Minggu, 30 Agustus 2015

I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era "Demokrasi Terpimpin", kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan kaum burjuis nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan petani, gagal memecahkan masalah-masalah politis dan ekonomi yang mendesak. Pendapatan ekspor menurun, foreign reserves menurun, inflasi terus menaik dan korupsi birokrat dan militer menjadi wabah. PKI telah menguasai banyak dari organisasi massa yang dibentuk Soekarno untuk memperkuat dukungan untuk rezim Demokrasi Terpimpin dan, dengan persetujuan dari Soekarno, memulai kampanye untuk membentuk "Angkatan Kelima" dengan mempersenjatai pendukungnya. Dari tahun 1963, Pemimpin-pemimpin PKI mementingkan "kepentingan bersama" polisi dan rakyat. Pemimpin PKI DN Aidit mengilhami slogan "Untuk Ketentraman Umum Bantu Polisi". Di bulan Agustus 1964, Aidit menganjurkan semua anggota PKI membersihkan diri dari "sikap-sikap sektarian" kepada angkatan bersenjata. Di akhir 1964 dan permulaan 1965 ratusan ribu petani bergerak merampas tanah dari para tuan tanah besar. Bentrokan-bentrokan besar terjadi antara mereka dan polisi dan para pemilik tanah. Untuk mencegah berkembangnya konfrontasi revolusioner itu, PKI mengimbau semua pendukungnya untuk mencegah pertentangan menggunakan kekerasan terhadap para pemilik tanah dan untuk meningkatkan kerjasama dengan unsur-unsur lain, termasuk angkatan bersenjata. Pada permulaan 1965, para buruh mulai menyita perusahaan-perusahaan karet dan minyak milik AS. Kepemimpinan PKI menjawab ini dengan memasuki pemerintahan dengan resmi. Rejim Sukarno mengambil langkah terhadap para pekerja dengan melarang aksi-aksi mogok di industri. Kepemimpinan PKI tidak berkeberatan karena industri menurut mereka adalah milik pemerintahan NASAKOM. PKI mengetahui dengan jelas persiapan-persiapan untuk pembentukan rejim militer, menyatakan keperluan untuk pendirian "angkatan kelima" di dalam angkatan bersenjata, yang terdiri dari pekerja dan petani yang bersenjata. Bukannya memperjuangkan mobilisasi massa yang berdiri sendiri untuk melawan ancaman militer yang sedang berkembang itu, kepemimpinan PKI malah berusaha untuk membatasi pergerakan massa yang makin mendalam ini dalam batas-batas hukum kapitalis negara. Mereka, depan jendral-jendral militer, berusaha menenangkan bahwa usul PKI akan memperkuat negara. Sehingga penulis membuat laporan tentang Gerakan G 30 September karena penulis ingin melihat bagaimana Gerakan G 30 September yang sebenarnya dan siapa dalang dari peristiwa tersebut yang sebenarnya. B. Batasan Masalah Jika dilihat pada latar belakang masalah diatas, maka kajian ini dibatasi untuk membahas tentang Gerakan 30 September 1965. C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas diperoleh rumusan masalah sebagai berikut : 1. Prolog 2. Epilog 3. Analisis pendapat tentang peristiwa Gerakan 30 September 1965, II Gerakan 30 September serta Analisis Kebenarannya A. Prolog Semenjak D. N. Aidit terpilih menjadi ketua PKI pada tahun 1951, ia dengan cepat membangun kembali PKI yang hancur ketika terjadi kegagalan pemberontakan PKI pada tahun 1948 di Madiun. Usahanya tersebut berhasil menempatkan PKI sebagai salah satu pemenang pemilu pertama pada tahun 1955, disamping PNI, Masyumi, dan NU. Dalam melancarkan aksinya dalam pemerintahan, PKI juga membentuk biro khusus yang secara rahasia bertugas menyiapkan kader-kader di berbagai organisasi politik, termasuk dalam tubuh ABRI. PKI juga berusaha mempengaruhi Presiden Soekarno untuk menyingkirkan dan melenyapkan lawan-lawan politiknya. Ketika Indonesia keluar dari PBB setelah Malaysia diberi kedudukan sebagai anggota tidak tetap dalam Dewan Keamanan, diresmikan lah Persekutuan Jakarta dengan Beijing pada bulan Januari 1965. Hal ini semakin meningkatkan pengucilan diplomatik Indonesia dari negara-negara Asia Afrika lainnya. Kemudian Subandrio mengadakan kunjungan ke China untuk memperkokoh persahabatan tersebut. Dalam kunjungannya tersebut, Zhou Enlai menawarkan perenjataan untuk mempersenjatai milisi rakyat, satu-satunya bentuk kekuatan militer yang dapat diorganisasi oleh PKI. Pada saat itu Aidit mengusulkan kepada Presiden Soekarno untuk membentuk “ angkatan kelima “, yang terdiri dari kaum buruh dan tani yang dipersenjatai, untuk ditambahkan pada angkatan laut, angkatan darat, angkatan kepolisian, dan angkatan udara yang sudah ada, serta diangkatnya para penasihat Nasakom ( yaitu kader-kader PKI ) pada satuan-satuan angkatan bersenjata yang ada. Usulan-usulan tersebut ditolak oleh angkatan darat. Subandrio juga mengancam pihak militer dengan cara harus disingkirkan. Delegasi-delegasi China berkali-kali berkunjung ke Indonesia untuk mendesak supaya “ angkatan kelima “, tetapi pihak angkatan darat bergerak lamban. Apalagi Soekarno tidak memerintahkan pembentukan “ angkatan kelima “ itu, yang merupakan bukti kepada orang-orang yang berpendapat bahwa Presiden tidak bermaksud membantu PKI dalam mendapatkan kekuasaan, tetapi hanya berusaha menekan pimpinan angkatan darat. Pada bulan Mei, atmosfer persekongkolan semakin bertambah panas dan terbongkarnya rahasia sebuah telegram yang dikirim ke London oleh Dubes Inggris di Jakarta yang dalam pandangan Soekarno memperkuat adanya komplotan-komplotan angkatan darat- Inggris yang menentang pemerintahan. Usulan pembentukan “ angkatan kelima “ masih bergulir. Nasution dan Yani ingin semua rakyat yang dipersenjatai, bukan hanya kaum buruh dan petani saja, dan juga menginginkan “ angkatan kelima “ tersebut dikendalikan oleh angkatan darat.Omar Dhani lah yang bertindak memberi substansi terhadap angkatan kelima. Pada tanggal 5 Juli, angkatan udara mulai memberikan latihan dan kursus kepada orang-orang sipil dan organisasi-organisasi massa PKI. Pada tahun 1965 tersebut, kondisi kesehatan Presiden Soekarno sudah mulai menurun dan banyak orang memprediksi Soekarno akan meninggal. Agustus 1965, Soekarno mendadak muntah-muntah dan tidak sadarkan diri ketika menerima suatu delegasi. Para politisi sudah berfikiran bahwa Presiden akan segera meninggal, oleh karena itu Aidit bergegas pulang dari China untuk menyemangati suatu kelompok perwira angkatan darat yang “ progresif “ yang sedang bersiap-siap untuk bertindak terhadap pimpinan tertinggi angkatan darat. Dalam pidato Presiden pada 17 Agustus 1965, Soekarno mengumumkan poros Jakarta-Phnompenh-Hanoi-Beijing-Pyongyang yang anti imperialis, menyatakan bahwa rakyat akan dipersenjatai, mengisyaratkan bahwa para jenderal angkatan darat sedang mencoba merintanginya dalam hal ini, dan menjanjikan akan diambilnya suatu keputusan dengan segera. Pada tanggal 16-19 September 1965, Omar Dhani pergi ke China atas perintah Soekarno untuk membicarakan persenjataan tanpa adanya pemberitahuan kepada Nasution yang menjabat sebagai Menteri Pertahanan. Pada tanggal 27 September 1965, Ahmad Yani akhirnya mengumumkan bahwa angkatan darat menentang pembentukan “ angkatan kelima “ atau nasakomisasi militer dalam artian struktural. Kemudian PKI menghembuskan isu bahwa angkatan darat akan melakukan kudeta kepada Presiden Soekarno pada saat hari ABRI tanggal 5 Oktober 1965. Dugaan terjadinya kudeta yang akan dilakukan oleh angkatan darat tersebut semakin santir karena puluhan ribu tentara angkatan darat sudah berada di Jakarta dalam rangka memperingati Hari ABRI pada tanggal 5 Oktober. Pada tanggal 30 September 1965 malam itu, satu batalyon pengawal istana yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Untung, satu batalyon dari Divisi Diponegoro, satu batalyon dari Divisi Brawijaya dan orang-orang sipil dari Pemuda Rakyat PKI meninggalkan panngkalan udara Halim. Mereka menculik Jenderal A. H. Nasution, Letnan Jenderal Ahmad Yani, Mayor Jenderal S. Parman, Mayor Jenderal R. Soeprapto, Mayor Jenderal Haryono M. T, Brigadir Jenderal D. I Panjaitan, dan Brigadir Jenderal Soetojo Siswomihardjo dari rumah-rumah mereka di Jakarta. Pemimpin usaha tersebut termasuk Brigjen Supardjo dan Divisi Siliwangi dan Kepala Intelijen Divisi Diponegoro. Untung tampaknya hanya menjadi pion. Mereka mendapat dukungan dari Omar Dhani, yang telah memberikan pangkalan Halim sebagai markas besar mereka. Yani dan dua orang lainnya dibunuh di rumah mereka karena melawan ketika ditangkap. Nasution berhasil meloloskan diri dan lari ke tempat persembunyian, tetapi putrinya dan ajudannya yaitu Letnan Satu Pierre Andreas Tandean. Ke tujuh korban tersebut dimasukkan ke dalam sebuah sumur tua di dekat Halim. Pembunuhan ini memusnahkan jenderal senior yang menjadi faksi Yani, sehingga angkatan darat jatuh ke tangan orang-orang yang bersedia menentang Soekarno dan musuh-musuh angkatan darat. Sementara itu sekitar 2000 prajurit dari kelompok kudeta menempati ketiga sisi Medan Merdeka yang menguasai istana kepresidenan, stasiun radio dan pusat telekomunikasi, tetapi tidak menduduki sisi timurnya dimana terletak markas Kostrad. Pada waktu bersamaan terjadi juga perebutan kekuasaan di Yogyakarta, Solo, Wonogiri dan Semarang. Selanjutnya gerakan tersebut mengumumkan berdirinya Dewan Revolusi melalui RRI pada tanggal 1 Oktober 1965. Dewan Revolusi yang dipancarkan melalui siaran RRI tersebut dibacakan oleh Letnan Kolonel Untung dan yang wilayah Yogyakarta di ketuai oleh Mayor Mulyono. Mereka juga melakukan pembunuhan terhadap Kolonel Katamso dan Letnan Kolonel Sugijono di desa Kentungan. B. Epilog Operasi penumpasan G 30 S/PKI dimulai sejak tanggal 1 Oktober 1965 sore hari. Gedung RRI pusat dan Kantor Pusat Telekomunikasi dapat direbut kembali tanpa pertumpahan darah oleh satuan RPKAD di bawah pimpinan Kolonel Sarwo Edhi Wibowo, pasukan Para Kujang/328 Siliwangi, dan dibantu pasukan kavaleri. Setelah diketahui bahwa basis G 30 S/PKI berada di sekitar Halim Perdana Kusuma, sasaran diarahkan ke sana. Pada tanggal 2 Oktober, Halim Perdana Kusuma diserang oleh satuan RPKAD di bawah komando Kolonel Sarwo Edhi Wibowo atas perintah Mayjen Soeharto. Pada pikul 12.00 siang, seluruh tempat itu telah berhasil dikuasai oleh TNI – AD. Pada tanggal 3 Oktober 1965, pasukan RPKAD yang dipimpin oleh Mayor C.I Santoso berhasil menguasai daerah Lubang Buaya. Setelah usaha pencarian perwira TNI – AD dipergiat dan atas petunjuk Kopral Satu Polisi Sukirman yang menjadi tawanan G 30 S/PKI, tetapi berhasil melarikan diri didapat keterangan bahwa para perwira TNI – AD tersebut dibawah ke Lubang Buaya. Karena daerah terebut diselidiki secara intensif, akhirnya pada tanggal 3 Oktober 1965 ditemukan tempat para perwira yang diculik dan dibunuh tersebutsumur tersebut di beri nama Sumur Lubang Buaya. Jenazah para perwira setelah dapat diangkat dari sumur tua tersebut terlihat adanya kerusakan fisik yang sedemikian rupa. Hal inilah yang menjadi saksi bisu bagi bangsa Indonesia betapa kejamnya siksaan yang mereka alami sebelum wafat. Pada tanggal 5 Oktober, jenazah para perwira TNI – AD tersebut dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata yang sebelumnya disemayamkan di Markas Besar Angkatan Darat. Pada tanggal 6 Oktober, dengan surat keputusan pemerintah yang diambil dalam Sidang Kabinet Dwikora, para perwira TNI – AD tersebut ditetapakan sebagai Pahlawan Revolusi . Gerakan 30 September atau yang sering disingkat G 30 S PKI adalah sebuah kejadian yang terjadi pada tanggal 30 September 1965 di mana enam pejabat tinggi militer Indonesia beserta beberapa orang lainnya dibunuh dalam suatu usaha pemberontakan yang disebut sebagai usaha kudeta yang dituduhkan kepada anggota Partai Komunis Indonesia. C. Analisis pendapat peristiwa G 30 S PKI 1. Dalang G 30 S adalah Partai Komunis Indonesia (PKI) PKI sebagai dalang dari peristiwa ini sangat terkkenal didalam pikiran dan hati nurani masyarakat. Hal ini sangat lazim didengatkan di kalangan masyarakat. Pada masa Orde Baru, setiap malam tanggal 30 September, masyarakat di wajibkan menonton film kolosal itu dengan tujuan mengenang para pahlawan Revolusi. Pada tahun 1994, Sekretariat Negara (setneg) mengeluarkan sebuah buku yang menceritakan tentang peristiwa G 30 S secara kronologis dampai kepada penumpusan peristiwa itu. Dan buku itulahh yang dijadikan sebagai sumber sejareah resmi yang diterbitkan negara yang disebut sebagai “buku putih” yang pada saat itu presidennya adalah Soeharto. Menurut buku tersebut, dalam rangka mendeskredit TNI-AD, PKI melancarkan isu dewan jenderal. Isu dewan jenderal itu diciptakan Biro khusus PKI sebagai bahan perang urat saraf untuk membentuk citra buruk terhadap pimpian AD di mata masyarakat. Dikatakann bahwa dewan jenderal terdiri atas sejumlah jenderalk TNI-AD, seperti Jenderal A. H. Nasution, Letjen Achmad Yani, Mayjen S. Parmaan, dan lima jenderal lainnya yang dianggap anti PKI. Sekitar awal tahun 1965, dilancarkann isu bahwa dewan jendral akan merebut kekuasaan dari preesiden Soekarno dengan memanfaatkan pengarahan pasukan dari daerah yang didatangkan dari jakarta dalam peringatan HUT ABRI pada tanggal 5 Oktober 1965. Dan dikuatkan oleh dokumen Gilchrist. Komentarnya yaitu Our local army friend, yang memberi kesan bahwa TNI-AD bekerja sama dengan Inggris yaitu sebagai kekuatan Nekolim. Dr. Subandrio memberikan dokumen tersebut kepada Bung Karno, sehingga pada tanggal 27 Mei 1965, ia mengumpulkan seluruh panglima angkatan di Istana Bogor dengan tujuan klarifikasi yang ditunjukkan untuk Letjen Yani sebagai men/Pangad. Menurut Buku Putih itu, sejak bulan Juli – September 1965, pelatihhan pasukan sukarewlawan dilakukan secara intensif dan massif untuk memperkuat pasukan Dwikora atas instruksi Men/Pangau Oemar Dani. Pelatihan tersebut dipusatkan di Lubang Buaya, Pondok Gede, dengan pimpinan Mayor Udara Sujono sebagai Komandan. Akhir Agustus – akhir September 1965, Biro Khusus Central PKI menggadakan pertemuan dengan hasil dilaporkannnya kepada ketua CC PKI D. N. Aidit. Sesuai dengan keputusan Politbiro CC PKI yang diketuai D. N. Aidit, karena selain dijakarta, kejadian yang sama juga di lakukan di Indonesia. Sementara itu untuk komando dilapangan dikomandai oleh Letkol Untung yang merupakan Dan Yol pengawal Presiden Soekarno. Yang terdiri dari 3 pasukan, yaitu, Pasukan Gatotkacaa, Pasopati, dan Bima Sakti. Gerakan tersebut hanya ditujukan kepada A. H. Nasution, A. Yani, Haryono, Soeprapto, S. Parman, D I Panjaitan, dan Sutojo. Karena gerakah ini di tujukan untuk menggangkap perwira tersebut. Di buku putih di jelaskan ada beberapa perwira yang langsung di bunuh di kediamannya dan sebagian lagi dibawa ke Pondok Gede dan diserahkan kepada komandan gerakkan tersebut, yaitu Lettu Dul Arief . Pada hari selanjutnya, di culiklah pimpinan AD untuk mengkudeta presiden Soekarno karena gerakan ini dicurigai dilakukan oleh PKI. Sehingga Pangkostrad yang pada saat itu di pimpin olehb Mayjen Soeharto berhasil mendapatkan ke,mbali alat vital negara seperti RRI dan Telkom. Sehingga Soeharto mengambil alih untuk memimpin AD menggantikan A. Yani yang ditangkap serta ia menyerrang dengan langsung dan mampu menumpas para pengikut PKI sehingga pasukan OKI melarikan diri ke Pondok Gede . 2. Pelaku G 30 S adalah sebagaian perwira AD dan PKI Menurut Benedich Anderson dan Ruth Mevei, mengatakaan bahwa G 30 S ini merupakan persoalan Internal TNI-AD. Karena beberapa perwira TNI-AD dari Kopdam IV/Diponegorokesal melihat perwira pada saat itu berfoya-foya di Jakarta. Sehingga AURI (Angkatan Udara Republik Indonesia) bergabung dengan PKI untuk melakukan oiperasinya. Namun, hal ini ditentang oleh Harold Crouch dalam The Army andPolitics mengatakan bahwa geraskan ini berasal dari TNI-AD dan PKI bertindak sebagai tangan kedua. Hal ini dilihat karena adanya pengaruh Syam Kamaruzaman dan Bono dari Biro Khusus PKI . 3. Soekarno dalam G 30 S Antoni Dake menerbitkan pengakuan Ajudan Bung Karno (Bambang Widnarko), ia mengatakan bahwa pada tanggal 4 Agustus Presiden memanggil Letkol Untung dan memerintahkannya mengambil tindakan terhadap jendral yang tidak loyal terhadapnya. Sehingga, hal ini dikatakan bahwa Soekarno bekerja sama dengan PKI untuk membuat Indonesia menjadi Negara Komunis . 4. Soeharto dalam G 30 S W. f. Wetheim menulis sebuah artikel yang berjudul “Suharto and The Untung Coup – The Missing Link tahun 1970 yang mengatakan bahwa pada tanggal 1 Oktober 1965. Terjadi pertemuan antara Soeharto dengan Latief dan Letkol Untung. Pada pertemuan itu, Soeharto memahami, mengetahuii, serta ikut dalam peristyiwa itu. Sehingga kekuatan ini lah yang digunakan oleh Soeharto untuk menumpaskan PKI serta merebut kekuasaan dari Presiden Soekarno . 5. Amerika/CIA yang bermasin didalam G 30 S Amerika merasa khawatir dengan keberadaan PKI di Indonesia. Karena pada saat itu, Indonesia menjadi Macan Asia. Jika, Komunis berkembang di Indonesia maka hal itu sangat membuat Amerika merasa tegang, karena jika itu terjadi, maka seluruh Asia Tenggara akan mendapatkan penruh komunis itu. Dan itu lah yang ditakutkan oleh Amerika. Sehingga untuk mengantisipasi hal itu, Amerika membujuk TNI-AD yang pada saat itu dipimpin oleh Mayjen Soeharto untuk mengambil kekuasaan dari Soekarno. Namun, rencana itu diketahui oleh PKI, sehingga PKI mengambil langkah untuk mencegah perebutan kekuasaan Presiden Soekarno oleh TNI-AD dengan menculik 7 Perwira TNI-AD. Sehingga hal ini lah yang dijadikan sebagai akar untuk membubarkan PKI sampai keakar-akarnya . Adapun bukti keterlibatan CIA dalam G 30 S ini adalah berbentuk dokumen, dengan isi: a) Jones berbincang sekitar satu jam sepuluh menit dengan Nasution tentang situasi krusial di Indonesia. Nasution berbicara mengenai ancaman PKI dan tentara siap untuk menghadapi PKI yang menandakan tentara Indonesia anti Komunis (tanggal 6 Maret 1964). b) Hari ini dengan Strict Confidence bahwa tentara sedang memperkembangkan rancangan-rancangan khusus untuk mengambil alih kekuasaan begitu Soekarno tersingkir (tanggal 21 Januari 1965). c) Awal perjuangan memperebutkan menggantika Soekarno sudah jelas, kami yakin bahwa perjuangan awal untuk menggantikannya akan dimenangkan oleh tentara dan para non-Komunis (tanggal 26 Januari 1965). d) Kecemasan Amerika Serikat akan kermungkinan keretakan hubungan AS-RI sebab Soekarno semakin denkat dengan PKI dan AD secara tradisional menjadi lawan PKI (tanggal 18 Maret 1965). e) Mempercayai diplomat Indonesia bahwa Indonesia akan memutuskan hubungan diplomatik dengan AS dalam 3 bulan mendatang serta diikuti dengan pemutusan diberbagai sektor (tanggal 14 Mei 1965). f) 7 pokok situasi setelah pembunuhan para pemimpin tentara (tanggal 8 Oktober 1965) . 6. Dalang G 30 S adalah Syam Kamaruzaman Syam Kamaruzaman menjadi saksi dipengadilan Mahmilub yang mengadili Sekjen PKI, Sudisman pada Juli 1967. Ia mengatakan bahwa ia tidak pernah melihat Syam kamaruzaman sebelumnya di PKI dan menganggap Syam sebagai peranan kunci dalam G 30 S. Syam mengaku bahwa ia adalah petinggi G 30 S PKI dan mengaku sebagai ketua badan rahasia didalam PKI yang disebut dengan Biro Khusus yang bekerja dibawah komando ketua PKI, D N Aidit. Ia mengatakan bahwa Biro Khusus tidak ada hubungannya dengan Politbiro/CC PKI. Ia juga mengklaim bnhwa dirinya yang mengorganisasikan G 30 S yang dipengaruhi oleh Aidit bukan Letnan Kolonel Untung. Karena untuk mengantisipasi kudeta yang dilakukan oleh dewan jendral dengan mobilisasi perwira yang progresif dan pro Soekarno. Disidang itu, ia menyatakan bahwa Polisi Militer telah merampas buku catatan yang ia tulis saat menyiapkan G 30 S . 7. G 30 S didalam catatan Dr. Subandrio Ia mengakui bahwa ketika G 30 S meletus ia tidak berada di Jakarta. Namun, ia mengikuti Study Tour bersama dengan rombongan Laksamana Muda Udara Sri Muljono Herlambang dengan misi mematangkan Kabinet Dwikora. Namun, pada tanggal 2 Oktober 1965 ia mendapat telpon daro Soekarno dann dipinta untuk kembali ke Jakarta, namun ia harus hati-hati kaalau memakai pesawat karena Soekarno khawatir adanya penembakan. Namun, Subandrio tetap memakai pesawat untuk kembali ke Jakarta. Setibanya di jakarta, ia langsung ke Istana Bogor. Namun, ia melihat suasana di Istana sangat berbeda dengan kepergiannya sebelumnya. Ia mendapat laporan bahwa Soekarno telah menjadi tawanan yang sedang di cari oleh Soeharto, tujuh perwira sudah di culik serta dibunuh dan anak buahnya berada di BPI. Pada tanggal 30 September 1965, Soekarno pulang ke Wisma Yaso bersama istrinya, Ratna Sari Dewi. Soekarno mengetahui kejadian yang tidak berse karena ia akan di kudeta. Sementara itu Soeharto berada di RSPAD Gatot Subroto untuk menunggu anaknya Tommy yang m,asuk rum,ah sakit karena tersiram kuah sup. Soeharto dikunnjungi oleh Kolonel Abdul Latief yang menyampaikan bahwa pasukan penangkapan Dewan Jendral sudah siap bergerak serta akan melakukan kudeta . Pada tanggal 1 Oktober 1965, Soeharto kedatangan cameramen TVRI, Hamid yang melaporkan bahwa ia mendengar tembakan diberbagai tempat, Mashuri (tetangganya) melaporkan bahwa ia mendengar banyak tembakan, serta Broto Kusumardjo melaporkan bahwa penculikan atas beberapa pati AD. Serta pada pukul 6 pagi, Letkol Sadjiman atas perintah pak Umar Wirahadikusumah melaporkan bahwa disekitar Monas dan Istana banyak pasukan yang tidak dikenal. Dan ternyata pasukan tersebut merupakan tetantara yang bertugas pada saat konfrontasi malaysia dengan Indonesia dan pasukan tersebut sudah sangat terlatih dari segi taktik dan strategi untuk memberontak . Tujuh jendral tersebut berkumpul di Monas dan ditangkap serta dihabisi. Sebagaian ditembak dirumah pada saat penangkapan dan sebagiannya lagi di bunuh di Lubang Buaya, Pondok Gede. Sehinngga kawasan tersebut mrnjadi tempat berkumpulnya para tokoh nasional sekaligus sebagai tempat pembantaian para jendral. Di tempat tersebut ada Presiden Soekarno, Ketua MPRS D N Aidit dan Oemar Dhani. Pada malam harinya, Soekarno mengaku bahwa ia berada dirumah bersama isrtinya, namun mendengarkan penangkapan 7 jendral sehingga ia harus ke Pondok gede , namun didekat Istana Bogor terdapat blokade jalan yang tidak diketahui oleh ajudannya, Parto. Sehingga, Parto memuitar alihkan mobil menuju Halim, namun disana Presiden bertemu dengan Oemar Dhani, Dhani menceretikakan bahwa pada malam harinya Aidit juga datang ke Halim. Namun, berita yang disampaikan oleh istri Aidit membuat binggung Dhani karena istri Aidit menyatakan bahwa suaminya ditangkap oleh tentara yang berbaju lengkap dan di bawa ke Halim. Soeharto memerintahkan agar Letkol Untung dan kawan-kawan segera di tangkap. Namun, Untung merasa bingung dengan pernyataan tersebut, karena ia sudah menyampaikan soal Dewan Jendral yang akan melakukan kudeta dan menyampaikan gagasan bahwa akan mendahului gerakan Dewan jenderal dengan cara menangkap mereka. Bahkan pernyataan itu di setujui oleh Soeharto. Soeharto juga memanggil salah satu ajudan Presiden yaitu Bambang Widjanarko yang pada saat itu berada di Halim untuk menghadap kepadanya di makostrat. Ia memberitahu agar Presiden Soekarno untuk dibawa pergi dari Halimkarena pasukan dari Kostrat yang dipimpin oleh Sarwo Edhi sudah disiapkan untuk menyerbu Halim. Sehingga Soekarno kembali ke Istana Bogor dengan menggunakan jalan dfarat yang di susulkan oleh Leimena. Setelah meninggalkan Halim, datanglah pasukan Kostrat yang menyerbu pasukan penangkap dan pembunuh para jenderal . 8. G 30 S dalam catatan Mayjen Pronoto Reksosamodro Pada tanggal 1 Oktober 1965, pukul 06.00 datanglah Brigjen Dr. Amino yang membneritahukan tentang penculikan Letjen A. Yani besserta jendral lainnya. Sya berangkat ke dinas MBAD dengan pakaian dinas lapangan. Setiba disana, langsung mengadakan rapat darurat dan menyimpulkan bahwa Letjen A. Yani beserta 5 orang jendralnya telah diculik oleh pasukan penculik. Sehingga rapat menunjukkan Mayjen Soeharto agar bersedia mengisi pimpinan AD. Pada pukul 09.00 ia menerima laporan bahwa salah seorang pamen dari MBAD yang mengatakan bahwa menurut siaran radio RRI saya ditunjuk oleh presiden sebagai Pangad. Sehingga, pada hari itu juga ia mendapat banyak laporan tentang utusan dari Presiden, yaitu Letkol Inf. Ali Ebram, Brigjen TNI Soetardio, dan Kolonel KKO Bambang Widjarnaka. Pada tanggal yang sama, ia dipanggil oleh Jendral Nasution di markas KOSTRAD untuk menghadiri rapat yang juga di hadiri oleh Mayjen Soeharto, Mayjen Moersyid, Mayjen Satari dan Brogjen Oemar Wirahadikusumah. Pada tanggal 2 Oktober, menjelang wawancara pers Mayjen Soeharto dan saya mendapat panggilan dari Presiden dan di Istaana Bogor diadakan pula rapat yang dihadiri oleh Dr. Leimena, Chairul Saleh, Martadinata, Oemar Dhani, Cipto Yudodihardjo, Moersyid dan M. Yusuf. Sehingga apad tanggal 4 Oktober, Soeharto diangkat menjadi KSAD dengan membentuk sussunan staf yang baru. Namu, pada tanggal 16 Februari 1966, perintah dari Soeharto saya di tahan di blok P Kebayoran Baru, Jakarta dan dituduh terlibat dalam G 30 S. Selama saya di tahan, ia belum pernah mengalami pemeriksaan melalui proses dan pembuatan acara yang resmi, namun hanya menjalani interogasi secara lisan yang dilakukan oleh tim pemeriksa dari TEPERPU pada tahun 1970 dan setelah itu ia tidak pernah diinterogasikan sampai kebebasan pada tanggal 16 Februari 1981 . 9. G 30 S versi Ratnasari Dewi Soekarno Sebelum tanggal 30 September 1965, Soekarno memanggil Jendral A. Yani untuk menyakan tentang adanya Dewan Jendral yang hendak melakukan kudeta dan membunuhnya. Saat itu, A. Yani menyatakan bahwa dirinya sudah tahu tentang hal itu, dan nama-nama para jendral sudah ada di tangannya. Sebetulnya tidak ada yang memberitahu pasukan Cakrabirawa (pasukan pengawal presiden) tentang rencana makar terhadap panglima revolusi ini. Tapi entah kenapa pantolan Cakra seperti Letkol Untung, Kolonel Latief dan supardjo sudah mengetahui hal ini. Untuk menghindari hal yang buruk, Latief menemui Soeharto di RSPAD dan membicarakan tentang rencana Dewan Jendral. Diungkapkan kekhawatiran terhadap keselamatan BK dan anggotanya serta rencana mengintrogasi anggota dewan jendral. Namun Soeharto membiarkan pasukan Cakra untuk bertindak. Untuk menginterogasi para jendral itu, maka Letkol Untung memerintah Jendral ini untuk menhadap BK dan sama sekali tidak ada rencana untuk membunuh mereka. Namun, karena maereka masih muda dan kerap mengeluarkan kata kasar sehingga A. Yani menampar seorang prajurit dan A. Yani itu langsung di tembak di tempat. Dan yang melakukan hal itu bukan lah PKI melainkan orang-orang Militer. Usai kejadian ini, Soeharto langsung menyatakan bahwa pelakunya adalah PKI yang di utarakan melalui RRI sehingga membentuk opini masyarakat tentang jahatnya PKI. Sehingga pada Hut TNI-AD Soeharto sudah berhasil menguasai TNI. Tentang jatuhnya BK ini ada keterlibatan CIA yang dibuktikan melalui dokumen yang dikirimkan dari Amerika ke jakarta. Dokumen terakhir sudat dari BK untuk Dewi yang menyatakan bahwa ia tidak boleh dijenguk oleh anak dan istrinya. Sehingga sewaktu menjenguk, kondirinya sangat menganaskan dan meninggal. Dan pernyataan daro dokter di AS dan Prancis bahwa BK di beri obat Over Dosis . III Penutup Kesimpulan Gerakan 30 September atau yang sering disingkat G 30 S PKI adalah sebuah kejadian yang terjadi pada tanggal 30 September 1965 di mana enam pejabat tinggi militer Indonesia beserta beberapa orang lainnya dibunuh dalam suatu usaha pemberontakan yang disebut sebagai usaha kudeta yang dituduhkan kepada anggota Partai Komunis Indonesia. Dan hal ini terjadi ketika pada masa Orde Baru yang dipimpin oleh Soeharto. Namun, setelah lemngsernya Soeharto dari posisinya, dan Indonesia memasuki Era Demokrasi. Sehingga banyak bukti baru yang ditemukan bahwa Soeharto dan CIA lah yang sangat terlibat dalam kejadian G 30 S. Namun, karena pintarnya propoganda yang dilakukan oleh Soeharto sehingga masyarakat Indonesia sudah di butakan oleh Soeharto selama masa Orde Baru. Namun, tidak dapat dipungkiri jika terdapat bukti lainnya. Untuk itulah maka kita harus menganalisis bagai mana peristiwa Gerakan 30 September yang sebenarnya. Sehingga tidak akan adak ada lagi kebohongan sejarah di temukan dan semua kontroversi sejarah Iondonesia dapat terungkap dengan nyata. Daftar Bacaan Herman Dwi Sucipto. 2013. Kontroversi G 30 S: Antara Fakta dan Rekayasa. Jogjakarta: PALAPA. Manai Sophiaan. 2008. Kehormatan Bagi yang Berhak: Bung Karno tidak Terlibat G 30 S PKI. Jakarta: Transmedia Pustaka. Marwati Djoened Poeponegoro dan Nugroho Notosusanto. 1975. Sejarah Nasional Jilid VI: Zaman Jepang dan Zaman Republik Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. M. C. Ricklefs. 2006. Sejarah Indonesia Modern : 1200 – 2008. Yogyakarta : Gadjah Mada University. Pemusuk Eneste. 1995. Buku Pintar Penyunting Naskah: Edisi Kedua. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Slameto Sutrisno. 2006. Kontroversi dan Dekonstruksi Sejarah. Yogyakarta: Media Pressindo. Surya lesmana. 2005. Saksi dan Pelaku Gestapu: Pengakuan Para Saksi dan Pelaku Sejarah Gerakan 30 September 1965. Tanggerang: Media Pressindo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar