Selasa, 01 September 2015

peristiwa sekitar proklmasi

Sekitar Proklamasi (12 s.d. 17 Agustus 1945) 1. Peristiwa Jakarta-Dalat-Jakarta Pada tanggal 9 Agustus 1945, tiga tokoh sekaligus pemimpin Indonesia yang menjadi unsur pimpinan PPKI dan BPUPKI yaitu Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, dan dr. Radjiman Wediodiningrat diminta datang ke Vietnam, ke markas besar panglima tertinggi tentara Jepang di Asia Tenggara, Maesecal Terauchi, markas ini terletak di Dalat. Karena Soekarno sedang sakit maka ia ditemani dokter pribadinya yaitu R. Soeharto. Mereka juga disertai oleh dua orang Jepang sebagai pengantar dan juru bahasa, mereka adalah Nomura dan Myoshi. Pada tanggal 12 Agustus, ketiga pemimpin ini diterima oleh Jendral Besar atau Marsekal Terauchi. Pemerintah Dai Nippon sudah memutuskan untuk segera memberikan kemerdekaan kepada bangsa Indonesia. Dalam pertemuan itu, Terauchi juga menyampaikan daftar 21 Anggota PPKI yang dibentuk tanggal 7 Agustus, dan Sidang pertaman PPKI harus diadakan paling lambat tanggal 18 Agustus. Dalam perjalanan pulang melalui Singapura, mereka bertemu dengan dr. Amin, mr. Teuku Muhammad Hasan, dan mr. Abdul Abas, tiga anggota PPKI yang sedang menuju Jakarta untuk menghadiri sidang PPKI tanggal 16 Agustus. Pada tanggal 14 Agustus 1945, ketiga pemimpin Indonesia itu tiba di Jakarta. Banyak perubahan yang terjadi di Jakarta, misalnya aktivitas mahasiswa dan kelompok pemuda dan antisipasi sejumlah anggota Peta yang bersiaga-jaga terhadap kemungkinan menyusul kekalahan Jepang satu persatu di berbagai daerah pendudukan. Namun, hal itu di sembunyikan oleh Tedauchi, karena Jepang masih mempropogandakan kejayaan prajuritnya. 2. Peristiwa Rengasdengklok Berita tentang kapitulasi Jepang dan rencana Belanda untuk kembali yaitu melalui radio-radio klandestin, dengan mengembangkan situasi revolusioner di Jakarta. Walaupun para pemuda sudah diintriogasi oleh Jepang, namun mereka sudah mengembangkan rasa percaya diri didalam diri mereka sendiri serta sikap yang kritis terhadap orang Jepang. Mereka merasakan bahwa sudah saatnya untuk melakukan suatu tindakan untuk memproklamasikan kemerdekaan sebagai bentuk kulminasi Pergerakan Nasional. Mereka menyadari bahwa kemerdekaan Indonesia harus bebas dari keterlibatan pihak Jepang. Bagi Jepang kemerdekaan merupakan hadiah bagi dunia internasional sesudah PD II tanpa memperdulikan anggapan Belanda, namun untuk menyakinkan Amerika dan Inggris tentang kemerdekaan Indonesia merdeka bukanlah sebagai bom waktu. Sedangkan para pemimpin tua, generasi Soekarno dan Hatta menganggap bahwa mereka harus memastikan kenetralan Jepang terhadap proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Mereka menghindari konfrontasi dengan Jepang karena pengalamannya dalam Pergerakan Nasional adalah suatu perjuangan politik dengan menggunakan jalan damai. Sedangkan para nasionalis yang lebih muda tidak segan-segan untuk menggunakan kekerasan karena mereka dibesarkan dalam suasana perang. Perbedaan paham yang seperti ini dikenal dengan Peristiwa Rengasdengklok, para pemuda menculik Soekarno dan Hatta ke suatu kota kewedanaan yang jauhnya 85 KM sebelah Timur Jakarta, mereka ditahan selama satu hari penuh dalam kompleks sebuah chudan Tentara Peta. Selama bulan pertama tahun 1945 daidan Jakarta ditugaskan untuk memberikan latihan baris-berbaris kepada para mahasiswa dan pelajar di Jakarta. Selama latihan itulah mereka mengadakan kontak dengan mahasiswa. Kontak itu digunakan dalam sehari sebelum terjadinya revolusi untuk melancarkan berbagai aksi. Kelompok yang menculik Soekarno dan Hatta dipimpin oleh Singgih, seorang Shodancho dari Jakarta yang menggunakan kendaraan dan pengawal dari Peta. Seorang dari pemimpin pemuda, yaitu Sukarni, menyertai kelompok penculik itu dengan mengadakan tekanan terhadap kedua pemimpin, sehingga mereka bersedia untuk memperoklamasikan kemerdekaan Indonesia bebas dari setiap campur tangan Jepang. Tetapi pemimpin tua itu tidak memasuki perundingan apa pun dengan pemimpin pemuda mengenai saat dan cara kemerdekaan diproklamasikan. Sehingga terjadi perdebatan diantara pemimpin kaum tua itu yang berakhir dengan hangat. Kedatangan Ahmad Soebardjo, seorang pemimpin nasionalis tua ke Rengasdengklok. Ia bekerja di kantor penghubung Angkatan Laut Jepang di Jakarta (Kaigun Bukanfu) yang dipimpin oleh Laksamana Maeda Tadashi. Maeda mengetahui pentingnya Indonesia sebagai sumber minyak, suatu produk yang mutlak bagi Armada Jepang. Maeda setelah bertugas selama beberapa tahun sebagai atase angkatan laut di luar negeri, mengetahui tentang kekuatan nasionalisme. Ia juga bersimpati terhadap kemerdekaan Indonesia, berlawanan dengan baik kebijaksanaan resmi angkatan laut di Tokyo maupun dengan sikap pemerintah militer angkatan laut di bagian timur Indonesia. Dari pemimpin pemuda yang mempunyai hubungan dengan kantor penghubung Angkatan Laut, Subardjo berhasil memperoleh informasi mengenai pengasingan Soekarno dan Hatta. Ia mengadakan persetujuan dengan para pemimpin pemuda; ia mengikat diri untuk segera menyelenggarakan proklamasi kemerdekaan oleh Soekarno dan Hatta sebagai pembebasan mereka berdua. Pada malam hari itu, kedua pemimpin senior tersebut dibawa kembali kejakarta dan diselenggarakanlah suatu pertemuan, baik dengan pemimpin tua maupun pemuda dalam suatu Komite Van Aksi. Untuk menjaga keamanan peserta rapat terhadap penangkapan oleh Kempeitai (polisi militer) yang di takuti, pertemuan dilaksanakan di rumah Laksamana Maeda. Tetapi sebelum pertemuan dimulai, Soekarno dan Hatta diantar oleh Laksamana Maeda dan beberapa pejabat jepang lainnya menemui Mayor Jendral Nishimura, Somubucho, yang bertindak atas nama Gunseikan, Mayor Jendral Yamamoto. Pemimpin senior tersebut menerima penegasan bahwa Jepang telah menyerah kepada serikat. Ia juga mengatakan bahwa penguasa Jepang harus memelihara Status Quo, yang berarti mereka tidak dapat megizinkan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Status quo ini didasarkan atas interprestasi Jepang terhadap Konvensi Jenewa, dan waktu itu tidak ada komunikasi dari angkatan perang serikat yang telah sampai kepada komando tentara keenam belas jepang. 3. Penyusunan teks Proklamasi Setelah mendengar sikap resmi pemerintah Militer Jepang, Soekarno dan Hatta menyadari bahwa satu-satunya jalan yang masih terbuka adalah usulan dari para pemuda yang suatu kemerdekaan Indonesia di proklamasikan tanpa campur tangan Jepang. Soekarno dan Hatta kembali kekediaman Maeda, dan bersama Soebardjo mulai merumuskan tek proklamasi kemerdekaan. Ketika mereka selesai dengan teks proklamasi dan menyampaikannya kepada para pemimpin yang hadir. Teks disetujui dengan perubahan-perubahan kecil dan telah diterima sesuatu usul supaya teks ditandatangani hanya oleh Soekarno dan Hatta. Kata-kata yang dirubah diantaranya pertama, kata “Tempoh” di ganti menjadi “Tempo”, “Wakil-wakil bangsa Indonesia” menjadi “Atas nama bangsa Indonesia”, dan “Djakarta, 17-08-05” menjadi “Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05”. Setelah menandatangani naskah proklamasi, Soekarno dan Hatta pulang dan beberapa hadirin lainnya meninggalkan rumah Maeda. Soekarno kemudian meminta Sayuti Melik mengetik teks Proklamasiyang sudah di sempurnakan dan ditanda tangani. 4. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia Setelah mengadakan pertemuan dengan para pemimpin untuk merumuskan teks proklamasi dan disetujui di kediaman Laksamana Maeda, maka beberapa jam kemudian pada pagi hari, tanggal 17 Agustus 1945 pukul 10.30 dirumahnya di Pengangsaan Timur no. 56, Proklamasi Kemerdekaan dengan Khidmat di bacakan oleh Soekarno, disaksikan oleh Hatta dan beberapa ratus orang Indonesia lainnya. Kemudian sang saka merah putih dinaikkan diiringi dengan lagu kebangsaan Indonesia Raya oleh seluruh hadirin. Seluruh prajurit Peta dibantu oleh anggota-anggota Barisan pelopor dan kelompok lainnya menjaga rumah dari segala penjuru. Seorang chudancho, Latief Hendra Ningrat memimpin pergerakan bendera. Sumber: Notosussanto, Nugroho. 1979. Tentara Peta pada Jaman Pendudukan Jepang. Jakarta: Gramedia. Ricklefts, M.C. 2010. Sejarah Indonesia Modern 1200-2008. Jakarta: Serambi. Sularto, St. Dan D. Rini Yunarti. 2010. Konflik di Balik Proklamasi: BPUPKI, PPKI, dan Kemerdekaan. Jakarta: PT. Kompas Media Nusantara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar