Telkom. Sehingga Soeharto mengambil alih untuk memimpin AD menggantikan A. Yani yang ditangkap serta ia menyerrang dengan langsung dan mampu menumpas para pengikut PKI sehingga pasukan OKI melarikan diri ke Pondok Gede . 2. Pelaku G 30 S adalah sebagaian perwira AD dan PKI Menurut Benedich Anderson dan Ruth Mevei, mengatakaan bahwa G 30 S ini merupakan persoalan Internal TNI-AD. Karena beberapa perwira TNI-AD dari Kopdam IV/Diponegorokesal melihat perwira pada saat itu berfoya-foya di Jakarta. Sehingga AURI (Angkatan Udara Republik Indonesia) bergabung dengan PKI untuk melakukan oiperasinya. Namun, hal ini ditentang oleh Harold Crouch dalam The Army andPolitics mengatakan bahwa geraskan ini berasal dari TNI-AD dan PKI bertindak sebagai tangan kedua. Hal ini dilihat karena adanya pengaruh Syam Kamaruzaman dan Bono dari Biro Khusus PKI . 3. Soekarno dalam G 30 S Antoni Dake menerbitkan pengakuan Ajudan Bung Karno (Bambang Widnarko), ia mengatakan bahwa pada tanggal 4 Agustus Presiden memanggil Letkol Untung dan memerintahkannya mengambil tindakan terhadap jendral yang tidak loyal terhadapnya. Sehingga, hal ini dikatakan bahwa Soekarno bekerja sama dengan PKI untuk membuat Indonesia menjadi Negara Komunis . 4. Soeharto dalam G 30 S W. f. Wetheim menulis sebuah artikel yang berjudul “Suharto and The Untung Coup – The Missing Link tahun 1970 yang mengatakan bahwa pada tanggal 1 Oktober 1965. Terjadi pertemuan antara Soeharto dengan Latief dan Letkol Untung. Pada pertemuan itu, Soeharto memahami, mengetahuii, serta ikut dalam peristyiwa itu. Sehingga kekuatan ini lah yang digunakan oleh Soeharto untuk menumpaskan PKI serta merebut kekuasaan dari Presiden Soekarno . 5. Amerika/CIA yang bermasin didalam G 30 S Amerika merasa khawatir dengan keberadaan PKI di Indonesia. Karena pada saat itu, Indonesia menjadi Macan Asia. Jika, Komunis berkembang di Indonesia maka hal itu sangat membuat Amerika merasa tegang, karena jika itu terjadi, maka seluruh Asia Tenggara akan mendapatkan penruh komunis itu. Dan itu lah yang ditakutkan oleh Amerika. Sehingga untuk mengantisipasi hal itu, Amerika membujuk TNI-AD yang pada saat itu dipimpin oleh Mayjen Soeharto untuk mengambil kekuasaan dari Soekarno. Namun, rencana itu diketahui oleh PKI, sehingga PKI mengambil langkah untuk mencegah perebutan kekuasaan Presiden Soekarno oleh TNI-AD dengan menculik 7 Perwira TNI-AD. Sehingga hal ini lah yang dijadikan sebagai akar untuk membubarkan PKI sampai keakar-akarnya . Adapun bukti keterlibatan CIA dalam G 30 S ini adalah berbentuk dokumen, dengan isi: a) Jones berbincang sekitar satu jam sepuluh menit dengan Nasution tentang situasi krusial di Indonesia. Nasution berbicara mengenai ancaman PKI dan tentara siap untuk menghadapi PKI yang menandakan tentara Indonesia anti Komunis (tanggal 6 Maret 1964). b) Hari ini dengan Strict Confidence bahwa tentara sedang memperkembangkan rancangan-rancangan khusus untuk mengambil alih kekuasaan begitu Soekarno tersingkir (tanggal 21 Januari 1965). c) Awal perjuangan memperebutkan menggantika Soekarno sudah jelas, kami yakin bahwa perjuangan awal untuk menggantikannya akan dimenangkan oleh tentara dan para non-Komunis (tanggal 26 Januari 1965). d) Kecemasan Amerika Serikat akan kermungkinan keretakan hubungan AS-RI sebab Soekarno semakin denkat dengan PKI dan AD secara tradisional menjadi lawan PKI (tanggal 18 Maret 1965). e) Mempercayai diplomat Indonesia bahwa Indonesia akan memutuskan hubungan diplomatik dengan AS dalam 3 bulan mendatang serta diikuti dengan pemutusan diberbagai sektor (tanggal 14 Mei 1965). f) 7 pokok situasi setelah pembunuhan para pemimpin tentara (tanggal 8 Oktober 1965) . 6. Dalang G 30 S adalah Syam Kamaruzaman Syam Kamaruzaman menjadi saksi dipengadilan Mahmilub yang mengadili Sekjen PKI, Sudisman pada Juli 1967. Ia mengatakan bahwa ia tidak pernah melihat Syam kamaruzaman sebelumnya di PKI dan menganggap Syam sebagai peranan kunci dalam G 30 S. Syam mengaku bahwa ia adalah petinggi G 30 S PKI dan mengaku sebagai ketua badan rahasia didalam PKI yang disebut dengan Biro Khusus yang bekerja dibawah komando ketua PKI, D N Aidit. Ia mengatakan bahwa Biro Khusus tidak ada hubungannya dengan Politbiro/CC PKI. Ia juga mengklaim bnhwa dirinya yang mengorganisasikan G 30 S yang dipengaruhi oleh Aidit bukan Letnan Kolonel Untung. Karena untuk mengantisipasi kudeta yang dilakukan oleh dewan jendral dengan mobilisasi perwira yang progresif dan pro Soekarno. Disidang itu, ia menyatakan bahwa Polisi Militer telah merampas buku catatan yang ia tulis saat menyiapkan G 30 S . 7. G 30 S didalam catatan Dr. Subandrio Ia mengakui bahwa ketika G 30 S meletus ia tidak berada di Jakarta. Namun, ia mengikuti Study Tour bersama dengan rombongan Laksamana Muda Udara Sri Muljono Herlambang dengan misi mematangkan Kabinet Dwikora. Namun, pada tanggal 2 Oktober 1965 ia mendapat telpon daro Soekarno dann dipinta untuk kembali ke Jakarta, namun ia harus hati-hati kaalau memakai pesawat karena Soekarno khawatir adanya penembakan. Namun, Subandrio tetap memakai pesawat untuk kembali ke Jakarta. Setibanya di jakarta, ia langsung ke Istana Bogor. Namun, ia melihat suasana di Istana sangat berbeda dengan kepergiannya sebelumnya. Ia mendapat laporan bahwa Soekarno telah menjadi tawanan yang sedang di cari oleh Soeharto, tujuh perwira sudah di culik serta dibunuh dan anak buahnya berada di BPI. Pada tanggal 30 September 1965, Soekarno pulang ke Wisma Yaso bersama istrinya, Ratna Sari Dewi. Soekarno mengetahui kejadian yang tidak berse karena ia akan di kudeta. Sementara itu Soeharto berada di RSPAD Gatot Subroto untuk menunggu anaknya Tommy yang m,asuk rum,ah sakit karena tersiram kuah sup. Soeharto dikunnjungi oleh Kolonel Abdul Latief yang menyampaikan bahwa pasukan penangkapan Dewan Jendral sudah siap bergerak serta akan melakukan kudeta . Pada tanggal 1 Oktober 1965, Soeharto kedatangan cameramen TVRI, Hamid yang melaporkan bahwa ia mendengar tembakan diberbagai tempat, Mashuri (tetangganya) melaporkan bahwa ia mendengar banyak tembakan, serta Broto Kusumardjo melaporkan bahwa penculikan atas beberapa pati AD. Serta pada pukul 6 pagi, Letkol Sadjiman atas perintah pak Umar Wirahadikusumah melaporkan bahwa disekitar Monas dan Istana banyak pasukan yang tidak dikenal. Dan ternyata pasukan tersebut merupakan tetantara yang bertugas pada saat konfrontasi malaysia dengan Indonesia dan pasukan tersebut sudah sangat terlatih dari segi taktik dan strategi untuk memberontak . Tujuh jendral tersebut berkumpul di Monas dan ditangkap serta dihabisi. Sebagaian ditembak dirumah pada saat penangkapan dan sebagiannya lagi di bunuh di Lubang Buaya, Pondok Gede. Sehinngga kawasan tersebut mrnjadi tempat berkumpulnya para tokoh nasional sekaligus sebagai tempat pembantaian para jendral. Di tempat tersebut ada Presiden Soekarno, Ketua MPRS D N Aidit dan Oemar Dhani. Pada malam harinya, Soekarno mengaku bahwa ia berada dirumah bersama isrtinya, namun mendengarkan penangkapan 7 jendral sehingga ia harus ke Pondok gede , namun didekat Istana Bogor terdapat blokade jalan yang tidak diketahui oleh ajudannya, Parto. Sehingga, Parto memuitar alihkan mobil menuju Halim, namun disana Presiden bertemu dengan Oemar Dhani, Dhani menceretikakan bahwa pada malam harinya Aidit juga datang ke Halim. Namun, berita yang disampaikan oleh istri Aidit membuat binggung Dhani karena istri Aidit menyatakan bahwa suaminya ditangkap oleh tentara yang berbaju lengkap dan di bawa ke Halim. Soeharto memerintahkan agar Letkol Untung dan kawan-kawan segera di tangkap. Namun, Untung merasa bingung dengan pernyataan tersebut, karena ia sudah menyampaikan soal Dewan Jendral yang akan melakukan kudeta dan menyampaikan gagasan bahwa akan mendahului gerakan Dewan jenderal dengan cara menangkap mereka. Bahkan pernyataan itu di setujui oleh Soeharto. Soeharto juga memanggil salah satu ajudan Presiden yaitu Bambang Widjanarko yang pada saat itu berada di Halim untuk menghadap kepadanya di makostrat. Ia memberitahu agar Presiden Soekarno untuk dibawa pergi dari Halimkarena pasukan dari Kostrat yang dipimpin oleh Sarwo Edhi sudah disiapkan untuk menyerbu Halim. Sehingga Soekarno kembali ke Istana Bogor dengan menggunakan jalan dfarat yang di susulkan oleh Leimena. Setelah meninggalkan Halim, datanglah pasukan Kostrat yang menyerbu pasukan penangkap dan pembunuh para jenderal . 8. G 30 S dalam catatan Mayjen Pronoto Reksosamodro Pada tanggal 1 Oktober 1965, pukul 06.00 datanglah Brigjen Dr. Amino yang membneritahukan tentang penculikan Letjen A. Yani besserta jendral lainnya. Sya berangkat ke dinas MBAD dengan pakaian dinas lapangan. Setiba disana, langsung mengadakan rapat darurat dan menyimpulkan bahwa Letjen A. Yani beserta 5 orang jendralnya telah diculik oleh pasukan penculik. Sehingga rapat menunjukkan Mayjen Soeharto agar bersedia mengisi pimpinan AD. Pada pukul 09.00 ia menerima laporan bahwa salah seorang pamen dari MBAD yang mengatakan bahwa menurut siaran radio RRI saya ditunjuk oleh presiden sebagai Pangad. Sehingga, pada hari itu juga ia mendapat banyak laporan tentang utusan dari Presiden, yaitu Letkol Inf. Ali Ebram, Brigjen TNI Soetardio, dan Kolonel KKO Bambang Widjarnaka. Pada tanggal yang sama, ia dipanggil oleh Jendral Nasution di markas KOSTRAD untuk menghadiri rapat yang juga di hadiri oleh Mayjen Soeharto, Mayjen Moersyid, Mayjen Satari dan Brogjen Oemar Wirahadikusumah. Pada tanggal 2 Oktober, menjelang wawancara pers Mayjen Soeharto dan saya mendapat panggilan dari Presiden dan di Istaana Bogor diadakan pula rapat yang dihadiri oleh Dr. Leimena, Chairul Saleh, Martadinata, Oemar Dhani, Cipto Yudodihardjo, Moersyid dan M. Yusuf. Sehingga apad tanggal 4 Oktober, Soeharto diangkat menjadi KSAD dengan membentuk sussunan staf yang baru. Namu, pada tanggal 16 Februari 1966, perintah dari Soeharto saya di tahan di blok P Kebayoran Baru, Jakarta dan dituduh terlibat dalam G 30 S. Selama saya di tahan, ia belum pernah mengalami pemeriksaan melalui proses dan pembuatan acara yang resmi, namun hanya menjalani interogasi secara lisan yang dilakukan oleh tim pemeriksa dari TEPERPU pada tahun 1970 dan setelah itu ia tidak pernah diinterogasikan sampai kebebasan pada tanggal 16 Februari 1981 . 9. G 30 S versi Ratnasari Dewi Soekarno Sebelum tanggal 30 September 1965, Soekarno memanggil Jendral A. Yani untuk menyakan tentang adanya Dewan Jendral yang hendak melakukan kudeta dan membunuhnya. Saat itu, A. Yani menyatakan bahwa dirinya sudah tahu tentang hal itu, dan nama-nama para jendral sudah ada di tangannya. Sebetulnya tidak ada yang memberitahu pasukan Cakrabirawa (pasukan pengawal presiden) tentang rencana makar terhadap panglima revolusi ini. Tapi entah kenapa pantolan Cakra seperti Letkol Untung, Kolonel Latief dan supardjo sudah mengetahui hal ini. Untuk menghindari hal yang buruk, Latief menemui Soeharto di RSPAD dan membicarakan tentang rencana Dewan Jendral. Diungkapkan kekhawatiran terhadap keselamatan BK dan anggotanya serta rencana mengintrogasi anggota dewan jendral. Namun Soeharto membiarkan pasukan Cakra untuk bertindak. Untuk menginterogasi para jendral itu, maka Letkol Untung memerintah Jendral ini untuk menhadap BK dan sama sekali tidak ada rencana untuk membunuh mereka. Namun, karena maereka masih muda dan kerap mengeluarkan kata kasar sehingga A. Yani menampar seorang prajurit dan A. Yani itu langsung di tembak di tempat. Dan yang melakukan hal itu bukan lah PKI melainkan orang-orang Militer. Usai kejadian ini, Soeharto langsung menyatakan bahwa pelakunya adalah PKI yang di utarakan melalui RRI sehingga membentuk opini masyarakat tentang jahatnya PKI. Sehingga pada Hut TNI-AD Soeharto sudah berhasil menguasai TNI. Tentang jatuhnya BK ini ada keterlibatan CIA yang dibuktikan melalui dokumen yang dikirimkan dari Amerika ke jakarta. Dokumen terakhir sudat dari BK untuk Dewi yang menyatakan bahwa ia tidak boleh dijenguk oleh anak dan istrinya. Sehingga sewaktu menjenguk, kondirinya sangat menganaskan dan meninggal. Dan pernyataan daro dokter di AS dan Prancis bahwa BK di beri obat Over Dosis . III Penutup Kesimpulan Gerakan 30 September atau yang sering disingkat G 30 S PKI adalah sebuah kejadian yang terjadi pada tanggal 30 September 1965 di mana enam pejabat tinggi militer Indonesia beserta beberapa orang lainnya dibunuh dalam suatu usaha pemberontakan yang disebut sebagai usaha kudeta yang dituduhkan kepada anggota Partai Komunis Indonesia. Dan hal ini terjadi ketika pada masa Orde Baru yang dipimpin oleh Soeharto. Namun, setelah lemngsernya Soeharto dari posisinya, dan Indonesia memasuki Era Demokrasi. Sehingga banyak bukti baru yang ditemukan bahwa Soeharto dan CIA lah yang sangat terlibat dalam kejadian G 30 S. Namun, karena pintarnya propoganda yang dilakukan oleh Soeharto sehingga masyarakat Indonesia sudah di butakan oleh Soeharto selama masa Orde Baru. Namun, tidak dapat dipungkiri jika terdapat bukti lainnya. Untuk itulah maka kita harus menganalisis bagai mana peristiwa Gerakan 30 September yang sebenarnya. Sehingga tidak akan adak ada lagi kebohongan sejarah di temukan dan semua kontroversi sejarah Iondonesia dapat terungkap dengan nyata. Daftar Bacaan Herman Dwi Sucipto. 2013. Kontroversi G 30 S: Antara Fakta dan Rekayasa. Jogjakarta: PALAPA. Manai Sophiaan. 2008. Kehormatan Bagi yang Berhak: Bung Karno tidak Terlibat G 30 S PKI. Jakarta: Transmedia Pustaka. Marwati Djoened Poeponegoro dan Nugroho Notosusanto. 1975. Sejarah Nasional Jilid VI: Zaman Jepang dan Zaman Republik Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. M. C. Ricklefs. 2006. Sejarah Indonesia Modern : 1200 – 2008. Yogyakarta : Gadjah Mada University. Pemusuk Eneste. 1995. Buku Pintar Penyunting Naskah: Edisi Kedua. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Slameto Sutrisno. 2006. Kontroversi dan Dekonstruksi Sejarah. Yogyakarta: Media Pressindo. Surya lesmana. 2005. Saksi dan Pelaku Gestapu: Pengakuan Para Saksi dan Pelaku Sejarah Gerakan 30 September 1965. Tanggerang: Media Pressindo.

analisis peristiwa G 30 S

I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era "Demokrasi Terpimpin", kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan kaum burjuis nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan petani, gagal memecahkan masalah-masalah politis dan ekonomi yang mendesak. Pendapatan ekspor menurun, foreign reserves menurun, inflasi terus menaik dan korupsi birokrat dan militer menjadi wabah. PKI telah menguasai banyak dari organisasi massa yang dibentuk Soekarno untuk memperkuat dukungan untuk rezim Demokrasi Terpimpin dan, dengan persetujuan dari Soekarno, memulai kampanye untuk membentuk "Angkatan Kelima" dengan mempersenjatai pendukungnya. Dari tahun 1963, Pemimpin-pemimpin PKI mementingkan "kepentingan bersama" polisi dan rakyat. Pemimpin PKI DN Aidit mengilhami slogan "Untuk Ketentraman Umum Bantu Polisi". Di bulan Agustus 1964, Aidit menganjurkan semua anggota PKI membersihkan diri dari "sikap-sikap sektarian" kepada angkatan bersenjata. Di akhir 1964 dan permulaan 1965 ratusan ribu petani bergerak merampas tanah dari para tuan tanah besar. Bentrokan-bentrokan besar terjadi antara mereka dan polisi dan para pemilik tanah. Untuk mencegah berkembangnya konfrontasi revolusioner itu, PKI mengimbau semua pendukungnya untuk mencegah pertentangan menggunakan kekerasan terhadap para pemilik tanah dan untuk meningkatkan kerjasama dengan unsur-unsur lain, termasuk angkatan bersenjata. Pada permulaan 1965, para buruh mulai menyita perusahaan-perusahaan karet dan minyak milik AS. Kepemimpinan PKI menjawab ini dengan memasuki pemerintahan dengan resmi. Rejim Sukarno mengambil langkah terhadap para pekerja dengan melarang aksi-aksi mogok di industri. Kepemimpinan PKI tidak berkeberatan karena industri menurut mereka adalah milik pemerintahan NASAKOM. PKI mengetahui dengan jelas persiapan-persiapan untuk pembentukan rejim militer, menyatakan keperluan untuk pendirian "angkatan kelima" di dalam angkatan bersenjata, yang terdiri dari pekerja dan petani yang bersenjata. Bukannya memperjuangkan mobilisasi massa yang berdiri sendiri untuk melawan ancaman militer yang sedang berkembang itu, kepemimpinan PKI malah berusaha untuk membatasi pergerakan massa yang makin mendalam ini dalam batas-batas hukum kapitalis negara. Mereka, depan jendral-jendral militer, berusaha menenangkan bahwa usul PKI akan memperkuat negara. Sehingga penulis membuat laporan tentang Gerakan G 30 September karena penulis ingin melihat bagaimana Gerakan G 30 September yang sebenarnya dan siapa dalang dari peristiwa tersebut yang sebenarnya. B. Batasan Masalah Jika dilihat pada latar belakang masalah diatas, maka kajian ini dibatasi untuk membahas tentang Gerakan 30 September 1965. C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas diperoleh rumusan masalah sebagai berikut : 1. Prolog 2. Epilog 3. Analisis pendapat tentang peristiwa Gerakan 30 September 1965, II Gerakan 30 September serta Analisis Kebenarannya A. Prolog Semenjak D. N. Aidit terpilih menjadi ketua PKI pada tahun 1951, ia dengan cepat membangun kembali PKI yang hancur ketika terjadi kegagalan pemberontakan PKI pada tahun 1948 di Madiun. Usahanya tersebut berhasil menempatkan PKI sebagai salah satu pemenang pemilu pertama pada tahun 1955, disamping PNI, Masyumi, dan NU. Dalam melancarkan aksinya dalam pemerintahan, PKI juga membentuk biro khusus yang secara rahasia bertugas menyiapkan kader-kader di berbagai organisasi politik, termasuk dalam tubuh ABRI. PKI juga berusaha mempengaruhi Presiden Soekarno untuk menyingkirkan dan melenyapkan lawan-lawan politiknya. Ketika Indonesia keluar dari PBB setelah Malaysia diberi kedudukan sebagai anggota tidak tetap dalam Dewan Keamanan, diresmikan lah Persekutuan Jakarta dengan Beijing pada bulan Januari 1965. Hal ini semakin meningkatkan pengucilan diplomatik Indonesia dari negara-negara Asia Afrika lainnya. Kemudian Subandrio mengadakan kunjungan ke China untuk memperkokoh persahabatan tersebut. Dalam kunjungannya tersebut, Zhou Enlai menawarkan perenjataan untuk mempersenjatai milisi rakyat, satu-satunya bentuk kekuatan militer yang dapat diorganisasi oleh PKI. Pada saat itu Aidit mengusulkan kepada Presiden Soekarno untuk membentuk “ angkatan kelima “, yang terdiri dari kaum buruh dan tani yang dipersenjatai, untuk ditambahkan pada angkatan laut, angkatan darat, angkatan kepolisian, dan angkatan udara yang sudah ada, serta diangkatnya para penasihat Nasakom ( yaitu kader-kader PKI ) pada satuan-satuan angkatan bersenjata yang ada. Usulan-usulan tersebut ditolak oleh angkatan darat. Subandrio juga mengancam pihak militer dengan cara harus disingkirkan. Delegasi-delegasi China berkali-kali berkunjung ke Indonesia untuk mendesak supaya “ angkatan kelima “, tetapi pihak angkatan darat bergerak lamban. Apalagi Soekarno tidak memerintahkan pembentukan “ angkatan kelima “ itu, yang merupakan bukti kepada orang-orang yang berpendapat bahwa Presiden tidak bermaksud membantu PKI dalam mendapatkan kekuasaan, tetapi hanya berusaha menekan pimpinan angkatan darat. Pada bulan Mei, atmosfer persekongkolan semakin bertambah panas dan terbongkarnya rahasia sebuah telegram yang dikirim ke London oleh Dubes Inggris di Jakarta yang dalam pandangan Soekarno memperkuat adanya komplotan-komplotan angkatan darat- Inggris yang menentang pemerintahan. Usulan pembentukan “ angkatan kelima “ masih bergulir. Nasution dan Yani ingin semua rakyat yang dipersenjatai, bukan hanya kaum buruh dan petani saja, dan juga menginginkan “ angkatan kelima “ tersebut dikendalikan oleh angkatan darat.Omar Dhani lah yang bertindak memberi substansi terhadap angkatan kelima. Pada tanggal 5 Juli, angkatan udara mulai memberikan latihan dan kursus kepada orang-orang sipil dan organisasi-organisasi massa PKI. Pada tahun 1965 tersebut, kondisi kesehatan Presiden Soekarno sudah mulai menurun dan banyak orang memprediksi Soekarno akan meninggal. Agustus 1965, Soekarno mendadak muntah-muntah dan tidak sadarkan diri ketika menerima suatu delegasi. Para politisi sudah berfikiran bahwa Presiden akan segera meninggal, oleh karena itu Aidit bergegas pulang dari China untuk menyemangati suatu kelompok perwira angkatan darat yang “ progresif “ yang sedang bersiap-siap untuk bertindak terhadap pimpinan tertinggi angkatan darat. Dalam pidato Presiden pada 17 Agustus 1965, Soekarno mengumumkan poros Jakarta-Phnompenh-Hanoi-Beijing-Pyongyang yang anti imperialis, menyatakan bahwa rakyat akan dipersenjatai, mengisyaratkan bahwa para jenderal angkatan darat sedang mencoba merintanginya dalam hal ini, dan menjanjikan akan diambilnya suatu keputusan dengan segera. Pada tanggal 16-19 September 1965, Omar Dhani pergi ke China atas perintah Soekarno untuk membicarakan persenjataan tanpa adanya pemberitahuan kepada Nasution yang menjabat sebagai Menteri Pertahanan. Pada tanggal 27 September 1965, Ahmad Yani akhirnya mengumumkan bahwa angkatan darat menentang pembentukan “ angkatan kelima “ atau nasakomisasi militer dalam artian struktural. Kemudian PKI menghembuskan isu bahwa angkatan darat akan melakukan kudeta kepada Presiden Soekarno pada saat hari ABRI tanggal 5 Oktober 1965. Dugaan terjadinya kudeta yang akan dilakukan oleh angkatan darat tersebut semakin santir karena puluhan ribu tentara angkatan darat sudah berada di Jakarta dalam rangka memperingati Hari ABRI pada tanggal 5 Oktober. Pada tanggal 30 September 1965 malam itu, satu batalyon pengawal istana yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Untung, satu batalyon dari Divisi Diponegoro, satu batalyon dari Divisi Brawijaya dan orang-orang sipil dari Pemuda Rakyat PKI meninggalkan panngkalan udara Halim. Mereka menculik Jenderal A. H. Nasution, Letnan Jenderal Ahmad Yani, Mayor Jenderal S. Parman, Mayor Jenderal R. Soeprapto, Mayor Jenderal Haryono M. T, Brigadir Jenderal D. I Panjaitan, dan Brigadir Jenderal Soetojo Siswomihardjo dari rumah-rumah mereka di Jakarta. Pemimpin usaha tersebut termasuk Brigjen Supardjo dan Divisi Siliwangi dan Kepala Intelijen Divisi Diponegoro. Untung tampaknya hanya menjadi pion. Mereka mendapat dukungan dari Omar Dhani, yang telah memberikan pangkalan Halim sebagai markas besar mereka. Yani dan dua orang lainnya dibunuh di rumah mereka karena melawan ketika ditangkap. Nasution berhasil meloloskan diri dan lari ke tempat persembunyian, tetapi putrinya dan ajudannya yaitu Letnan Satu Pierre Andreas Tandean. Ke tujuh korban tersebut dimasukkan ke dalam sebuah sumur tua di dekat Halim. Pembunuhan ini memusnahkan jenderal senior yang menjadi faksi Yani, sehingga angkatan darat jatuh ke tangan orang-orang yang bersedia menentang Soekarno dan musuh-musuh angkatan darat. Sementara itu sekitar 2000 prajurit dari kelompok kudeta menempati ketiga sisi Medan Merdeka yang menguasai istana kepresidenan, stasiun radio dan pusat telekomunikasi, tetapi tidak menduduki sisi timurnya dimana terletak markas Kostrad. Pada waktu bersamaan terjadi juga perebutan kekuasaan di Yogyakarta, Solo, Wonogiri dan Semarang. Selanjutnya gerakan tersebut mengumumkan berdirinya Dewan Revolusi melalui RRI pada tanggal 1 Oktober 1965. Dewan Revolusi yang dipancarkan melalui siaran RRI tersebut dibacakan oleh Letnan Kolonel Untung dan yang wilayah Yogyakarta di ketuai oleh Mayor Mulyono. Mereka juga melakukan pembunuhan terhadap Kolonel Katamso dan Letnan Kolonel Sugijono di desa Kentungan. B. Epilog Operasi penumpasan G 30 S/PKI dimulai sejak tanggal 1 Oktober 1965 sore hari. Gedung RRI pusat dan Kantor Pusat Telekomunikasi dapat direbut kembali tanpa pertumpahan darah oleh satuan RPKAD di bawah pimpinan Kolonel Sarwo Edhi Wibowo, pasukan Para Kujang/328 Siliwangi, dan dibantu pasukan kavaleri. Setelah diketahui bahwa basis G 30 S/PKI berada di sekitar Halim Perdana Kusuma, sasaran diarahkan ke sana. Pada tanggal 2 Oktober, Halim Perdana Kusuma diserang oleh satuan RPKAD di bawah komando Kolonel Sarwo Edhi Wibowo atas perintah Mayjen Soeharto. Pada pikul 12.00 siang, seluruh tempat itu telah berhasil dikuasai oleh TNI – AD. Pada tanggal 3 Oktober 1965, pasukan RPKAD yang dipimpin oleh Mayor C.I Santoso berhasil menguasai daerah Lubang Buaya. Setelah usaha pencarian perwira TNI – AD dipergiat dan atas petunjuk Kopral Satu Polisi Sukirman yang menjadi tawanan G 30 S/PKI, tetapi berhasil melarikan diri didapat keterangan bahwa para perwira TNI – AD tersebut dibawah ke Lubang Buaya. Karena daerah terebut diselidiki secara intensif, akhirnya pada tanggal 3 Oktober 1965 ditemukan tempat para perwira yang diculik dan dibunuh tersebutsumur tersebut di beri nama Sumur Lubang Buaya. Jenazah para perwira setelah dapat diangkat dari sumur tua tersebut terlihat adanya kerusakan fisik yang sedemikian rupa. Hal inilah yang menjadi saksi bisu bagi bangsa Indonesia betapa kejamnya siksaan yang mereka alami sebelum wafat. Pada tanggal 5 Oktober, jenazah para perwira TNI – AD tersebut dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata yang sebelumnya disemayamkan di Markas Besar Angkatan Darat. Pada tanggal 6 Oktober, dengan surat keputusan pemerintah yang diambil dalam Sidang Kabinet Dwikora, para perwira TNI – AD tersebut ditetapakan sebagai Pahlawan Revolusi . Gerakan 30 September atau yang sering disingkat G 30 S PKI adalah sebuah kejadian yang terjadi pada tanggal 30 September 1965 di mana enam pejabat tinggi militer Indonesia beserta beberapa orang lainnya dibunuh dalam suatu usaha pemberontakan yang disebut sebagai usaha kudeta yang dituduhkan kepada anggota Partai Komunis Indonesia. C. Analisis pendapat peristiwa G 30 S PKI 1. Dalang G 30 S adalah Partai Komunis Indonesia (PKI) PKI sebagai dalang dari peristiwa ini sangat terkkenal didalam pikiran dan hati nurani masyarakat. Hal ini sangat lazim didengatkan di kalangan masyarakat. Pada masa Orde Baru, setiap malam tanggal 30 September, masyarakat di wajibkan menonton film kolosal itu dengan tujuan mengenang para pahlawan Revolusi. Pada tahun 1994, Sekretariat Negara (setneg) mengeluarkan sebuah buku yang menceritakan tentang peristiwa G 30 S secara kronologis dampai kepada penumpusan peristiwa itu. Dan buku itulahh yang dijadikan sebagai sumber sejareah resmi yang diterbitkan negara yang disebut sebagai “buku putih” yang pada saat itu presidennya adalah Soeharto. Menurut buku tersebut, dalam rangka mendeskredit TNI-AD, PKI melancarkan isu dewan jenderal. Isu dewan jenderal itu diciptakan Biro khusus PKI sebagai bahan perang urat saraf untuk membentuk citra buruk terhadap pimpian AD di mata masyarakat. Dikatakann bahwa dewan jenderal terdiri atas sejumlah jenderalk TNI-AD, seperti Jenderal A. H. Nasution, Letjen Achmad Yani, Mayjen S. Parmaan, dan lima jenderal lainnya yang dianggap anti PKI. Sekitar awal tahun 1965, dilancarkann isu bahwa dewan jendral akan merebut kekuasaan dari preesiden Soekarno dengan memanfaatkan pengarahan pasukan dari daerah yang didatangkan dari jakarta dalam peringatan HUT ABRI pada tanggal 5 Oktober 1965. Dan dikuatkan oleh dokumen Gilchrist. Komentarnya yaitu Our local army friend, yang memberi kesan bahwa TNI-AD bekerja sama dengan Inggris yaitu sebagai kekuatan Nekolim. Dr. Subandrio memberikan dokumen tersebut kepada Bung Karno, sehingga pada tanggal 27 Mei 1965, ia mengumpulkan seluruh panglima angkatan di Istana Bogor dengan tujuan klarifikasi yang ditunjukkan untuk Letjen Yani sebagai men/Pangad. Menurut Buku Putih itu, sejak bulan Juli – September 1965, pelatihhan pasukan sukarewlawan dilakukan secara intensif dan massif untuk memperkuat pasukan Dwikora atas instruksi Men/Pangau Oemar Dani. Pelatihan tersebut dipusatkan di Lubang Buaya, Pondok Gede, dengan pimpinan Mayor Udara Sujono sebagai Komandan. Akhir Agustus – akhir September 1965, Biro Khusus Central PKI menggadakan pertemuan dengan hasil dilaporkannnya kepada ketua CC PKI D. N. Aidit. Sesuai dengan keputusan Politbiro CC PKI yang diketuai D. N. Aidit, karena selain dijakarta, kejadian yang sama juga di lakukan di Indonesia. Sementara itu untuk komando dilapangan dikomandai oleh Letkol Untung yang merupakan Dan Yol pengawal Presiden Soekarno. Yang terdiri dari 3 pasukan, yaitu, Pasukan Gatotkacaa, Pasopati, dan Bima Sakti. Gerakan tersebut hanya ditujukan kepada A. H. Nasution, A. Yani, Haryono, Soeprapto, S. Parman, D I Panjaitan, dan Sutojo. Karena gerakah ini di tujukan untuk menggangkap perwira tersebut. Di buku putih di jelaskan ada beberapa perwira yang langsung di bunuh di kediamannya dan sebagian lagi dibawa ke Pondok Gede dan diserahkan kepada komandan gerakkan tersebut, yaitu Lettu Dul Arief . Pada hari selanjutnya, di culiklah pimpinan AD untuk mengkudeta presiden Soekarno karena gerakan ini dicurigai dilakukan oleh PKI. Sehingga Pangkostrad yang pada saat itu di pimpin olehb Mayjen Soeharto berhasil mendapatkan ke,mbali alat vital negara seperti RRI dan Telkom. Sehingga Soeharto mengambil alih untuk memimpin AD menggantikan A. Yani yang ditangkap serta ia menyerrang dengan langsung dan mampu menumpas para pengikut PKI sehingga pasukan OKI melarikan diri ke Pondok Gede . 2. Pelaku G 30 S adalah sebagaian perwira AD dan PKI Menurut Benedich Anderson dan Ruth Mevei, mengatakaan bahwa G 30 S ini merupakan persoalan Internal TNI-AD. Karena beberapa perwira TNI-AD dari Kopdam IV/Diponegorokesal melihat perwira pada saat itu berfoya-foya di Jakarta. Sehingga AURI (Angkatan Udara Republik Indonesia) bergabung dengan PKI untuk melakukan oiperasinya. Namun, hal ini ditentang oleh Harold Crouch dalam The Army andPolitics mengatakan bahwa geraskan ini berasal dari TNI-AD dan PKI bertindak sebagai tangan kedua. Hal ini dilihat karena adanya pengaruh Syam Kamaruzaman dan Bono dari Biro Khusus PKI . 3. Soekarno dalam G 30 S Antoni Dake menerbitkan pengakuan Ajudan Bung Karno (Bambang Widnarko), ia mengatakan bahwa pada tanggal 4 Agustus Presiden memanggil Letkol Untung dan memerintahkannya mengambil tindakan terhadap jendral yang tidak loyal terhadapnya. Sehingga, hal ini dikatakan bahwa Soekarno bekerja sama dengan PKI untuk membuat Indonesia menjadi Negara Komunis . 4. Soeharto dalam G 30 S W. f. Wetheim menulis sebuah artikel yang berjudul “Suharto and The Untung Coup – The Missing Link tahun 1970 yang mengatakan bahwa pada tanggal 1 Oktober 1965. Terjadi pertemuan antara Soeharto dengan Latief dan Letkol Untung. Pada pertemuan itu, Soeharto memahami, mengetahuii, serta ikut dalam peristyiwa itu. Sehingga kekuatan ini lah yang digunakan oleh Soeharto untuk menumpaskan PKI serta merebut kekuasaan dari Presiden Soekarno . 5. Amerika/CIA yang bermasin didalam G 30 S Amerika merasa khawatir dengan keberadaan PKI di Indonesia. Karena pada saat itu, Indonesia menjadi Macan Asia. Jika, Komunis berkembang di Indonesia maka hal itu sangat membuat Amerika merasa tegang, karena jika itu terjadi, maka seluruh Asia Tenggara akan mendapatkan penruh komunis itu. Dan itu lah yang ditakutkan oleh Amerika. Sehingga untuk mengantisipasi hal itu, Amerika membujuk TNI-AD yang pada saat itu dipimpin oleh Mayjen Soeharto untuk mengambil kekuasaan dari Soekarno. Namun, rencana itu diketahui oleh PKI, sehingga PKI mengambil langkah untuk mencegah perebutan kekuasaan Presiden Soekarno oleh TNI-AD dengan menculik 7 Perwira TNI-AD. Sehingga hal ini lah yang dijadikan sebagai akar untuk membubarkan PKI sampai keakar-akarnya . Adapun bukti keterlibatan CIA dalam G 30 S ini adalah berbentuk dokumen, dengan isi: a) Jones berbincang sekitar satu jam sepuluh menit dengan Nasution tentang situasi krusial di Indonesia. Nasution berbicara mengenai ancaman PKI dan tentara siap untuk menghadapi PKI yang menandakan tentara Indonesia anti Komunis (tanggal 6 Maret 1964). b) Hari ini dengan Strict Confidence bahwa tentara sedang memperkembangkan rancangan-rancangan khusus untuk mengambil alih kekuasaan begitu Soekarno tersingkir (tanggal 21 Januari 1965). c) Awal perjuangan memperebutkan menggantika Soekarno sudah jelas, kami yakin bahwa perjuangan awal untuk menggantikannya akan dimenangkan oleh tentara dan para non-Komunis (tanggal 26 Januari 1965). d) Kecemasan Amerika Serikat akan kermungkinan keretakan hubungan AS-RI sebab Soekarno semakin denkat dengan PKI dan AD secara tradisional menjadi lawan PKI (tanggal 18 Maret 1965). e) Mempercayai diplomat Indonesia bahwa Indonesia akan memutuskan hubungan diplomatik dengan AS dalam 3 bulan mendatang serta diikuti dengan pemutusan diberbagai sektor (tanggal 14 Mei 1965). f) 7 pokok situasi setelah pembunuhan para pemimpin tentara (tanggal 8 Oktober 1965) . 6. Dalang G 30 S adalah Syam Kamaruzaman Syam Kamaruzaman menjadi saksi dipengadilan Mahmilub yang mengadili Sekjen PKI, Sudisman pada Juli 1967. Ia mengatakan bahwa ia tidak pernah melihat Syam kamaruzaman sebelumnya di PKI dan menganggap Syam sebagai peranan kunci dalam G 30 S. Syam mengaku bahwa ia adalah petinggi G 30 S PKI dan mengaku sebagai ketua badan rahasia didalam PKI yang disebut dengan Biro Khusus yang bekerja dibawah komando ketua PKI, D N Aidit. Ia mengatakan bahwa Biro Khusus tidak ada hubungannya dengan Politbiro/CC PKI. Ia juga mengklaim bnhwa dirinya yang mengorganisasikan G 30 S yang dipengaruhi oleh Aidit bukan Letnan Kolonel Untung. Karena untuk mengantisipasi kudeta yang dilakukan oleh dewan jendral dengan mobilisasi perwira yang progresif dan pro Soekarno. Disidang itu, ia menyatakan bahwa Polisi Militer telah merampas buku catatan yang ia tulis saat menyiapkan G 30 S . 7. G 30 S didalam catatan Dr. Subandrio Ia mengakui bahwa ketika G 30 S meletus ia tidak berada di Jakarta. Namun, ia mengikuti Study Tour bersama dengan rombongan Laksamana Muda Udara Sri Muljono Herlambang dengan misi mematangkan Kabinet Dwikora. Namun, pada tanggal 2 Oktober 1965 ia mendapat telpon daro Soekarno dann dipinta untuk kembali ke Jakarta, namun ia harus hati-hati kaalau memakai pesawat karena Soekarno khawatir adanya penembakan. Namun, Subandrio tetap memakai pesawat untuk kembali ke Jakarta. Setibanya di jakarta, ia langsung ke Istana Bogor. Namun, ia melihat suasana di Istana sangat berbeda dengan kepergiannya sebelumnya. Ia mendapat laporan bahwa Soekarno telah menjadi tawanan yang sedang di cari oleh Soeharto, tujuh perwira sudah di culik serta dibunuh dan anak buahnya berada di BPI. Pada tanggal 30 September 1965, Soekarno pulang ke Wisma Yaso bersama istrinya, Ratna Sari Dewi. Soekarno mengetahui kejadian yang tidak berse karena ia akan di kudeta. Sementara itu Soeharto berada di RSPAD Gatot Subroto untuk menunggu anaknya Tommy yang m,asuk rum,ah sakit karena tersiram kuah sup. Soeharto dikunnjungi oleh Kolonel Abdul Latief yang menyampaikan bahwa pasukan penangkapan Dewan Jendral sudah siap bergerak serta akan melakukan kudeta . Pada tanggal 1 Oktober 1965, Soeharto kedatangan cameramen TVRI, Hamid yang melaporkan bahwa ia mendengar tembakan diberbagai tempat, Mashuri (tetangganya) melaporkan bahwa ia mendengar banyak tembakan, serta Broto Kusumardjo melaporkan bahwa penculikan atas beberapa pati AD. Serta pada pukul 6 pagi, Letkol Sadjiman atas perintah pak Umar Wirahadikusumah melaporkan bahwa disekitar Monas dan Istana banyak pasukan yang tidak dikenal. Dan ternyata pasukan tersebut merupakan tetantara yang bertugas pada saat konfrontasi malaysia dengan Indonesia dan pasukan tersebut sudah sangat terlatih dari segi taktik dan strategi untuk memberontak . Tujuh jendral tersebut berkumpul di Monas dan ditangkap serta dihabisi. Sebagaian ditembak dirumah pada saat penangkapan dan sebagiannya lagi di bunuh di Lubang Buaya, Pondok Gede. Sehinngga kawasan tersebut mrnjadi tempat berkumpulnya para tokoh nasional sekaligus sebagai tempat pembantaian para jendral. Di tempat tersebut ada Presiden Soekarno, Ketua MPRS D N Aidit dan Oemar Dhani. Pada malam harinya, Soekarno mengaku bahwa ia berada dirumah bersama isrtinya, namun mendengarkan penangkapan 7 jendral sehingga ia harus ke Pondok gede , namun didekat Istana Bogor terdapat blokade jalan yang tidak diketahui oleh ajudannya, Parto. Sehingga, Parto memuitar alihkan mobil menuju Halim, namun disana Presiden bertemu dengan Oemar Dhani, Dhani menceretikakan bahwa pada malam harinya Aidit juga datang ke Halim. Namun, berita yang disampaikan oleh istri Aidit membuat binggung Dhani karena istri Aidit menyatakan bahwa suaminya ditangkap oleh tentara yang berbaju lengkap dan di bawa ke Halim. Soeharto memerintahkan agar Letkol Untung dan kawan-kawan segera di tangkap. Namun, Untung merasa bingung dengan pernyataan tersebut, karena ia sudah menyampaikan soal Dewan Jendral yang akan melakukan kudeta dan menyampaikan gagasan bahwa akan mendahului gerakan Dewan jenderal dengan cara menangkap mereka. Bahkan pernyataan itu di setujui oleh Soeharto. Soeharto juga memanggil salah satu ajudan Presiden yaitu Bambang Widjanarko yang pada saat itu berada di Halim untuk menghadap kepadanya di makostrat. Ia memberitahu agar Presiden Soekarno untuk dibawa pergi dari Halimkarena pasukan dari Kostrat yang dipimpin oleh Sarwo Edhi sudah disiapkan untuk menyerbu Halim. Sehingga Soekarno kembali ke Istana Bogor dengan menggunakan jalan dfarat yang di susulkan oleh Leimena. Setelah meninggalkan Halim, datanglah pasukan Kostrat yang menyerbu pasukan penangkap dan pembunuh para jenderal . 8. G 30 S dalam catatan Mayjen Pronoto Reksosamodro Pada tanggal 1 Oktober 1965, pukul 06.00 datanglah Brigjen Dr. Amino yang membneritahukan tentang penculikan Letjen A. Yani besserta jendral lainnya. Sya berangkat ke dinas MBAD dengan pakaian dinas lapangan. Setiba disana, langsung mengadakan rapat darurat dan menyimpulkan bahwa Letjen A. Yani beserta 5 orang jendralnya telah diculik oleh pasukan penculik. Sehingga rapat menunjukkan Mayjen Soeharto agar bersedia mengisi pimpinan AD. Pada pukul 09.00 ia menerima laporan bahwa salah seorang pamen dari MBAD yang mengatakan bahwa menurut siaran radio RRI saya ditunjuk oleh presiden sebagai Pangad. Sehingga, pada hari itu juga ia mendapat banyak laporan tentang utusan dari Presiden, yaitu Letkol Inf. Ali Ebram, Brigjen TNI Soetardio, dan Kolonel KKO Bambang Widjarnaka. Pada tanggal yang sama, ia dipanggil oleh Jendral Nasution di markas KOSTRAD untuk menghadiri rapat yang juga di hadiri oleh Mayjen Soeharto, Mayjen Moersyid, Mayjen Satari dan Brogjen Oemar Wirahadikusumah. Pada tanggal 2 Oktober, menjelang wawancara pers Mayjen Soeharto dan saya mendapat panggilan dari Presiden dan di Istaana Bogor diadakan pula rapat yang dihadiri oleh Dr. Leimena, Chairul Saleh, Martadinata, Oemar Dhani, Cipto Yudodihardjo, Moersyid dan M. Yusuf. Sehingga apad tanggal 4 Oktober, Soeharto diangkat menjadi KSAD dengan membentuk sussunan staf yang baru. Namu, pada tanggal 16 Februari 1966, perintah dari Soeharto saya di tahan di blok P Kebayoran Baru, Jakarta dan dituduh terlibat dalam G 30 S. Selama saya di tahan, ia belum pernah mengalami pemeriksaan melalui proses dan pembuatan acara yang resmi, namun hanya menjalani interogasi secara lisan yang dilakukan oleh tim pemeriksa dari TEPERPU pada tahun 1970 dan setelah itu ia tidak pernah diinterogasikan sampai kebebasan pada tanggal 16 Februari 1981 . 9. G 30 S versi Ratnasari Dewi Soekarno Sebelum tanggal 30 September 1965, Soekarno memanggil Jendral A. Yani untuk menyakan tentang adanya Dewan Jendral yang hendak melakukan kudeta dan membunuhnya. Saat itu, A. Yani menyatakan bahwa dirinya sudah tahu tentang hal itu, dan nama-nama para jendral sudah ada di tangannya. Sebetulnya tidak ada yang memberitahu pasukan Cakrabirawa (pasukan pengawal presiden) tentang rencana makar terhadap panglima revolusi ini. Tapi entah kenapa pantolan Cakra seperti Letkol Untung, Kolonel Latief dan supardjo sudah mengetahui hal ini. Untuk menghindari hal yang buruk, Latief menemui Soeharto di RSPAD dan membicarakan tentang rencana Dewan Jendral. Diungkapkan kekhawatiran terhadap keselamatan BK dan anggotanya serta rencana mengintrogasi anggota dewan jendral. Namun Soeharto membiarkan pasukan Cakra untuk bertindak. Untuk menginterogasi para jendral itu, maka Letkol Untung memerintah Jendral ini untuk menhadap BK dan sama sekali tidak ada rencana untuk membunuh mereka. Namun, karena maereka masih muda dan kerap mengeluarkan kata kasar sehingga A. Yani menampar seorang prajurit dan A. Yani itu langsung di tembak di tempat. Dan yang melakukan hal itu bukan lah PKI melainkan orang-orang Militer. Usai kejadian ini, Soeharto langsung menyatakan bahwa pelakunya adalah PKI yang di utarakan melalui RRI sehingga membentuk opini masyarakat tentang jahatnya PKI. Sehingga pada Hut TNI-AD Soeharto sudah berhasil menguasai TNI. Tentang jatuhnya BK ini ada keterlibatan CIA yang dibuktikan melalui dokumen yang dikirimkan dari Amerika ke jakarta. Dokumen terakhir sudat dari BK untuk Dewi yang menyatakan bahwa ia tidak boleh dijenguk oleh anak dan istrinya. Sehingga sewaktu menjenguk, kondirinya sangat menganaskan dan meninggal. Dan pernyataan daro dokter di AS dan Prancis bahwa BK di beri obat Over Dosis . III Penutup Kesimpulan Gerakan 30 September atau yang sering disingkat G 30 S PKI adalah sebuah kejadian yang terjadi pada tanggal 30 September 1965 di mana enam pejabat tinggi militer Indonesia beserta beberapa orang lainnya dibunuh dalam suatu usaha pemberontakan yang disebut sebagai usaha kudeta yang dituduhkan kepada anggota Partai Komunis Indonesia. Dan hal ini terjadi ketika pada masa Orde Baru yang dipimpin oleh Soeharto. Namun, setelah lemngsernya Soeharto dari posisinya, dan Indonesia memasuki Era Demokrasi. Sehingga banyak bukti baru yang ditemukan bahwa Soeharto dan CIA lah yang sangat terlibat dalam kejadian G 30 S. Namun, karena pintarnya propoganda yang dilakukan oleh Soeharto sehingga masyarakat Indonesia sudah di butakan oleh Soeharto selama masa Orde Baru. Namun, tidak dapat dipungkiri jika terdapat bukti lainnya. Untuk itulah maka kita harus menganalisis bagai mana peristiwa Gerakan 30 September yang sebenarnya. Sehingga tidak akan adak ada lagi kebohongan sejarah di temukan dan semua kontroversi sejarah Iondonesia dapat terungkap dengan nyata. Daftar Bacaan Herman Dwi Sucipto. 2013. Kontroversi G 30 S: Antara Fakta dan Rekayasa. Jogjakarta: PALAPA. Manai Sophiaan. 2008. Kehormatan Bagi yang Berhak: Bung Karno tidak Terlibat G 30 S PKI. Jakarta: Transmedia Pustaka. Marwati Djoened Poeponegoro dan Nugroho Notosusanto. 1975. Sejarah Nasional Jilid VI: Zaman Jepang dan Zaman Republik Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. M. C. Ricklefs. 2006. Sejarah Indonesia Modern : 1200 – 2008. Yogyakarta : Gadjah Mada University. Pemusuk Eneste. 1995. Buku Pintar Penyunting Naskah: Edisi Kedua. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Slameto Sutrisno. 2006. Kontroversi dan Dekonstruksi Sejarah. Yogyakarta: Media Pressindo. Surya lesmana. 2005. Saksi dan Pelaku Gestapu: Pengakuan Para Saksi dan Pelaku Sejarah Gerakan 30 September 1965. Tanggerang: Media Pressindo.