Selasa, 01 September 2015

model pembelajaran kooperatif

MODEL-MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang didalamnya mengkondisikan para siswa bekerja bersama-sama didalam kelompok-kelompok kecil untuk membantu satu sama lain dalam belajar. Pembelajaran kooperatif didasarkan pada gagasan atau pemikiran bahwa siswa bekerja bersama-sama dalam belajar, dan bertanggung jawab terhadap aktivitas belajar kelompok mereka seperti terhadap diri mereka sendiri. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu model pembelajaran yang menganut paham konstruktivisme. Model pembelajaran kooperatif berguna untuk memotivasi seluruh siswa, memanfaatkan seluruh energi sosial siswa, saling mengambil tanggungjawab. Model pembelajaran kooperatif membantu siswa belajar setiap mata pelajaran, mulai dari keterampilan dasar sampai pemecahan masalah yang kompleks. Macam-macam model pembelajaran kooperatif 1. STAD (Student Teams Achievement Division) Model pembelajaran STAD merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, sehingga cocok bagi guru yang baru mulai menggunakan pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran STAD: Siswa ditempatkan dalam kelompok belajar yang beranggotakan empat atau lima orang yang merupakan campuran menurut tingkat kinerja, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja didalam kelompok mereka untuk memastikan bahwa seluruh anggota kelompok telah menguasai materi pelajaran tersebut. Pada akhirnya siswa diberikan tes yang mana pada saat tes ini mereka tidak dapat saling membantu. Poin setiap anggota tim ini selanjutnya dijumlahkan untuk mendapat skor kelompok. Tim yang mencapai kriteria tertentu diberikan sertifikat atau ganjaran lain. Dalam pembelajaran kooperatif STAD, materi pembelajaran dirancang untuk pembelajaran kelompok. Dengan menggunakan LKS atau perangkat pembelajaran yang lain, siswa bekerja secara bersama-sama untuk menyelesaikan materi. Siswa saling membantu satu sama lain untuk memahami materi pelajaran, sehingga setiap anggota kelompok dapat memahami materi pelajaran secara tuntas. Lima komponen utama model STAD yaitu: presentasi Kelas, Kelompok, Kuis (tes), Skor peningkatan individual, dan Penghargaan kelompok. Ide utama di balik STAD adalah untuk memotivasi siswa saling memberi semangat dan membantu dalam menuntaskan keterampilan-keterampilan yang dipresentasikan guru. Apabila siswa menginginkan tim mereka mendapatkan penghargaan tim, mereka harus membantu teman satu tim dalam mempelajari bahan ajar tersebut. Mereka harus memberi semangat teman satu timnya yang melakukan yang terbaik, menyatakan norma bahwa bahwa belajar itu penting, bermamfaat, dan menyenangkan. Siswa bekerja sama setelah guru mempresentasikan pelajaran. Mereka dapat bekerja berpasangan dengan cara membandingkan jawaban-jawabannya, mendiskusikan perbedaan yang ada, dan saling membantu satu sama lain saat menghadapi jalan buntu.mereka dapat mendiskuskan. Pendekatan, yang dipakai untuk memecahkan masalah, atau mereka dapat saling memberikan kuis tentang materi yang sedang mereka pelajari. Mereka mengajar teman timnya dan mengases kekuatan dan kelemahan mereka untuk membantu agar mereka berhasil dalam kuis tersebut. Meskipun siswa belajar bersama, mereka tidak boleh saling membantu dalam mengerjakan kuis. Setiap siswa harus menguasai materi tersebut. Tanggung jawab individual ini memotivasi siswa melakukan sebuah pekerjaan tutorial dengan baik dan saling menjelaskan satu sama lain, mengingat satu-satunya cara tim tersebut berhasil jika seluruh anggota tim telah menuntaskan informasi atau keterampilan yang sedang dipelajarinya. Karena skor tim didasarkan pada peningkatan diatas skor mereka yang lalu (kesempatan yang sama untuk berhasil), semua siswa memiliki peluang menjadi bintang pada suatu minggu tertentu, dengan cara memperoleh skor baik diatas skor terdahulu atau dengan mendapatkan skor sempurna. Skor sempurna selalu menghasilkan poin maksimum tidak memandang berapapun rata-rata skor terdahulu siswa. Penerapan dalam pembelajaran sejarah, Model ini bisa diterapkan dalam pembelajaran sejarah, karena siswa dituntut untuk aktif, berdiskusi, bertanggungjawab terhadap tim maupun diri peribadi serta kerjasama ,emyelsaikan makalah atau memberikan jawaban kepada anggota porum yang bertnya, contoh dalam pembuatan makalah. 2. TGT (Teams-Games-Tournaments) TGT adalah teknik pembelajaran yang sama seperti STAD dalam setiap hal kecuali satu, sebagai ganti kuis dan sistem skor perbaikan individu, TGT menggunakan turnamen permainan akademik. Dalam turnamen itu siswa bertanding mewakili timnya dengan anggota tim lain yang setara dalam kinerja akademik mereka yang lalu. Langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran TGT: 1. Persentase Kelas: Guru mempersiapkan bahan ajar yang dibutuhkan: Dua LKS untuk tiap tim, dua lembar jawaban untuk tiap tim dan memperkenalkan materi (bahan ajar) melalui persentase kelas, biasanya menggunakan pengajaran langsung atau ceramah. Siswa mengerjakan LKS dalam tim mereka. 2. Tim: Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan 4 - 5 orang, pembagian kelompok dilakukan didasarkan pada berbagai pertimbangan-pertimbangan agar diperoleh kelompok yang heterogen. Setiap kelompok siswa dalam suatu tim mengerjakan LKS untuk menuntaskan bahan ajar yang telah diterimanya. 3. Permainan Guru mempersiapkan jenis permainan akademik yang disusun dari pertanyaan-pertanyaan yang relevan untuk mengetes pengetahuan siswa yang diperoleh dari persentase kelas dan latihan tim. Permainan dimainkan pada meja-meja yang berisi tiga siswa, tiap siswa mewakili tim yang berbeda. 4. Turnamen Guru mempersiapkan bahan turnamen yang dibutuhkan: Lembar penempatan meja turnamen, dengan penempatan meja turnamen yang telah diisi. Satu kopi lembar Permainan dan kunci Lembar Permainan untuk tiap meja turnamen, Satu lembar skor permainan, satu tumpuk kartu-kartu bernomor yang sesuai dengan nomor pertanyaan-pertanyaan pada lembar permainan untuk tiap meja. Aturan Permainan: • Pemain pertama mengambil kartu bernomor dan menemukan pertanyaan yang sesuai dengan lembar permainan. • Membaca pertanyaan tersebut dengan keras. • Memberi Jawaban. • Penantang Pertama: Setuju dengan pembaca atau menantang dan memberi jawaban, demikian juga penantang kedua. • Mencocokkan jawaban. • Pemain yang menjawab benar akan menyimpan kartu tersebut. Apabila ada penantang yang menjawab salah ia akan mengembalikan kartu yang dimenangkan sebelumnya (bila ada) ke tumpukan kartu. Apabila tidak ada satupun jawaban yang benar, kartu tersebut dikembalikkan ke tumpukan. Langkah ini dilakukan sampai akhir pelajaran, atau tumpukan kartu telah habis. Pada akhir turnamen hitunglah banyaknya kartu yang diperoleh tiap siswa, siswa yang memperoleh skor tertinggi mendapat poin 60, tingkatan berikutnya masing-masing 50, 40 dan 20. 5. Penghargaan Tim Guru menghitung skor tim dan siapkan sertifikat tim atau tuliskan hasil turnamen yang diumumkan pada papan buletin. Penerapan dalam sejarah Model ini tidak bisa diterapkan dalam sejarah, karena meskipun guruh telah membagi tim untuk turnamen namun hanya beberapa perwakilan tim saja yang bisa ikut ber lomba untuk mewakili timnya, sehingga dalam pembelajaran seperti ini kurang efektip karena sebagianlagi siswa tidak ikut terlibata dan hanya sebagai anggota tim saja, dalam sejarah hendaknya siswa menguasai semu pelajaran yang bersangkutan dengan sejarah sehingga ia tahu, paham, menganalisis dan mampu menyimpulkan suatu peristiwa sejarah namun dalm model ini tidak demikin. 3. Jigsaw Metode Jigsaw adalah teknik pembelajaran kooperatif dimana siswa memang berperan aktif didalam proses pembelajaran. Tujuannya adalah mengembangkan kerja tim, keterampilan belajara kooperatif, dan menguasai pengetahuan secara mendalam yang tidak mungkin diperoleh apabila mereka mencoba untuk mempelajari semua materi sendirian. Langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran Jigsaw: Kelas dibagi menjadi beberapa tim yang anggotanya terdiri dari 5 atau 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen. Bahan akademik disajikan kepada siswa dalam bentuk teks; dan tiap siswa bertanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian dari bahan akademik tersebut. Para anggota dari berbagai tim yang berbeda memiliki tanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian akademik yang sama dan selanjutnya berkumpul untuk saling membantu mengkaji bagian bahan tersebut. Kumpulan siswa semacam itu disebut kelompok pakar (expert group). Selanjutnya, para siswa yang berada dalam kelompok pakar kembali ke kelompok semula (home teams) untuk mengajar anggota lain mengenai materi yang telah dipelajari dalam kelompok pakar. Setelah diadakan pertemuan dan diskusi dalam home teams, para siswa dievaluasi secara individual mengenai bahan yang telah dipelajari. Penerapan didalam pembelajaran sejarah: Model ini bisa diterapkan dalam sejarah karena siswa berperan aktif didalam proses pembelajaran menguasai pengetahuan secara mendalam selanjutnya berkumpul untuk saling membantu mengkaji pelajaran dan mendiskusikanya serta saling bertukar pendapat tentang analisis yang mereka temukan masing-masing dalam suatu tema sejarah yang dibahas. 4. Tim Jigsaw Untuk menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, tugaskan setiap siswa pada setiap kelompok untuk mempelajari seperempat halaman dari bacaan atau teks pada mata pelajaran apa saja (misalnya sejarah), atau seperempat bagian dari sebuah topik yang harus mereka pelajari atau ingat. Setelah setiap siswa tadi menyelesaikan pembelajarannya dan kemudian saling mengajarkan (menjelaskan) tentang materi yang menjadi tugasnya atau saling bekerjasama untuk membentuk sebuah kesatuan materi yang utuh saat mereka menyelesaikan sebuah tugas atau teka-teki. Penerapan dalam pembelajaran sejarah: Model ini bisa penerapannya dalam sejarah kamirasa, karena siswa dituntut untuk aktif dan menguasai materi yang akan dipelajari dan ditugaskan oleh guruh terlebi dahulu. Sehingga siswa lebih tahu dan paham materi yang akan dibicarakan serta mereka mampu bertukar pikiran kepada sesma rekan atau teman kelasanya. 5. Jigsaw II Jigsaw II diadopsi dan dimodifikasi kembali oleh Slavin (1989). Dalam model ini, setiap kelompok berkompetisi untuk mendapatkan penghargaan kelompok (group reward). Penghargaan ini diperoleh berdasarkan performa individu masing – masing anggota. Setiap kelompok akan memperoleh poin tambahan jika masing – masing anggotanya mampu menunjukkan peningkatan performa saat ditugaskan mengerjakan kuis. Langkah-langkah penerapan model pembelajaran Jigsaw II: 1. Pilih beberapa bab, cerita, atau unit-unit lain. Tiap-tiap bahan sebaiknya dapat mencakup dua sampai tiga unit pertemuan. 2. Buatlah lembar ahli untuk setiap unit. Lembar ini memandu siswa untuk berkonsentrasi pada saat mereka membaca, dan memandu kelompok ahli yang ditunjuk untuk mendalami bahan bacaan tertentu. 3. Buatlah kuis untuk setiap unit. Kuis tersebut seharusnya terdiri dari paling sedikit delapan pertanyaan, dua untuk setiap topik, atau sebuah kelipatan dari empat (misalnya 12, 16, 20), untuk membuat banyak pertanyaan yang sama untuk setiap topik. 4. Menggunakan kerangka diskusi (pilihan). Suatu kerangka diskusi untuk tiap topik dapat membantu memandu diskusi pada kelompok ahli. Menempatkan siswa dalam tim. Tempatkan siswa ke alam tim-tim heterogen yang beranggota empat sampai lima. Menempatkan Siswa dalam Kelompok Ahli. Anda dapat menempatkan siswa ke dalam kelompok ahli secara acak, hanya dengan menbagi peran-peran secara acak di dalam setiap tim. Penerapan dalam pembelajaran sejarah: Model ini bisa diterapkan dalam sejarah karena siswa dengan adanya penghargaaan tau suatu riwod yang akan diberikan guru kepada anggota kelompok akan memotivasi masing-masing individu untuk mendapatkan riwod atau penghargaan tersebut sehingga mereka masing-masing individu dalam kelompok memiliki tekat dan memperdalam pengethuan dengan cara membaca atau dengn cara hal lain untuk menambah wawasanya untuk menyelsaikan kuis yang diberikan oleh guru tersebut. 6. Reverse Jigsaw (kebalikan Jigsaw) Tipe model pembelajaran kooperatif ini dikembangkan oleh Timothy Hedeen (2003). Perbedaanya dengan tipe Jigsaw adalah, bila pada model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw anggota kelompok ahli hanya mengajarkan keahliannya kepada anggota kelompok asal, maka pada model pembelajaran kooperatif reverse jigsaw ini, siswa-siswa dari kelompok ahli mengajarkan keahlian mereka (materi yang mereka pelajari atau dalami) kepada seluruh kelas. Penerapan dalam pembelajaran sejarah: Model ini dalam sejarah kami rasa tidak bisa diterapkan dalam pembelajaran sejarah karena hendaknya setiap siswa sama-sama mampu menguasai materi yang telah diajarkan atau yang ditugaskan untuk membacannya, jika hanya seorang murid saja yang menjelaskanya kepada semua anggota kelas takutnya timbul cemburu sosial, kurang diperhatikan siswa lain dan takut apa yang dismapaikan tidak tersampaikan semua sehingga tidak cocok model ini dalm sejarah. 7. TAI (Team Assisted Individualization atau Team Accelerated Instruction) TAI (Team Assisted Individualization) adalah salah satu jenis pembelajaran kooperatif (cooperative learning). Frase Team Assisted Individualization dapat diterjemahkan sebagai “Bantuan Individual Dalam Kelompok (BIDaK)”. Model pembelajaran kooperatif TAI ini sering pula dimaknai sebagai Team Accelerated Instruction. Model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization) merupakan pembelajaran kooperatif yang pada pelaksanaannya siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen. Salah satu poin penting yang harus diperhatikan untuk membentuk kelompok yang heterogen di sini adalah kemampuan akademik siswa. Masing-masing kelompok dapat beranggotakan 4 - 5 orang siswa. Sesama anggota kelompok berbagi tanggung jawab. Model pembelajaran kooperatif tipe TAI (Team Assisted Individualization atau Team Accelerated Instruction) merupakan strategi pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Pada model pembelajaran kooperatif ini, siswa biasanya belajar menggunakan LKS (lembar kerja siswa) secara berkelompok. Mereka kemudian berdiskusi untuk menemukan atau memahami konsep-konsep. Setiap anggota kelompok dapat mengerjakan satu persoalan (soal) sebagai bentuk tanggungjawab bersama. Penerapan model pembelajaran kooperatif Team Assisted Individualization lebih menekankan pada penghargaan kelompok, pertanggungjawaban individu dan memperoleh kesempatan yang sama untuk berbagi hasil bagi setiap anggota kelompok. Langkah-langkah penerapan model TAI 1. Placcement test Untuk mengetahui kemampuan siswa dan sebagai dasar timbangan pengelompokan., maka siswa dalam tahap ini diberi tes yang berupa pretest atau bisa berupa hasil test sebelumnya. 2. Team Siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan 4-5 orang yang heterogen. Fungsi kelompok adalah memastikan semua anggota kelompok ikut dan memiliki kesempatan yang sama untuk sukses. Tiap kelompok mengembangkan kemampuan masing-masing untuk objek yang dipermasalahkan sehingga ada interaksi kelompok yang diperoleh dari seluruh sumbangan anggota kelompok. 3. Teching group Guru menjelaskan materi pokok secara klasikal pada siswa yaitu dengan memperkenalkan konsep-konsep utama kepada siswa sebelum mengerjakan tugas secara individu. 4. Student Ceative Sebelum siswa belajar pada kelompoknya, terlebih dahulu masing-masing siswa berusaha membaca, memahami meteri-materi pelajaran dan mengerjakan tugas secara individu. 5. Team Study Para siswa diberikan suatu unit perangkat pembelajaran secara individu, unit tersebut berisikan materi kemudian para siswa mengerjakan dan membahas unit-unit tersebut dalam kelompok masing-masing.jika ada siswa yang mendapat kesulitan disarankan untuk meminta bantuan kepada kelompok sebelum meminta bantuan kepada guru. 6. Whole class unit Pada tahap ini dilakukan diskusi kelas, setiap anggota kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompoknya. Ketika ada kelompok yang mempresentasikan hasil kerja kelompoknya, maka tugas lain adalah menanggapi jawaban dari hasil kerja kelompok lain yang presentasi. Setelah diskusi setelah guru mengevaluasi terhadap jalannya diskusi dan membenahi atau menyempurnakan jawaban siswa. Di akhir diskusi guru meminta kepada siswa untuk membuat kesimpulan. 7. Fact test Guru memberikan tes untuk mengukur kemampuan siswa setelah diberikan materi. Pada penelitian ini tes diberikan setelah akhir pembelajaran. 8. Team scores and team recognition Diakhir pembelajaran guru memberikan skor kelompok. Skor ini didasarkan pada jumlah rata-rata dari nilai tes anggota kelompok. Penerapan dalam pembelajaran sejarah, Model ini bisa diterapkan dalam pemebelajaran sejarah, karena siswa dituntut untuk menyelsaikannya per individu dan baru bergabung kekelompoknya untuk mendiskusiakn jawaban dengn belajar semacam ini semua siswa mampu menguasai materi dan memahaminya, serata dipersentasikan masing-masing kelompok dan ditanggapi oleh kelompok lain, dengan adanya tanggapan berarti siswa menguasai materi dan memeprdebatkanya, jadi model ini cocok dalam sejarah saya rasa. 8. Round table atau rally table Untuk menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Round table atau Rally Table ini guru dapat memberikan sebuah kategori tertentu kepada siswa (misalnya kata-kata yang dimulai dengan huruf “s”). Selanjutnya mintalah siswa bergantian menuliskan satu kata secara bergiliran. Pada pembelajaran rally Table, secara berpasangan siswa bergantian memberi respon atau menyelesaikan masalah dengan menulis diatas kertas yang sama dan menggunakan pena atau pensil yang sama. Pada pembelajaran round table, sama dengan rally table, tetapi pasukan berempat. Penerapan dalam pembelajaran sejarah, Model ini kami rasa tidak cocok dalam pembelajaran sejarah karena hanya memberi suatu hurup yang tidak jelas akan penjelasanya dan akan membuat pelajaran mengambang saja. Dalam sejarah itu harus jelas, memilki fakta, waktu dan bukti sejarah lainnya, saya rasa model semacam ini cocok dalam bahasa Indonesia karena teka-teki. 9. NHT (Numbered Heads Together) – Kepala Bernomor Bersama Pada dasarnya merupakan sebuah varian diskusi kelompok, ciri khasnya adalah hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya, tanpa memberi tahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompok itu. Cara ini menjamin keterlibatan total semua siswa. Numbered heads together (NHT) adalah model pembelajaran yang dikembangkan untuk melibatkan banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengukur pemahaman mereka terhadap materi pelajaran tersebut. Model pembelajaran “numbered heads together” diharapkan dapat membuat siswa lebih aktif, bergairah dan siswa tidak menjadikan guru sebagai satu-satunya sumber informasi, sehingga semua akan bermuara pada tercapainya tujuan pembelajaran, baik dari segi proses maupun target capaian penguasaan kompetensi dasar. NHT adalah model pembelajaran yang dikembangkan untuk melibatkan banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengukur pemahaman mereka terhadap materi pelajaran tersebut. Langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran model NHT: a. Siswa dibagi dalam kelompok yang terdiri dari 3 – 4 anggota, setiap siswa / anggota kelompok mendapat sebuah nomor. b. Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya. c. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan setiap anggota kelompok dapat mengerjakannya / megetahui jawabannya. d. Guru memanggil salah satu siswa dengan memanggil nomornya, kemudian siswa tersebut melaporkan hasil kerjasama diskusi kelompoknya. e. Kelompok atau teman yang lain memberikan tanggapan, kemudian guru melanjutkan memanggil nomor yang lain. f. Siswa dengan dipandu guru membuat kesimpulan. Penerapan dalam pembelajaran sejarah, Model ini bisa diterapkan dalam pembelajaran sejarah karena setiap anggota kelompok bekerja sama dalam menyelsaikan tugas kelompoknya, selain itu juga siswa tersebut menguasai bahan dan materi yang menyangkut tugasnya serta masing-masing individu kelmpok mencari jawaban tugas kelompok tersebut dan mendiskusikanya kepada kelompoknya dan baru diabil suatu kesimpulan tentang jawaban sehingga dengn model semacam ini membuat siswa aktif dan mandiri dalam belajaran. 10. Three-Step Interview (Wawancara Tiga Langkah) Pembelajaran three step interview merupakan salah satu tipe pembelajaran kooeratif yang cukup sederhana, dan dapat dilatihkan kepada siswa yang belum terbiasa mengikuti pembelajaran kooperatif. Pada model pembelajaran ini setiap siswa diberikan kesempatan untuk saling berinteraksi dengan saling mewawancarai langsung dan menyampaikan kembali hasil wawancaranya serta dituntut untuk bisa bertanggung jawab terhadap tugus yang diembannya sebagai salah satu pendukung keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran. Langkah-langkah penerapan model pembelajaran Three-Step Interview: Siswa dibagi kedalam beberapa kelompok kecil yang terdiri dari empat orang. Kemudian masing-masing kelompok diperintahkan kembali untuk membuat kelompok yang baru yang terdiri dari hanya dua orang. Adapun kelompok yang berpasangan ini harus berasal dari anggota kelompok yang sama. Setelah itu tahap wawancara pertama dimulai, yaitu dalam setiap pasangan siswa pertama menjadi pewawancara sedangkan siswa yang kedua menjadi pihak yang diwawancara, orang yang mewawancara hendaknya mencatat hal-hal yang dianggap peting yang diungkapkan oleh yang diwawancarai. Kemudian tahap selanjutnya adalah mereka berdua saling bertukar peran, dan setelah itu pada tahap wawancara terakhir masing-masing pasangan bergabung dengan pasangan yang lain yang merupakan anggota kelompoknya semula kemudian mereka saling berbagi mengenai hasil wawancaranya masing-masing. Selama tahap wawancara ini, siswa diwajibkan memberikan pertanyaan yang hanya berkaitan dengan materi pelajaran yang sedang dipelajari. Kemudian setelah ketiga proses wawancara tersebut telah selesai dilaksanakan. Maka selanjutnya guru dapat menyuruh sebagian kelompok untuk melaporkan hasil diskusinya, setelah sebagian besar kelompok selesai membacakan hasil laporannya, guru kembali menjelaskan materi yang masih belum dipahami murid. Setelah itu guru memberikan evaluasi pada akhir pembelajaran. Penerapan dalam pembelajaran sejarah, Model ini sangat cocok dalam sejarah karena siswa dituntut untuk kritis dan aktif dalam menanyakan Sesutu hal yang menyangkut sejarah. Dan setelah melakukan wawancara siswa dituntut untuk melaporkanya dan menyimpulkanya contoh dalam kkl. Dari sanalah pengetahuan dan wawasan siswa bertambah. 11. Three-Minute Review (riviu Tiga langkah) Model pembelajaran kooperatif tipe three-step review efektif untuk digunakan saat guru berhenti pada saat-saat tertentu selama sebuah diskusi atau presentasi berlangsung, dan mengajak siswa mereviu apa yang telah mereka ungkapkan saat diskusi di dalam kelompok mereka. Siswa-siswa dalam kelompok-kelompok itu dapat bertanya untuk mengklarifikasi kepada anggota lainnya atau menjawab pertanyaan-pertanyaan dari anggota lain. Misalnya setelah diskusi tentang proses-proses kompleks yang terjadi di dalam tubuh manusia misalnya pencernaan makanan, siswa dapat membentuk kelompok-kelompok dan mereviu proses diskusi dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk mengklarifikasi. Penerapan dalam pembelajaran sejarah: Model ini cocok dalm sejarah karena siswa dituntut aktif, kritis dan tanggap dalam menjawab suatu pertanyan dari siswa lain, serta mengembangkan pengetahuan dan menghidupkan nalar mereka dalam belajar serta dapat mengingatkan kembali ada yang kurag dari jawaban sehingga mereka tahu serta paham. Serta bertambahlah wawasan mereka dari tidak tau menjadi tau. 12. GI (Group Investigasi) Berdasarkan pandangan konstruktivistik, proses pembelajaran dengan model group investigation memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk terlibat secara langsung dan aktif dalam proses pembelajaran mulai dari perencanaan sampai cara mempelajari suatu topik melalui investigasi. Democratic teaching adalah proses pembelajaran yang dilandasi oleh nilai-nilai demokrasi, yaitu penghargaan terhadap kemampuan, menjunjung keadilan, menerapkan persamaan kesempatan, dan memperhatikan keberagaman peserta didik. Group investigation adalah kelompok kecil untuk menuntun dan mendorong siswa dalam keterlibatan belajar. Metode ini menuntut siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses kelompok (group process skills). Hasil akhir dari kelompok adalah sumbangan ide dari tiap anggota serta pembelajaran kelompok yang notabene lebih mengasah kemampuan intelektual siswa dibandingkan belajar secara individual. Eggen & Kauchak (dalam Maimunah, 2005: 21) mengemukakan Group investigation adalah strategi belajar kooperatif yeng menempatkan siswa ke dalam kelompok untuk melakukan investigasi terhadap suatu topik. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa metode GI mempunyai fokus utama untuk melakukan investigasi terhadap suatu topik atau objek khusus. Langkah-langkah pelaksanaan: Tahap I a. Mengidentifikasi topik dan membagi siswa ke dalam kelompok. b. Guru memberikan kesempatan bagi siswa untuk memberi kontribusi apa yang akan mereka selidiki. Kelompok dibentuk berdasarkan heterogenitas. Tahap II a. Merencanakan tugas. b. Kelompok akan membagi sub topik kepada seluruh anggota. Kemudian membuat perencanaan dari masalah yang akan diteliti, bagaimana proses dan sumber apa yang akan dipakai. Tahap III a. Membuat penyelidikan. b. Siswa mengumpulkan, menganalisis dan mengevaluasi informasi, membuat kesimpulan dan mengaplikasikan bagian mereka ke dalam pengetahuan baru dalam mencapai solusi masalah kelompok. Tahap IV a. Mempersiapkan tugas akhir. b. Setiap kelompok mempersiapkan tugas akhir yang akan dipresentasikan di depan kelas. Tahap V a. Mempresentasikan tugas akhir. b. Siswa mempresentasikan hasil kerjanya. Kelompok lain tetap mengikuti. Tahap VI a. Evaluasi. b. Soal ulangan mencakup seluruh topik yang telah diselidiki dan dipresentasikan. Penerapan dalam pembelajaran sejarah: Model ini sangat cocok dalm pembelajran sejarah karna siswa dituntu untuk keritis, analisi mendalm dalm sutau hal suatu peristiwa. Yang sedang diamati atau dikaji sehingga memperdalam wawasan siswa missal dalam kkl. 13. Go Around (Berputar) Model pembelajaran Kooperatif Tipe Keliling Kelompok ini memberikan kesempatan lebih banyak kepada setiap siswa untuk dikenali dan menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain dalam pemecahan suatu permasalahan. Pembelajaran kooperatif tipe keliling kelompok merupakan cara yang efektif untuk mengubah pola diskusi di dalam kelas yang akan mengaktifkan setiap anggota kelompok. Dimana penerapannya dimulai dari pertama sekali siswa membentuk kelompoknya masing-masing, kemudian masing-masing kelompok diberi waktu 15 menit untuk mempelajari materi yang akan dibahas. Sebelumnya guru telah mempersiapkan pertanyaan yang sesuai dengan indikator (satu buah karton dibuat satu pertanyaan) ditempel di dinding kelas (depan, samping, belakang) dengan jarak tertentu. Setiap kelompok berdiri di depan kertas kartonnya masing-masing, Guru menentukan waktu untuk memulai menulis, Siswa cukup mengisi satu jawaban dengan waktu yang ditentukan guru, Seterusnya tiap kelompok bergilir mengisi jawaban menurut arah jarum jam, dan begitu seterusnya. akhir semua kegiatan diadakan diskusi kelas dan tanya jawab. Langkah-langkah pelaksanaan: a. Salah satu siswa dalam kelompok memulai dengan memberikan pandangan dan pemikirannya mengenai tugas yang sedang mereka kerjakan. b. Siswa berikutnya juga ikut memberi tanggapan c. Demikian seterusnya, giliran bicara bisa dilaksanakan menurut perputaran arah jarum jam atau dari kiri kekanan. Penerapan dalam pembelajaran sejarah, Model ini tidak cocok dalm sejarah karena siswa hanya diberi waktu sedikti saja dalm memahami dan menguasai materi yang telah ditentukan oleh guru ketika peroses belajar mengajar akan dilaksanakan, serta hanya dapat menekan batin siswa saja karena mereka tidak mampu menjawab pertanyan yang diberikan krena kekurangan materi dan kurangnya informasi tentang materi yang akan dibahas karena materi ditentukan ketika belajar. 14. Reciprocal Teaching (Pengajaran Timbal Balik) Pendekatan pengajaran timbal balik dapat digunakan kepada siswa yang mempunyai pemahaman rendah dalam membaca, baik pada sekolah dasar maupun pada sekolah lanjutan. Pada pengajaran timbal balik guru bekerja sama dengan kelompok-kelompok kecil siswa. Pengajaran timbal balik adalah kegiatan pembelajaran yang mengambil bentuk dialog antara guru dan siswa mengenai segmen teks untuk tujuan membangun makna dari teks. Pengajaran timbal balik adalah teknik membaca yang diduga untuk mempromosikan proses pengajaran. Pendekatan timbal balik memberikan siswa dengan empat strategi membaca tertentu yang aktif dan sadar digunakan untuk mendukung pemahaman: Mempertanyakan, Memperjelas, Meringkas, dan Memprediksi. tujuan pengajaran timbal balik adalah untuk memfasilitasi upaya kelompok antara guru dan siswa serta antara siswa dalam tugas membawa makna ke teks. Langkah-langkah pelaksanaan: 1. Siswa mempelajari materi pelajaran yang diberikan secara mandiri. Selanjutnya merangkum atau meringkas materi tersebut dan membuat pertanyaan soal yang berkaitan dengan materi yang dipelajari beserta jawabannya. 2. Siswa diberikan umpan balik, dukungan dan rangsangan ketika mempelajari tersebut secara mandiri. 3. Setelah dikoreksi, beberapa siswa diminta ( sebagai wakil yang mantap dalam mengembangkan soalnya ) untuk menjelaskan /menyajikan hasil temuannya di depan kelas. 4. Mengungkapkan kembali pengembangan soal tersebut untuk melihat pemahaman siswa yang lain melalui metode tanya jawab. 5. Siswa diberi tugas soal latihan secara individual. 6. Segera melakukan refleksi/evaluasi diri untuk mengamati keberhasilan penerapan model pembelajaran berbalik dilakukannya. Penerapan dalam pembelajaran sejarah: Model ini cocok dalam sejarah karena siswa dituntut untuk memahami materi dengan sendirinya dan membuat siswa mandiri dalm belajar karena siswa diwajibkan belajar sendiri-sendiri untuk menambah wawasan dan pengetahunnya. 15. CIRC (Cooperative Integrated Reading Composition) Model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition-CIRC (Kooperatif Terpadu Membaca dan Menulis) merupakan model pembelajaran khusus Mata pelajaran Bahasa Indonesia dalam rangka membaca dan menemukan ide pokok, pokok pikiran atau,tema sebuah wacana/kliping. Dalam pembelajaran CIRC atau pembelajaran terpadu setiap siswa bertanggung jawab terhadap tugas kelompok. Setiap anggota kelompok saling mengeluarkan ide-ide untuk memahami suatu konsep dan menyelesaikan tugas (task), sehingga terbentuk pemahaman yang dan pengalaman belajar yang lama. Model pembelajaran ini terus mengalami perkembangan mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) hingga sekolah menengah. Proses pembelajaran ini mendidik siswa berinteraksi sosial dengan lingkungan. Langkah-langkah penerapan: a. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang siswa secara heterogen. b. Guru memberikan wacana/kliping sesuai dengan topik pembelajaran. c. Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberi tanggapan terhadap wacana/kliping dan ditulis pada lembar kertas. d. Mempresentasikan/membacakan hasil kelompok. e. Guru dan siswa membuat kesimpulan bersama. f. Penutup. Dari setiap fase tersebut di atas dapat kita perhatikan dengan jelas sebagai berikut: a. Fase Pertama, Pengenalan konsep. Fase ini guru mulai mengenalkan tentang suatu konsep atau istilah baru yang mengacu pada hasil penemuan selama eksplorasi. Pengenalan bisa didapat dari keterangan guru, buku paket, atau media lainnya. b. Fase Kedua, Eksplorasi dan aplikasi. Fase ini memberikan peluang pada siswa untuk mengungkap pengetahuan awalnya, mengembangkan pengetahuan baru, dan menjelaskan fenomena yang mereka alami dengan bimbingan guru minimal. Hal ini menyebabkan terjadinya konflik kognitif pada diri mereka dan berusaha melakukan pengujian dan berdiskusi untuk menjelaskan hasil observasinya. Pada dasarnya, tujuan fase ini untuk membangkitkan minat, rasa ingin tahu serta menerapkan konsepsi awal siswa terhadap kegiatan pembelajaran dengan memulai dari hal yang kongkrit. Selama proses ini siswa belajar melalui tindakan-tindakan mereka sendiri dan reaksi-reaksi dalam situasi baru yang masih berhubungan, juga terbukti menjadi sangat efektif untuk menggiring siswa merancang eksperimen, demonstrasi untuk diujikannya. c. Fase Ketiga, Publikasi. Pada fase ini Siswa mampu mengkomunikasikan hasil temuan-temuan, membuktikan, memperagakan tentang materi yang dibahas. Penemuan itu dapat bersifat sebagai sesuatu yang baru atau sekedar membuktikan hasil pengamatannya.. Siswa dapat memberikan pembuktian terkaan gagasan-gagasan barunya untuk diketahui oleh teman-teman sekelasnya. Siswa siap menerima kritikan, saran atau sebaliknya saling memperkuat argumen. Penerapan dalam pembelajaran sejarah, Model ini cocok dalam sejarah karena siswa ditutnutu untuk memhami sendiri materi yang telah ditentukan dan di persentasikan ke kelasa dan siswa tersebut siap untuk dikeritik atu memperthankan argument dari materi yang ia pelajari. 16. The Williams Sebuah model yang dikembangkan untuk merangsang kreativitas pada anak berbakat dikembangkan oleh Williams terdiri dari tiga dimensi. Dimensi 1 (D1) dimensi kurikulum Dimensi 2 (D2) strategi pembelajaran Dimensi 3 (D3) prilaku siswa seperti prilaku kognitif – afektif Dengan menggunakan model Williams sebagai rujukan, guru dapat mengembangkan pelajaran dalam bidang-bidang pengajaran yang berbeda dapat merencanakan tujuan pembelajaran bagi anak berbakat secara spesifik. Synectics sebagai salah satu model pembelajaran mempunyai beberapa keuntungan, diantaranya adalah 1) mampu meningkatkan kemampuan untuk hidup dalam suasana yang kompleks dan menghargai adanya perbedaan; 2) mampu merangsang kemampuan berfikir kreatif; 3) mampu mengaktifkan kedua belahan otak; 4) mampu memunculkan adanya pemikiran baru. Selain itu, kelebihan dari metode synectics yang lainnya adalah bisa dikombinasi dengan model yang lain. Langkah-langkah pelaksanaannya: a. Prinsip reaksi mengacu pada respon guru terhadap siswanya. Diharapkan guru menerima semua respon siswa apapun bentuknya dan menjamin bahwa hal tersebut seolah-olah merupakan ungkapan kreatif siswa, akan tetapi melalui pertanyaan evokatif, guru dapat menstimulasi lebih lanjut kemampuan berfikir kreatifnya; b. Sistem sosial mendeskripsikan peranan dan hubungan antara guru dan siswa serta mendeskripsikan jenis norma yang disarankan. Sistem sosial dalam synectics terstruktur secara moderat, yang dalam praktiknya berupa guru mengawali dan mengarahkan siswa untuk memecahkan masalah melalui analogi, mengembangkan kebebasan intelektual, dan memberikan reward yang nantinya akan menjadi kepuasan internal siswa yang diperoleh dari pengalaman belajar; c. Sistem pendukung mengacu pada kebutuhan yang diperlukan untuk implementasi. Sistem pendukung dalam kegiatan synectics terdiri dari pengalaman guru tentang kegiatan synectics, lingkungan yang nyaman, laboratorium, atau sumber belajar lainnya. Penerapan dalam pembelajaran sejarah: Model pembelajaran ini cocok/relevan digunakan dalam pembelajaran Sejarah, karena pada pembelajaran sejarah mampu membuat anak berfikir analitis dan kritis, sehingga mereka akan mengetahui apa yang terbaik untuk mereka. Dan juga mampu untuk menciptakan kemampuan berfikir yang baru, karena sejarah mengajarkan tentang masa lampau, sehingga siswa mampu menganalisis mana yang lebih baik dari masa silam yang masih berguna untuk masa depannya. 17. TPS (Think Pairs Share) Strategi think pair share (TPS) atau berpikir berpasangan berbagi adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Strategi think pair share ini berkembang dari penelitian belajar kooperatif dan waktu tunggu. Pertama kali dikembangkan oleh Frang Lyman dan Koleganya di universitas Maryland sesuai yang dikutip Arends (1997), menyatakan bahwa think pair share merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam think pair share dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespon dan saling membantu. Langkah-langkah pelaksanaannya: a. Langkah 1 : Berpikir ( thinking ) : Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk berpikir sendiri jawaban atau masalah b. Langkah 2 : Berpasangan ( pairing ) : Selanjutnya guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi selama waktu yang disediakan dapat menyatukan jawaban jika suatu pertanyaan yang diajukan menyatukan gagasan apabila suatu masalah khusus yang diidentifikasi. Secara normal guru memberi waktu tidak lebih dari 4 atau 5 menit untuk berpasangan. c. Langkah 3 : Berbagi ( sharing ) : Pada langkah akhir, guru meminta pasangan-pasangan untuk berbagi dengan keseluruhan kelas yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif untuk berkeliling ruangan dari pasangan ke pasangan dan melanjutkan sampai sekitar sebagian pasangan mendapat kesempatan untuk melaporkan. Penerapan dalam pembelajaran sejarah: Model pembelajaran ini dapat diterapkan dalam pembelajaran sejarah, karena dalam pembelajaran sejarah siswa membutuhkan adanya interaksi antara murid engan murid dan juga guru dengan murid uru sendiri, sehingga dalam melakukan suatu diskusi kelas siswa tersebut mampu nerperan aktif dalam pebelajaran tersebut. 18. TPC (Think Pairs Check) Model pembelajaran kooperatif tipe think pairs-check adalah modifikasi dari tipe think pairs share, di mana penekanan pembelajaran ada pada saat mereka diminta untuk saling cek jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan guru saat berada dalam pasangan. TPW (Think Pairs Write). Penerapan dalam pembelajaran sejarah, Model pembelajaran ini dapat diterapkan dalam pembelajaran sejarah, karena dengan melakukan tes terhadap sisiwa, sisiwa tersebut dapat memahamai materi yang telah diajarkan. Namun, apa bila jawaban dari siswa tadi ditukar dengan teman satu kelasnya untuk mengeck jawaban yang benar, maka siswa akan tau dimana kesalahan yang diperbuatnya, sehingga mereka akan memperbaikinya untuk kegiatan latihan kedepannya. 19. TPW (Think Pairs Write) Tipe model pembelajaran kooperatif TPW (Think Pairs Write) juga merupakan variasi dari model pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pairs Share). Penekanan model pembelajaran kooperatif tipe ini adalah setelah mereka berpasangan, mereka diminta untuk menuliskan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Model pembelajaran kooperatif tipe TPW ini sangat cocok untuk pelajaran menulis. Penerapan dalam pembelajaran sejarah, Model pembelajaran ini dapat diterapkan dalam pembelajaran sejarah karena mereka setelah melakukan pertukaran jawaban yang diberikan tadi maka akan di koreksi oleh guru mereka dalam kelas bersama dengan siswa tersebut, mereka akan memahami penjelasan yhang disampaikan oleh gurunya tentang jawaban yang benar dari pertanyaan tadi, sehingga untuk kedepannya mereka tidak akan salah lagi dalam menjawab pertanyaan yang seperti itu. 20. Tea Party (Pesta Minum Teh) Pada model pembelajaran kooperatif tipe tea party, siswa membentuk dua lingkaran konsentris atau dua barisan di mana siswa saling berhadapan satu sama lain. Guru mengajukan sebuah pertanyaan (pada bidang mata pelajaran apa saja) dan kemudian siswa mendiskusikan jawabannya dengan siswa yang berhadapanan dengannya. Setelah satu menit, baris terluar atau lingkaran terluar bergerak searah jarum jam sehingga akan berhadapan dengan pasangan yang baru. Guru kemudian mengajukan pertanyaan kedua untuk mereka diskusikan. Langkah-langkah seperti ini terus dilanjutkan hingga guru selesai mengajukan 5 atau lebih pertanyaan untuk didiskusikan. Untuk sedikit variasi dapat pula siswa diminta menuliskan pertanyaan-pertanyaan pada kartu-kartu untuk catatan nanti bila diadakan tes. Penerapan dalam pembelajaran sejarah, Model pembelajaran yang seperti ini dapat diterapkan Dalam pembelajaran sejarah karena akan ada interaksi antara siswa dengan siswa dalam belajar, sehingga berbagai pendapat akan keluar dari masing-masing anak, sehingga anak-anak dapat berpikir secara kritis dan analitis. 21. Write Around (Menulis Berputar) Model pembelajaran kooperatif tipe write around ini cocok digunakan untuk menulis kreatif atau untuk menulis simpulan. Pertama-tama guru memberikan sebuah kalimat pembuka (contohnya: Bila kamu akan berulang tahun, maka kamu akan meminta hadiah berupa...). Mintalah semua siswa dalam setiap kelompok untuk menyelesaikan kalimat tersebut. Selanjutnya mereka ia menyerahkan kertas berisi tulisannya tersebut ke sebelah kanan, dan membaca kertas lain yang mereka terima setelah diserahkan oleh kelompok lain, kemudian menambahkan satu kalimat lagi. Setelah beberapa kali putaran, maka akan diperoleh 4 buah cerita atau tulisan (bila di kelas dibentuk 4 kelompok). Selanjutnya beri waktu bagi mereka untuk membuat sebuah kesimpulan dan atau mengedit bagian-bagian tertentu, kemudian membagi cerita atau simpulan itu dengan seluruh kelas. Write around adalah modifikasi dari model pembelajaran kooperatif go around. Penerapan dalam pembelajaran sejarah: Model pembelajaran yang seperti ini cocok digunakan dalam pembelajaran sejarah, karena siswa dapat membuat kesimpulan dari kalimat yang disampaikan oleh gurunya, kemudian siswa melanjutkannya kepada teman yang ada disebelahnya, sehingga interaksi antara siswa dengan siswa dapat berjalan dengan lancar. Dan mereka dapat menceritakan apa yang mereka dapatkan atau yang mereka simpulkan dapat diceritakan kepada seluruh teman-temannya didepan kelas. 22. Round Robin Brainstorming atau Rally Robin Contoh pelaksanaan model pembelajaran kooperatif Round Robin Brainstorming misalnya : berikan sebuah kategori (misalnya “nama-nama sungai di Indonesia) untuk didiskusikan. Mintalah siswa bergantian untuk menyebutkan item-item yang termasuk ke dalam kategori tersebut. Penerapan dalam pembelajaran sejarah: Model pembelajaran ini dqpat digunakan didalam pembelajaran sejarah karena siswa akan melakukan diskusi tentang sebuah kategori misalnya menyebutkan berbagai pahlawan revolusi, kemudian siswa mendiskusinya. 23. LT (Learnig Together) Orang yang pertama kali mengembangkan jenis model pembelajaran kooperatif tipe Learning Together (Belajar Bersama) ini adalah David johnson dan Roger Johnson di Universitas Minnesota pada tahun 1999. Pada model pembelajaran kooperatif tipe Learning Together, siswa dibentuk oleh 4 – 5 orang siswa yang heterogen untuk mengerjakan sebuah lembar tugas. Setiap kelompok hanya diberikan satu lembar kerja. Mereka kemudian diberikan pujian dan penghargaan berdasarkan hasil kerja kelompok. Pada model pembelajaran Kooperatif dengan variasi seperti Learning Together ini, setiap kelompok diarahkan untuk melakukan kegiatan-kegiatan untuk membangun kekompakan kelompok terlebih dahulu dan diskusi tentang bagaimana sebaiknya mereka bekerjasama dalam kelompok. Penerapan dalam pembelajaran sejarah: Model pembelajaran ini dapat diterapkan dalam pembelajaran sejarah karena siswa dituntut untuk belajar bersama untuk menyelesaikan suatu tugas tertentu, yang mana tugas tersebut akan di seleksi mana yang baik dan yang kurang, sehingga bagi kelompok yang tugasnya terbaik akan diberikan penghargaan yang nantinya penghargaan tersebut akan memotivasi siswa dalam melakukan tugas dengan sebaik-baiknya. 24. Student Team Learning (STL - Kelompok Belajar Siswa) Model pembelajaran kooperatif tipe student team learning ini dikembangkan di John Hopkins University – Amerika Serikat. Lebih dari separuh penelitian tentang pembelajaran kooperatif di sana menggunakan student team learning. Pada dasarnya model pembelajaran kooperatif yang satu ini sama saja dengan model pembelajaran kooperatif yang lain yaitu adanya ide dasar bahwa siswa harus bekerjasama dan turut bertanggungjawab terhadap pembelajaran siswa lainnya yang merupakan anggota kelompoknya. Pada tipe STL ini penekanannya adalah bahwa setiap kelompok harus belajar sebagai sebuah tim. Ada 3 konsep sentral pada model pembelajaran kooperatif tipe STL ini, yaitu: (1) penghargaan terhadap kelompok; (2) akuntabilitas individual; (3) kesempatan yang sama untuk memperoleh kesuksesan. Pada sebuah kelas yang menerapkan model pembelajaran ini, setiap kelompok dapat memperoleh penghargaan apabila mereka berhasil melampaui ktiteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Akuntabilitas individual bermakna bahwa kesuksesan sebuah kelompok bergantung pada pembelajaran yang dilakukan oleh setiap individu anggotanya. Pada model pembelajaran tipe STL, setiap siswa baik dari kelompok atas, menengah, atau bawah dapat memberikan kontribusi yang sama bagi kesuksesan kelompoknya, karena skor mereka dihitung berdasarkan skor peningkatan dari pembelajaran mereka sebelumnya. Penerapan dalam pembelajaran sejarah: Model ini dapat diterapkan dalam pembelajaran sejarah, karena setiap siswa harus bertanggungjawab terhadap kelompok mereka masing-masing, harus adanya kerja sama dalam kelompok mereka, sehingga kelompok mereka akan mendapat dalam melakukasn diskusi, karena adanya kerja sama yang baik diantara siswa tersebut, dan mereka dapat belajar dari kelompok yang tidak bertanggung jawab serta tidak bekerja sama yang mana kelompok tersebut tidak mendapatkan penghargaan. Seperti membuat suatu makalah, yang mana makalah tersebut akan dinilai baik apabila ada kerja sama serta pertanggung jawaban dari kelompok masing-masing. 25. Two Stay Two Stray Model pembelajaran kooperatif two stay two stray ini sebenarnya dapat dibuat variasinya, yaitu berkaitan dengan jumlah siswa yang tinggal di kelompoknya dan yang berpencar ke kelompok lain. Misalnya: (1) one stay three stray (satu tinggal tiga berpencar); dan (2) three stay one stray (tiga tinggal satu berpencar). Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray dikembangkan pertama kali oleh Spencer Kagan (1990). Dengan struktur kelompok kooperatif seperti tipe two stay two stray ini dapat memberikan kesempatan kepada tiap kelompok untuk saling berbagi informasi dengan kelompok-kelompok lain. Penerapan dalam pembelajaran sejarah: Model pembelajaran ini dapat diterapkan dalam pembelajaran sejarah karena siswa dituntut untuk bekerja sama dalam suatu kelompok mereka masing-masing, sehingga akan memberi informasi kepada kelompok lain tentang apa yang mereka dapatkan didalam kelompok mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar