Selasa, 01 September 2015

perkembangan emosi remaja

A. Latar Belakang Pada umumnya perbuatan kita sehari-hari disertai oleh perasaan-perasaan tertentu, yaitu perasaan senang atau tidak senang. Perasaan-perasaan seperti ini biasanya disebut emosi. Beberapa macam emosi antara lain, gembira, bahagia, semu, terkejut, benci, senang, sedih, was-was dan sebagainya. Perasaan emosi biasanya disifatkan sebagai suatu keadaan dari diri individu pada suatu waktu. Misalnya, orang merasa sedih, senang, terharu dan sebagainya bila melihat sesuatu, mendengar sesuatu, dan sebagainya. Dengan kata lain perasaan disifatkan sebagai suatu keadaan jiwa sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa yang pada umumnya datang dari luar dan peristiwa-peristiwa tersebut pada umumnya menimbulkan kegoncangan-kegoncangan pada individu yang bersangkutan. Remaja berada pada periode perkembangan yang banyak mengalami masalah pertumbuhan dan perkembangan khususnya menyangkut dengan penyesuaian diri terhadap tuntutan lingkungan dan masyarakat serta orang dewasa. Masalah yang sering terjadi pada perkembangan intelektual dan emosional remaja adalah ketidakseimbangan antara keduanya. Kemampuan intelektual mereka telah dirangsang sejak awal melalui berbagai macam sarana dan prasarana yang disiapkan di rumah dan di sekolah dengan berbagai media. Pembelajaran kadang tidak selalu disukai oleh peserta didiknya, sehingga banyak tujuan pembelajaran yang tidak tercapai. Ini dilatarbelakangi oleh kurangnya pemahaman dari sang pendidik akan perkembangan emosi dan jiwa peserta didiknya, khususnya remaja. Sebab, dalam usia remaja perubahan emosi dan psikologis sangat pesat sekali. Gejala- gejala emosi para remaja seperti perasaan sayang, marah, takut, bangga dan rasa malu, cinta dan benci, harapan-harapan dan putus asa, perlu dicermati dan dipahami dengan baik. Sebagai pendidik mengetahui setiap aspek tersebut dan hal yang lain merupakan sesuatu yang terbaik sehingga perkembangan remaja sebagai peserta didik berjalan dengan normal tanpa ada mengalami gangguan. Tanpa adanya pemahaman terhadap perkembangan emosi jiwa remaja ini, sang pendidik kemungkinan besar akan mengulangi kesalahan dengan memberikan pembelajaran yang tidak sesuai dengan kondisi perubahan yang ada pada diri remaja. Kalau kita melihat pada hakekat pendidikan yang merupakan suatu upaya mewariskan nilai, yang akan menjadi penolong dan penentu umat manusia dalam menjalani kehidupan, dan sekaligus untuk memperbaiki nasib dan peradaban umat manusia. Tanpa pendidikan, maka diyakini bahwa manusia sekarang tidak berbeda dengan generasi manusia masa lampau, yang dibandingkan dengan manusia sekarang, telah sangat tertinggal baik kualitas kehidupan maupun proses-proses pemberdayaannya. Secara ekstrim bahkan dapat dikatakan, bahwa maju mundurnya atau baik buruknya peradaban suatu masyarakat, suatu bangsa, akan ditentukan oleh bagaimana pendidikan yang dijalani oleh masyarakat bangsa tersebut. Disinilah pendidik dituntut untuk mampu membawa peserta didik dapat mencapai peradaban tertinggi, dengan menerapkan proses pendidikan yang sesuai dengan kondisi kejiwaan peserta didik. B. Rumusan Masalah Dari uraian latar belakang yang telah diuraikan di atas maka kita dapat mengidentifikasikan permasalahan yaitu : 1. Apa pengertian perkembangan emosi? 2. Bagaimana karakteristik perkembangan emosi pada masa remaja? 3. Faktor apa yang mempengaruhi perkembangan emosi pada masa remaja? 4. Bagaimana upaya yang dilakukan oleh guru serta orang tua dalam mengembangkan emosi positif remaja? C. Pembahasan PERKEMBANGAN EMOSI 1. Pengertian Emosi Emosi dapat diartikan sebagai suatu keadaan kejiwaan yang mewarnai tingkah laku. Emosi juga dapat diartikan sebagai suatu reaksi psikologis yang ditampilkan dalam bentuk tingkah laku gembira, bahagia, sedih, berani, takut, marah, muak, haru, cinta dan sejenisnya. Biasanya emosi muncul dalam bentuk luapan perasaan yang surut dalam waktu yang singkat. Hathersall (1985), merumuskan pengertian emosi sebagai situasi psikologis yang merupakan pengelaman subjektif yang dapat dilihat dari reaksi wajah dan tubuh. Misalnya seorang remaja yang sedang marah memperlihatkan muka merah, wajah seram, dan postur tubuh yang menegang, bertingkah laku menendang atau menyerang, serta jantung berdenyut cepat. Keleinginna and kelenginsn (1981), berpendapat bahwa emosi seringkali berhubungan dengan tujuan tingkah laku. Emosi sering di sebut dengan perasaann (felling); misalnya pengalaman-pengalaman afektif, kenikmatan atau ketidaknikmatan, marah, takut, bahagia, sedih dan jijik. Emosi sering berhubungan dengan ekspresi tingkah laku seperti senyum, membelalak dan lain sebagainya, juga sering berhubungan dengan respon-respon fisiologis seperti sakit kepala, berkeringat dan mau buang air. Menurut Oxford English Dictionary (dalam Daniel Goleman: 1997) mendefenisikan emosi sebagai “setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu; setiap keadaan mental yang hebat atau meluap-luap”. Emosi adalah suatu perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Menurut Ekman dan yang lain-lainnya (dalam Daniel Golemen:1997) yang menganggap emosi berdasarkan kerangka kelompok atau dimensi, dengan cara mengambil kelompok yang besar emosi – marah, sedih, takut, bahagia, cinta, malu, dan sebagainya – sebagai titik tolak bagi nuansa kehidupan emosional kita yang tak habis-habisnya. Sunarto dan Hartono merumuskan pengertian Emosi dalam buku Perkembangan Peserta didik (1995), Emosi adalah suatu gejala emosional yang secara kualitatif berkelanjutan, akan tetapi tidak jelas batasnya. Pada suatu saat suatu warna afektif dapat dikatakan sebagai perasaan, tetapi juga dapat dikatakan sebagai emosi. Menurut Crow & Crow (dalam Sunarto dan Hartono 1995) emosi adalah: pengalaman afektif yang disertai dengan penyesuaian diri dalam diri individu tentang keadaan mental fisik dan berwujud suatu tingkah laku yang tampak. Emosi adalah warna afektif yang kuat dan ditandai oleh perubahan-perubahan fisik. Pada saat terjadi emosi seringkali terjadi perubahan pada fisik, diantaranya: a. Reaksi elekstris pada kulit meningkat bila terpesona. b. Peredaran darah bertambah cepat bila marah. c. Denyut jantung bertambah cepat bila terkejut. d. Bernafas panjang bila marah. e. Pupil mata membesar bila marah. f. Liur mengering kalau takut dan tegang. g. Bulu roma berdiri kalau takut. h. Pencernaan mencret-mencret kalau tegang. i. Ketegangan dan ketakutan menyebabkan otot menegang atau bergetar j. Komposisi darah akan ikut berubah karena emosional yang menyebabkan kelenjar-kelenjar lebih aktif. 2. Ciri-ciri Emosi Remaja Remaja memiliki karakteristik kemunculan emosi yang berbeda bila di bandingkan dengan masa kanak-kanak maupun dengan orang dewasa. Ciri yang khas terjadi pada remaja adalah: a. Emosi mudah meluap (tinggi). Meluapnya emosi remaja sering muncul karena tidak terpenuhinya kebutuhan mereka, misalnya: keinginan yang tidak terpenuhi orang tua, tidak mendapat perhatian dari teman sebaya, dan sebagainya. b. Mudah muncul emosi negatif. Emosi negatif muncul atau yang di tampilkan dapat berupa marah, benci, sedih dan sebagainya. Misalnya benci pada guru yang pilih kasih, sedih jika tidak mendapat perhatian, dan lain-lain. Emosi negatif tersebut dapat berakibat terjadinya gangguan emosional. Gangguan tersebut adalah: a. Depresi atau sedih yang mendalam, biasanya akibat kesedihan yang tidak mendapat tanggapan dari orang lain atau tanggapan yang diterima justru meningkatkan kesedihan yang ada. Depresi dapat terjadi akibat kehilangan orang yang sangat dicintai, atau kegagalan yang bertubi-tubi dialami. b. Mudah pingsan karena terlalu sensitif dan perasa, khususnya terhadap sesuatu yang menakutkan atau menyedihkan. c. Mudah tersinggung dan sensitif terhadap orang lain. Misalnya sesuatu yang dilihat, didengar atau direspon orang lain, ditanggapi secara impulsif. d. Sering cemas karena terlalu banyak memikirkan bahaya/kegagalan. Apabila dihadapkan pada suatu tugas atau tujuan yang diharapkan orang lain yang terbayangkan bukannya keberhasilan dalam menjalankan tugas tersebut, namun justru kegagalan yang akan ditemui. e. Sering ragu-ragu dalam memutuskan sesuatu atau bertindak, mungkin karena terlalu banyak pertimbangan yang kadang-kadang tidak rasional. Emosi negatif yang dialami remaja sering kali muncul pada remaja yang belum mencapai kematangan emosi. Disamping itu, dapat dilihat bagaimana ciri-ciri kematangan emosi remaja, yaitu: a. Mandiri dalam arti emosional, yaitu bertanggung jawab atas masalahnya sendiri dan bertanggung jawab atas orang lain. b. Mampu menerima diri sendiri dan orang lain apa adanya. Mereka tidak cenderung menyalahkan diri sendiri maupun menyalahkan orang lain atas kegagalan yang dialaminya. c. Mampu menampilkan ekspresi emosi sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada. d. Mampu mengendalikan emosi-emosi negatif, sehingga permunculannya tidak implusif. Selain itu, dapat dikenali pula bagaimana ciri-ciri ketidakmatangan emosi remaja sebagai berikut: a. Cenderung melihat sisi negatif dari orang lain. b. Implusif; kurang mampu mengendalikan emosi, dan mudah emosional. c. Kurang mampu menerima diri sendiri dan orang lain apa adanya. d. Kurang mampu memahami orang lain dan cenderung untuk selalu minta dipahami orang lain. e. Tidak mau mengakaui kesalahan yang telah diperbuat dan cenderung untuk menyembunyikannya atau lebih memilih sikap mekanisme pertahanan diri. Menurut Biehler (1972) membagi ciri-ciri emosional remaja menjadi dua jenjang, yaitu: a. Remaja berusia 12 – 15 tahun - Pada usia ini seseorang siswa/anak cenderung banyak murung dan tidak dapat diterka. - Bertingkah laku kasar untuk menutupi kekurangan dalam hal rasa percaya diri. - Ledakan-ledakan kemarahan mungkin biasa terjadi. - Cenderung tidak toleran terhadap orang lain dan membenarkan pendapatnya sendiri yang disebabkankan kurangnya rasa percaya diri. - Mulai mengamati orang tua dan guru-guru mereka secara lebih objektif dan menjadi marah apabila mereka ditipu dengan gaya guru yang bersikap serba tahu. b. Remaja usia 15 – 18 tahun - Pemberontakan remaja merupakan ekspresi dari perubahan yang universal dari masa kanak-kanak ke dewasa. - Mengalami konflik dengan orang tua mereka. - Sering melamun, memikirkan masa depan mereka. 3. Jenis-jenis Emosi Crider dan kawan-kawan (1983) mengemukakan dua jenis emosi, yaitu emosi positif dan emosi negatif. Emosi positif seperti gembira, bahagia, sayang, cinta, dan berani. Emosi negatif seperti rasa benci, takut, marah, geram, dan lain-lain. Emosi negatif merupakan reaksi ketidak puasan dan emosi positif merupakan reaksi kepuasan terhadap terpenuhinya kebutuhan yang dirasakan remaja. Apabila kebutuhan itu telah terpuaskan, maka remaja merasakan senang, bahagia, dan gembira, sebaliknya apabila tidak maka ia akan merasa kecewa, marah, sedih, cemas dan takut. Luella Cole (1963), mengemukakan bahwa ada tiga jenis emosi yang menonjol pada periode remaja, yaitu: a. Emosi marah Emosi ini lebih mudah muncul jika dibandingkan dengan emosi lainnya dalam kehidupan remaja. Penyebabnya ialah apabila mereka direndahkan, dipermalukan, dihina atau dipojokkan di hadapan kawan-kawannya. Remaja yang sudah cukup matang menunjukkan rasa marahnya tidak lagi dengan berkelahi seperti pada masa kanak-kanak sebelumnya, tetapi lebih memilih mengerutu, mencaci, atau dalam bentuk ungkapan verbal lainnya. Pada dasarnya remaja cenderung mengganti emosi kekanak-kanakan mereka dengan cara yang lebih sopan, seperti dengan cara diam, mogok kerja, pergi keluyuran keluar rumah, dan melakukan latihan fisik yang keras sebagai cara pelairan emosi marah mereka. b. Emosi takut Ketakutan tersebut banyak menyangkut dengan ujian yang akan diikuti, sakit, kekurangan uang, rendahnya prestasi, tidak dapat pekerjaan atau kehilangan pekerjaan, keluarga yang kurang harmonis, tidak populer dimata lawan jenis, tidak dapat pacar, memikirkan kondisi fisik yang tidak sesuai dengan yang diharapkan. Ketakutan lain adalah kesepian, kehilangan pegangan agama, perubahan fisik, pengalaman seksual serta onani dan menstrubasi, serta berkhayal, menemui kegagalan belajar disekolah atau karier, berbeda dengan teman sebaya, takut terpengaruh teman yang kurang baik, diejek dan sebagainya. Ketakutan yang dialami oleh remaja dapat di kelompokkan sebagai berikut: 1) Ketakutan terhadap masalah atas sikap orang tua dan tidak adil dan cenderung menolak di dalam keluarga. 2) Ketakutan terhadap masalah mendapatkan status baik dalam kelompok sebaya maupun dalam keluarga. 3) Ketakutan terhadap masalah penyesuaian pendidikan atau pilihan pendidikan yang sesuai dengan kemampuan dan cita-cita. 4) Ketakutan terhadap masalah pilihan jabatan yang sesuai dengan kemampuan dan keinginan. 5) Ketakutan terhadap masalah-masalah seks. 6) Ketakutan terhadap ancaman terhadap keberadaan diri. Pada saat akhir masa remaja dan saat memasuki perkembangan dewasa awal, ketakutan atau kecemasan yang baru muncul adalah menyangkut masalah keuangan, pekerjaan, kemunduran usaha, pendirian/pandangan politik, kepercayaan/agama, perkawinan dan keluarga. Remaja yang sudah matang akan berusaha untuk mengatasi maslah-masalah yang menimbulkan rasa takutnya. c. Emosi cinta Emosi ini sudah ada semenjak masa bayi dan terus berkembang sampai dewasa. Sedangkan pada masa dewasa. Sedangkan pada masa remaja rasa cinta diarahkan pada lawan jenis. Pada masa bayi rasa cinta diarahkan kepada orang tua terutama ibu. Pada masa kanak-kanak (3-5 tahun) rasa cinta diarahkan kepada orang tua yang berbeda jenis kelamin, misalnya anak laki-laki akan jatuh cinta pada ibu dan anak perempuan akan jatuh cinta kepada ayah. Pada masa remaja arah dan objek cinta itu berubah yaitu terhadap teman sebayanya yang berlawanan jenis. Menurut Luella Cole, ada kecendrungan remaja wanita tertarik terhadap sesama jenis berlangsung dalam waktu yang lama. Hal ini terlihat dari sikap sayang yang berlebihan kepada sesama wanita. Perasaan seperti ini berkembang menjadi ketertarikan yang kuat pada wanita yang lebih tua. Oleh karena itu dapat terjadi ibu guru di SMU menjadi objek kasih sayang yang berlebihan dari para siswinya. Remaja wanita yang keranjingan terhadap guru wanita ini biasanya adalah remaja yang terisolir dan hanya memiliki hubungan yang erat dengan sesama jenis. Remaja wanita yang seperti ini biasanya hubungannya terbatas sekali dengan remaja pria yang dirasakannya sangat berbeda dengan dirinya yaitu kurang lembet atau cenderung kasar. Gadis seperti ini kurang mampu menimbulkan minat cinta pada pria. Apabila mereka memiliki kemampuan belajar yang cukup tinggi dan kerjanya gesit, ia akan bertambah sayang pada guru wanitanya karena dia merasa guru tersebut dapat memahami perasaan dan pikirannya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa beberapa situasi yang mendorong remaja putri untuk menyayangi wanita yang klebih tua dari dirinya secara berlebihan: 1) Wanita tersebut dirasakan dapat membantu mengatasi kesulitan yang dihadapinya. 2) Wanita itu dapat dijadikan sebagai pengganti ibunya, apabila ia jauh dari ibunya yang dijadikan figur atau kehilangan kasih sayang dari ibunya mungkin karena perceraian atau meninggal. 3) Wanita tersebut dirasakan sangat menyayanginya, dan ia berasal dari keluarga yang menolak dirinya. 4) Karena tidak populer diantara teman pria, merasa sangat malu dan takut terhadap teman pria, atau mempunyai pengalaman yang menyakitkan dengan pria. Remaja wanita yang mengalami perkembangan perasaan cinta yang normal adalah jika remaja mengarahakan rasa cintanya kepada pemuda sesama remaja. Demikian juga dengan remaja pria punya cinta normal mengarahkan cintanya kepada seorang gadis. Remaja pria yang dalam periode perkembangan emosi cinta sendiri bertingkah laku menggoda dan menarik perhatian remaja wanita dengan jalan memanggil-memanggil anak perempuan yang menawan hatinya. Remaja wanita cukup mampu menjaga akibat perkembangan seksual dalam dirinya dan menyadari bahwa remaja pria memang sengaja mengganggu dirinya. Pada akhir masa remaja, mereka memilih satu lawan jenis yang paling disayangi. Perkembangan yang normal mengenal emosi cinta disimpulak: 1) Objek cinta adalah orang dewasa yang sejenis atau berbeda jenis. 2) Kemudian objek cinta beralih kepada teman sebaya yang sma jenis kelamin, yaityu pada masa pra-remaja. 3) Pada akhirnya remaja menjadikan teman sebaya sebagai objek cintannya. Berdasarkan sebab dan reaksi yang ditimbulkan emosi dibagi atas 3, yaitu: 1) Emosi yang berkaitan dengan perasaan (syaraf-syaraf jasmaniah), misalnya perasaan dingin, panas, hangat, sejuk, dan sebagainya. Munculnya emosi seperti ini karena faktor fisik di luar individu, misalnya cuaca, kondisi ruangan, dan tempat dimana individu itu berada. 2) Kondisi yang berkaitan dengan kondisi fisiologis, misalnya sakit, meriang, dan sebagainya. Munculnya emosi yang seperti ini lebih banyak dirasakan karena faktor kesehatan. 3) Emosi yang berkaitan dengan kondisi psikologis, misalnya, cinta, rindu, sayang, benci, dan sejenisnya. Hal ini muncul karena faktor dengan orang lain. 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi remaja a. Faktor internal 1) Merasa tidak terpenuhi kebutuhan fisik mereka secara layak sehingga timbul ketidak puasan, kecemasan dan kebencian terhadap apa yang mereka alami. 2) Merasa dibenci, disia-siakan, tidak mengerti dan tidak diterima oleh siapun termasuk orang tua mereka. 3) Merasa lebih banyak dirintangi, dibantah, dihina serta dipatahkan dari pada disokong, disayangi dan ditanggapi khususnya ide-ide mereka. 4) Merasa tidak mampu atau bodoh. Mereka merasa bodoh mungkin tidak menganal potensi atau karena khayalan mereka semata. 5) Merasa tidak menyayangi kehidupan keluarga mereka yang tidak harmonis seperti sering bertengkar, kasar, pemarah, cerewet atau bercerai. 6) Merasa menderita karena iri terhadap saudara mereka karena disikapi dan dibedakan secara tidak adil. b. Faktor eksternal 1) Orang tua atau guru memperlakukan mereka seperti anak kecil yang membuat harga diri mereka dilecehkan. 2) Apabila dirintangi membina keakraban dengan lawan jenis. 3) Terlalu banyak dirintangi dari pada disokong, 4) Disikapi secara tidak adil oelh orang tua. 5) Merasa kebutuhan tidak terpenuhi oleh orang tua padahal orang tua mampu. 6) Merasa disikapi secara otoriter. Menurut Hulock (dalam Sunarto dan Hartono 1995), emosi anak menunjukkan bahwa perkembangan emosi mereka bergantung pada faktor kematangan dan faktor belajar. Reaksi emosional yang tidak muncul pada awal kehidupan tidak berarti tidak ada, reaksi tersebut mungkin akan muncul di kemudian hari. 5. Usaha guru dan orang tua dalam mengembangkan emosi positif remaja a. Berpikir positif dalam arti mencoba melihat sesuatu peristiwa atau kejadian dari sisi positifnya. b. Mencoba belajar memahami karakteristik orang lain. c. Mencoba menghargai pendapat dan kelebihan orang lain. d. Introspoeksi dna mencoba melihat apabila kejadian yang sama terjadi pada diri sendiri, mereka dapat merasakannya. e. Bersabar dan menjadi pemaaf. f. Alih perhatian, yaitu mencoba mengalihkan perhatian pada objek lain dari objek yang pada mulanya memicu pemunculan emosi negatif. Orang tua dan guru hendaknya melakukan hal-hal sebagai berikut: a. Orang tua dan guru serta orang dewasa lainnya dalam lingkungan anak (significant person) hendaknya dapat menjadi model dalam mengekspresikan emosi-emosi negatif, sehingga tampilannya tidak meledak-ledak. b. Adanya program latihan beremosi baik disekolah maupun didalam keluarga, misalnya dalam merespon dan menyikapi sesuatu yang tidak berjalan sebagaimana semestinya. c. Mempelajari dan mendiskusikan secara mendalam kondisi-kondisi yang cenderung menimbulkan emosi negatif, dan upaya-upaya menanggapinya secara baik. d. Guru dapat membantu mereka yang bertingkah laku kasar dengan jalan mencapai keberhasilan dalam pekerjaan/tugas-tugas sekolah sehingga mereka menjadi anak yang lebih tenang dan lebih mudah ditangani. e. Mencoba mengerti mereka. f. Melakukan segala sesuatu yang dapat dilakukan untuk membantu siswa berhasil berprestasi dalambidang yang diajarkan. Kesimpulan Emosi adalah warna efektif yang kuat yang ditandai loeh perubahan-perubahan fisik. Jenis emosi yang secara normal dialami adalah cinta, gembira, marah, kuat, cemas, dan sedih. Sudah tidak dapat dipungkiri, bahwa perkembangan emosi remaja dalam tumbuh kembangnya memberikan pengaruh yang besar dalam kehidupannya. Dengan adanya ciri-ciri serta usaha untuk mengembangkan emosi remaja secara tepat, secara bertahap diharapkan seorang remaja mampu mengaktualisasikan dirinya sebagai generasi harapan bangsa. Untuk itu hendaknya orang tua, guru dan lingkungan masyarakat harus benar-benar dapat memahami bagaimana tumbuh kembang remaja termasuk emosinya. Pembentukan emosi remaja yang sehat yang bertolak pada pembangunan karakter remaja hendaklah dilaksanakan selain jalur pendidikan, keluarga dan sekolah juga dilaksanakan pada lingkungan. Daftar Pustaka Sunarto dan Agung hartono. 1995. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta. Mudjiran, dkk (2006). Buku Ajar; Perkembangan Peserta Didik. Padang: UNP. Goleman, Daniel. 1997. Kecerdasan Emosional. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Shapire, E Lawrence. 1999. Mengajarkan Emotional Intelligence pada Anak. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. http://www.psktti-ui.com/x/1.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar